Ketika Josefa kembali ke Kampung Tabonji setelah menyelesaikan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB), sambutan dari keluarga terasa begitu hangat dan penuh haru. Ia disambut oleh ibunya, Yohana, seorang wanita Marind Anim yang teguh dan penuh kasih, dengan pelukan hangat di teras rumah panggung mereka. Mata Yohana bersinar bahagia melihat putrinya kembali dengan segala pengetahuan baru yang dibawanya.
"Josefa, anakku! Akhirnya kau pulang," ujar Yohana sambil memeluk erat putrinya.
"Ibu, aku sangat merindukanmu," balas Josefa dengan suara bergetar. "Aku punya banyak cerita dan ilmu baru yang ingin kubagikan."
Rumah tradisional mereka terasa nyaman di bawah sinar mentari sore yang menyinari pantai berpasir putih Kampung Tabonji. Di dalam rumah, ayah Josefa, Matheus, duduk di balik meja kayu tua sambil tersenyum lebar. Dia adalah sosok yang bijaksana dan dihormati di kampung itu. Matheus mengangkat gelas kelapa yang berisi air tawar sebagai tanda selamat datang dan ucapan syukur atas keselamatan Josefa kembali ke pelukan keluarganya.
"Selamat datang kembali, Josefa," kata Matheus dengan suara berat namun penuh kelembutan. "Kami bangga padamu."
"Terima kasih, Ayah," Josefa menjawab sambil menerima gelas kelapa itu. "Aku senang bisa kembali ke rumah."
Di sekitar mereka, adik-adik Josefa---Renata dan Yosef---memandang dengan penuh kagum. Renata, yang masih remaja, menatap kakaknya dengan rasa bangga.
"Kak Josefa, ceritakan padaku tentang Bogor," pinta Renata antusias.
"Bogor itu sangat indah, Renata," jawab Josefa sambil tersenyum. "Banyak hal yang kupelajari di sana yang bisa kita terapkan di sini."
Yosef, yang masih kecil, berlarian dan memeluk kaki Josefa dengan gembira, tanpa sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi merasakan kebahagiaan dari kehadiran kakaknya.
"Kakak! Kakak pulang!" seru Yosef riang.