Kisah orang Majus yang datang menyembah Yesus membawa pelajaran berharga bagi kehidupan kita saat ini. Kerendahan hati mereka dan keberanian untuk meninggalkan kenyamanan demi mencari Allah adalah teladan yang tetap relevan bagi umat Kristiani di zaman modern.
Meneladani kerendahan hati orang Majus dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, mengakui keterbatasan diri di hadapan Allah: Orang Majus, meski bijak dan terhormat, menyadari keterbatasan mereka di hadapan misteri Allah. Mereka bersedia mencari petunjuk dari tanda-tanda ilahi. Dalam Gaudium et Spes (1965) diingatkan, "Manusia hanya dapat menemukan dirinya sepenuhnya melalui ketundukan kepada Allah." Sikap ini mengajak kita untuk rendah hati dalam mengakui bahwa hikmat dan rencana Allah jauh melampaui pemahaman manusia. Kedua, bersikap terbuka terhadap bimbingan dan wahyu-Nya: Orang Majus menerima petunjuk melalui bintang dan mimpi, menunjukkan keterbukaan hati terhadap bimbingan Allah (Mat. 2:9--12). Paus Benediktus XVI dalam Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives (2012) menulis, "Mereka yang rendah hati dan terbuka terhadap wahyu ilahi akan selalu menemukan jalan menuju Kristus." Dalam kehidupan kita, keterbukaan ini dapat diwujudkan melalui doa, membaca Kitab Suci, dan ketaatan kepada Gereja.
Mengutamakan pencarian Allah di atas keinginan duniawi. Pertama, mengutamakan penyembahan kepada-Nya seperti orang Majus membawa persembahan terbaik mereka: Orang Majus membawa persembahan emas, kemenyan, dan mur, simbol dari pengakuan atas status Yesus sebagai Raja, Imam, dan Nabi. Persembahan mereka mencerminkan prioritas utama dalam hidup mereka: menghormati Allah dengan yang terbaik yang mereka miliki. Santo Paulus mengajarkan, "Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan yang berkenan kepada Allah; itulah ibadahmu yang sejati" (Rom 12:1). Kedua, meninggalkan kenyamanan demi pencarian Allah: Perjalanan orang Majus melibatkan pengorbanan besar. Mereka meninggalkan kenyamanan hidup untuk mencari Yesus. Paus Fransiskus (2013) mengingatkan, "Kehidupan seorang murid adalah panggilan untuk keluar dari diri sendiri demi pencarian akan Allah dan pelayanan kepada sesama." Dalam kehidupan kita, ini berarti menempatkan prioritas pada relasi dengan Allah, meskipun itu memerlukan pengorbanan waktu, tenaga, atau harta.
Pada akhirnya, kisah orang Majus dan para gembala mengajarkan bahwa kerendahan hati adalah kunci mendekat kepada Allah, dengan meninggalkan kenyamanan, mengakui keterbatasan, dan mengikuti bimbingan ilahi untuk menemukan kebenaran sejati. Pada Hari Raya Penampakan Tuhan ini, kita diajak merenungkan apakah telah memiliki "tiket masuk" Kerajaan Allah melalui sikap rendah hati, meninggalkan kelekatan duniawi, dan mengutamakan pencarian akan-Nya. Semoga perayaan ini mendorong kita semakin rendah hati, terbuka pada kehendak-Nya, dan berani membawa seluruh diri kita sebagai persembahan yang hidup dan berkenan, menyambut kehadiran-Nya dengan sukacita. (*)
Merauke, 05 Januari 2025
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H