Harapan untuk Masa Depan
Kembali ke Kampung Tabonji setelah menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) membawa Josefa pada babak baru dalam hidupnya. Saat matahari terbit di Pulau Kimaam, dia merasa semangat yang menggelora untuk menerapkan semua yang telah dipelajarinya dan membangun masa depan yang lebih baik bagi komunitasnya.
Josefa tiba di kampung halamannya dengan penuh harap dan keyakinan. Begitu tiba, dia segera mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pemimpin lokal. Di balai desa yang sederhana namun penuh sejarah, Josefa berdiri di depan warga yang duduk melingkar, memperhatikan dengan seksama.
"Selamat datang kembali, Josefa," sapa Pak Didimus, kepala desa dengan senyum hangat. "Kami mendengar tentang studimu di Bogor. Apa yang ingin kamu sampaikan kepada kami?"
Dengan penuh semangat, Josefa mulai mempresentasikan ide-idenya tentang pengembangan pertanian berkelanjutan yang menggabungkan teknologi modern dengan kearifan lokal. "Saya ingin berbagi pengetahuan yang saya peroleh di IPB," kata Josefa. "Dengan metode baru ini, kita bisa meningkatkan hasil panen tanpa harus meninggalkan tradisi yang kita cintai."
Meskipun awalnya ada beberapa skeptisisme, Josefa dengan sabar menjelaskan konsep-konsepnya dan menunjukkan bukti dari pengalaman serta pengetahuannya yang didapat di Bogor.
"Tapi, bagaimana kita bisa yakin kalau metode ini akan berhasil di sini?" tanya salah satu warga tua, Pak Junaidi, dengan raut wajah penuh keraguan.
"Saya mengerti kekhawatiran Bapak," balas Josefa dengan senyum lembut. "Izinkan saya menunjukkan beberapa hasil dari sistem pertanian baru yang telah diujinya di IPB. Ubi-ubi yang ditanam dengan metode modern menghasilkan buah yang lebih besar dan lebih berkualitas."
Dia juga mengajak beberapa warga untuk melihat hasil dari sistem pertanian baru. Melihat ubi-ubi yang tumbuh lebih besar dan berkualitas, warga mulai yakin dengan potensi pendekatan yang Josefa bawa.
Dalam beberapa bulan pertama kembali, Josefa fokus pada mengimplementasikan rencananya. Dia bekerja keras bersama Didimus, Teguh, dan beberapa pemuda kampung lainnya. Suatu sore, mereka sedang bekerja di ladang ketika Didimus mendekati Josefa.