Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyesalan Hanya Datang Ketika Waktu Sudah Berlalu

13 Januari 2025   04:25 Diperbarui: 13 Januari 2025   06:05 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Waktu adalah anugerah terbesar dari Tuhan, bagian dari rencana ilahi yang memberi kesempatan bagi manusia untuk tumbuh, bekerja, dan meraih impian. Namun, banyak yang gagal menyadari bahwa waktu adalah harta yang tak ternilai, tak bisa diulang atau dibeli kembali. Ketika waktu dimanfaatkan dengan bijak, ia menjadi alat untuk mencapai keberhasilan, tetapi jika diabaikan, ia berlalu tanpa makna, menyisakan penyesalan. Fenomena pemborosan waktu, seperti menunda pekerjaan atau tenggelam dalam hiburan tak produktif, sering berujung pada hilangnya peluang. Refleksi dan tanggung jawab atas waktu adalah kunci untuk menjalani hidup yang bermakna dan menghindari ironi menyakitkan: menyesali apa yang telah berlalu tanpa dapat diubah.

Dampak Tidak Memanfaatkan Waktu

Waktu yang tidak dimanfaatkan dengan bijak sering menjadi penyebab utama kegagalan dalam mencapai impian. Hal ini disebabkan oleh hilangnya momentum atau peluang yang seharusnya diambil pada saat yang tepat. Stephen R. Covey dalam The 7 Habits of Highly Effective People (1989) menekankan pentingnya proaktif dalam mengelola waktu untuk mencapai tujuan hidup. Covey menjelaskan bahwa menunda-nunda dan pemborosan waktu adalah musuh terbesar dari efektivitas diri. Sebagai contoh, seorang pelajar yang mengabaikan waktu belajarnya demi hiburan mungkin akan gagal mencapai prestasi akademik yang diimpikannya. Momentum untuk membangun keterampilan yang diperlukan pun hilang, sehingga ia tidak siap menghadapi tantangan di masa depan. 

Penyesalan adalah akibat alami dari waktu yang terbuang sia-sia. Ketika seseorang menyadari bahwa peluang yang telah berlalu tidak bisa diulang, rasa kehilangan yang mendalam sering muncul. Hal ini dipertegas oleh Daniel H. Pink dalam The Power of Regret: How Looking Backward Moves Us Forward (2022). Pink mengungkapkan bahwa penyesalan terhadap peluang yang hilang merupakan salah satu bentuk penyesalan paling umum yang dirasakan manusia. Ia menambahkan bahwa jenis penyesalan ini berakar pada kesadaran bahwa kita tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan pada saat itu. Misalnya, seorang wirausahawan yang menunda pengambilan keputusan strategis mungkin kehilangan peluang besar untuk mengembangkan bisnisnya, yang pada akhirnya membuatnya menyesal di kemudian hari.

Mengapa Orang Mengabaikan Waktu?

Kebiasaan menunda-nunda atau prokrastinasi: Kebiasaan ini muncul ketika seseorang secara sadar atau tidak sadar menunda tugas penting dan menggantinya dengan aktivitas yang kurang produktif. Menurut Joseph R. Ferrari dalam Still Procrastinating? The No Regrets Guide to Getting It Done (2010), prokrastinasi bukanlah masalah manajemen waktu, melainkan kegagalan untuk mengelola emosi yang terkait dengan tugas tertentu. Orang yang menunda sering kali merasa cemas, takut gagal, atau kurang motivasi. Akibatnya, waktu yang seharusnya dimanfaatkan untuk menyelesaikan tugas penting terbuang sia-sia. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang menunda belajar hingga malam sebelum ujian sering tidak mencapai hasil maksimal karena kurangnya persiapan.

Kurangnya kesadaran akan nilai waktu: Hal ini sering terjadi karena kurangnya pendidikan atau pemahaman tentang pentingnya pengelolaan waktu. Dalam bukunya Essentialism: The Disciplined Pursuit of Less (2014), Greg McKeown menyatakan bahwa kesadaran akan nilai waktu datang dari kemampuan untuk memilih apa yang benar-benar penting dan menghilangkan gangguan. Orang yang tidak memahami pentingnya waktu cenderung membiarkan diri terjebak dalam aktivitas yang tidak produktif, seperti penggunaan media sosial secara berlebihan atau terlalu lama menonton televisi. Kesadaran ini sering baru muncul ketika mereka menghadapi konsekuensi dari pemborosan waktu, seperti kehilangan peluang atau kegagalan mencapai tujuan.

Pengaruh lingkungan yang kurang mendukung: Ketika seseorang berada dalam lingkungan yang tidak mendukung produktivitas, mereka cenderung mengabaikan waktu. Misalnya, keluarga atau teman yang tidak memberikan dorongan positif dapat memengaruhi kebiasaan seseorang untuk menunda atau menghabiskan waktu secara tidak produktif. Dalam bukunya The Power of Habit: Why We Do What We Do in Life and Business (2012), Charles Duhigg menjelaskan bahwa kebiasaan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. "Kebiasaan buruk yang terus didukung oleh lingkungan dapat mengunci seseorang dalam siklus yang merugikan, termasuk dalam hal pengelolaan waktu." Sebagai contoh, seorang karyawan yang bekerja di lingkungan dengan gangguan konstan---seperti rekan kerja yang sering mengajak berbicara tentang hal-hal tidak penting---akan sulit fokus pada tugasnya, sehingga waktu kerja terbuang sia-sia. 

Waktu dan Tanggung Jawab Pribadi

Setiap orang bertanggung jawab penuh memanfaatkan waktu dalam hidupnya: Konsep ini dikenal sebagai personal accountability atau tanggung jawab pribadi. Menurut Brian Tracy dalam No Excuses!: The Power of Self-Discipline (2010), kesuksesan dalam hidup ditentukan oleh sejauh mana seseorang mampu mengambil tanggung jawab penuh atas tindakannya tanpa menyalahkan orang lain atau mencari-cari alasan. Tracy menekankan bahwa waktu adalah aset yang tidak dapat diperbarui, sehingga pengelolaannya menjadi bagian penting dari tanggung jawab pribadi. Ketika seseorang menyadari bahwa ia adalah arsitek dari hidupnya sendiri, ia akan lebih bijaksana dalam menggunakan waktu untuk mencapai tujuan-tujuannya.  Sebagai contoh, seorang profesional yang mengatur jadwalnya dengan baik cenderung lebih produktif dan sukses dibandingkan dengan mereka yang membiarkan waktu berlalu tanpa perencanaan. Kesadaran akan tanggung jawab pribadi ini menjadi dasar bagi pengelolaan waktu yang efektif.

Kecenderungan menyalahkan orang lain atau keadaan atas kegagalan yang dialami: Hal ini dikenal sebagai external locus of control, yaitu pola pikir yang menganggap hasil hidup seseorang ditentukan oleh faktor eksternal. Dalam bukunya Man's Search for Meaning (1946), Viktor E. Frankl menjelaskan bahwa kebebasan terakhir manusia adalah memilih bagaimana ia akan merespons keadaan. Ia menyoroti bahwa meskipun seseorang tidak dapat selalu mengendalikan keadaan di sekitarnya, ia tetap memiliki kendali penuh atas bagaimana ia bereaksi terhadap situasi tersebut. Menyalahkan keadaan atau orang lain hanya memperpanjang siklus kegagalan dan menghilangkan peluang untuk bertumbuh. Misalnya, seorang siswa yang menyalahkan gurunya atas nilai buruk mungkin gagal menyadari bahwa kurangnya waktu belajar yang dihabiskan adalah penyebab utamanya. Sebaliknya, siswa yang bertanggung jawab akan mengevaluasi kelemahannya dan mencari cara untuk memperbaiki diri, seperti meminta bimbingan tambahan atau belajar lebih giat. 

Manfaat Memanfaatkan Waktu dengan Bijak

Meningkatkan produktivitas dan mencapai tujuan dengan lebih efektif: Stephen R. Covey (1989) menekankan pentingnya pengelolaan waktu dalam kebiasaan ketiga, yaitu Put First Things First. Covey menyatakan bahwa fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, bukan yang mendesak, membantu individu untuk mencapai tujuan jangka panjang. Dengan memprioritaskan tugas-tugas yang bernilai tinggi dan mengeliminasi gangguan, seseorang dapat memaksimalkan hasil dari setiap waktu yang dihabiskan. Misalnya, seorang pengusaha yang menetapkan jadwal harian yang terorganisir akan lebih mudah memenuhi tenggat waktu, memanfaatkan peluang, dan mendorong pertumbuhan bisnisnya.

Rasa damai karena menjalani kehidupan yang terarah: Mengelola waktu dengan baik tidak hanya berdampak pada produktivitas, tetapi juga memberikan rasa damai. Ketika seseorang menjalani hidup yang terencana dan terarah, ia merasa lebih terkendali dan bebas dari tekanan akibat kekacauan atau penundaan. Hal ini dikemukakan oleh Laura Vanderkam dalam Off the Clock: Feel Less Busy While Getting More Done (2018). Vanderkam menulis, "menguasai waktu adalah kunci untuk merasa tenang dan menikmati kehidupan tanpa merasa terburu-buru." Orang yang menggunakan waktunya dengan bijak cenderung memiliki lebih banyak waktu untuk aktivitas yang mereka nikmati, seperti berkumpul dengan keluarga atau mengejar hobi. Hal ini menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang menjadi dasar kehidupan yang harmonis.

Kesuksesan merupakan hasil langsung dari kemampuan menghargai waktu: Menurut Brian Tracy dalam Eat That Frog!: 21 Great Ways to Stop Procrastinating and Get More Done in Less Time (2001), kesuksesan berasal dari kebiasaan mengelola waktu dengan baik dan fokus pada tugas-tugas prioritas. Tracy menggambarkan bagaimana orang-orang sukses selalu mengutamakan kegiatan yang memberikan dampak besar terhadap tujuan mereka. Misalnya, seorang atlet profesional yang menghargai setiap sesi latihan sebagai langkah menuju kemenangan memiliki peluang lebih besar untuk meraih prestasi. Menghargai waktu adalah tanda kedisiplinan dan komitmen yang diperlukan untuk mencapai hasil luar biasa. 

Pada akhirnya, waktu adalah aset berharga yang terus berjalan tanpa bisa diulang, dan penyesalan sering muncul ketika kesempatan tak dimanfaatkan dengan bijak. Alih-alih terjebak dalam penyesalan, kita dapat belajar dari masa lalu dan mulai menghargai waktu dengan langkah sederhana, seperti menetapkan prioritas, menghindari penundaan, dan fokus pada hal yang penting. Dengan mengelola waktu secara bijak, kita tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga menunjukkan rasa syukur atas anugerah Tuhan. Jadikan setiap detik berarti, karena hidup adalah hadiah, dan cara kita memanfaatkan waktu mencerminkan penghargaan kita terhadapnya. (*)

Merauke, 13 Januari 2025

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun