Bahasa adalah jembatan yang menghubungkan manusia dengan dunia di sekitarnya, tidak hanya sebagai alat untuk menyampaikan pikiran dan perasaan, tetapi juga sebagai sarana membangun hubungan, memahami lingkungan, dan mencapai tujuan bersama. Lebih dari itu, bahasa adalah kunci utama dalam memperoleh dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta teknologi, yang mencatat peran pentingnya dalam setiap kemajuan besar peradaban manusia. Oleh karena itu, menguasai bahasa, khususnya keterampilan komunikatif untuk menyampaikan ide secara jelas dan keterampilan pragmatis untuk menyesuaikan komunikasi dengan konteks sosial dan budaya, menjadi kunci utama dalam mengakses, berbagi, dan menerapkan pengetahuan secara maksimal, terutama di dunia global yang menuntut kolaborasi internasional.
Bahasa sebagai Alat Berpikir
Bahasa tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga alat utama dalam proses berpikir manusia. Sebagai instrumen kognitif, bahasa memainkan peran mendasar dalam pembentukan konsep abstrak, pemikiran logis, dan penyelesaian masalah, termasuk dalam matematika dan sains.
Berkaitan dengan konsep abstrak, Edward Sapir, dalam Language: An Introduction to the Study of Speech (1921), menegaskan bahwa "bahasa adalah alat utama untuk mentransformasikan pengalaman individual menjadi pengalaman sosial melalui simbol yang dapat dipahami bersama." Dengan kata lain, bahasa membantu kita mengartikulasikan ide yang kompleks menjadi representasi yang dapat dibagi dan dipahami. Misalnya, istilah seperti 'keadilan' atau 'infinity' tidak memiliki wujud fisik, tetapi melalui bahasa, manusia dapat membentuk konsep ini, mendiskusikannya, dan menggunakannya untuk memahami dunia. Lev Vygotsky, dalam Thought and Language (1962), menyebutkan bahwa "perkembangan konsep abstrak sangat bergantung pada struktur bahasa, yang menyediakan alat untuk memahami dunia dalam istilah yang lebih kompleks."
Pemikiran logis sering membutuhkan struktur bahasa untuk membentuk argumen, menarik kesimpulan, dan menyelesaikan masalah. Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan, menunjukkan bahwa bahasa menyediakan kerangka bagi anak untuk mengembangkan logika formal. Ia menulis, "bahasa adalah medium utama melalui mana individu dapat mengekspresikan hubungan logis yang ada dalam pikirannya" (The Psychology of Intelligence, 1950). Bahasa memberi manusia kemampuan untuk memanipulasi simbol secara internal, yang menjadi dasar pemikiran logis. Dalam pembuktian matematis, misalnya, seseorang menggunakan proposisi, klausa, dan konektor logis seperti "jika", "maka", atau "karena". Ini menunjukkan bagaimana bahasa bertindak sebagai perekat antara pemikiran abstrak dan pemikiran sistematis.
Dalam matematika, penguasaan bahasa (seperti simbol dan istilah teknis) diperlukan untuk memahami dan menyelesaikan masalah. Misalnya, ketika memecahkan persamaan diferensial, frasa seperti "integrasi parsial" atau "nilai awal" adalah representasi verbal dari proses berpikir matematis yang kompleks. Dalam sains, bahasa juga digunakan untuk merumuskan hipotesis, menjelaskan proses eksperimen, dan menarik kesimpulan. Neil Postman, dalam Technopoly: The Surrender of Culture to Technology (1992), menegaskan bahwa "tidak ada kemajuan ilmiah yang mungkin terjadi tanpa bahasa, karena setiap teori ilmiah dimulai sebagai sebuah narasi atau deskripsi yang dibuat dalam kerangka linguistik." Misalnya, dalam biologi molekuler, istilah seperti 'transkripsi' dan 'translasi' digunakan untuk menjelaskan proses kompleks dalam sintesis protein. Tanpa kerangka linguistik ini, proses berpikir dan komunikasi ilmiah akan terhambat.
Bahasa sebagai Media Komunikasi
Bahasa adalah alat utama yang memungkinkan manusia untuk berbagi ide, informasi, dan emosi. Sebagai media komunikasi, bahasa berperan sentral dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia ilmiah. Dalam konteks ini, bahasa mendukung pertukaran ide dan informasi, memastikan kerja sama efektif, serta memfasilitasi kegiatan seperti presentasi ilmiah, penulisan makalah, dan diskusi kelompok.
Bahasa memungkinkan manusia untuk menyampaikan gagasan yang kompleks dan menerima tanggapan dari orang lain. Ferdinand de Saussure, dalam Course in General Linguistics (1916), menekankan bahwa "bahasa adalah sistem tanda yang digunakan untuk menyampaikan makna antara individu." Proses pertukaran ide ini menjadi inti komunikasi antarmanusia. Misalnya, dalam diskusi ilmiah, para peneliti menggunakan bahasa untuk menjelaskan temuan mereka, mempersoalkan hipotesis, atau merancang kerangka penelitian baru. Ketika seorang ahli biologi menjelaskan proses fotosintesis menggunakan istilah teknis, ia sedang mentransformasikan konsep abstrak menjadi informasi yang dapat dipahami oleh pendengar atau pembacanya.
Komunikasi efektif adalah kunci dalam keberhasilan kolaborasi ilmiah. Tanpa komunikasi yang jelas, ide-ide inovatif tidak dapat berkembang atau diterapkan secara optimal. Deborah Tannen, seorang ahli komunikasi, dalam Talking from 9 to 5: Women and Men at Work (1994), menyatakan bahwa "komunikasi yang baik bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga memastikan bahwa pesan diterima sebagaimana dimaksudkan." Kerja sama ilmiah, terutama dalam tim multidisiplin, membutuhkan bahasa yang tepat untuk menjembatani perbedaan terminologi atau pendekatan. Misalnya, dalam proyek penelitian lintas bidang seperti bioinformatika, ahli biologi dan ahli komputer harus menemukan bahasa bersama untuk memahami dan memecahkan masalah. Ketidakefektifan komunikasi dapat menyebabkan kesalahpahaman, yang pada akhirnya menghambat kemajuan. Berikut, beberapa contoh penggunaan bahasa sebagai keterampilan komunikatif.
Presentasi ilmiah: Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi secara lisan, sering dengan bantuan visual seperti slide. Presentasi yang baik membutuhkan penggunaan bahasa yang jelas, ringkas, dan terstruktur, sehingga audiens dapat memahami isi dan konteks penelitian. Richard Mayer, dalam Multimedia Learning (2009), menjelaskan bahwa "penyampaian informasi secara efektif memerlukan kombinasi kata-kata dan visual untuk meningkatkan pemahaman."
Penulisan makalah: Penulisan akademik memerlukan bahasa formal yang jelas dan kohesif untuk menyampaikan ide, menjelaskan metode, dan melaporkan hasil penelitian. Contohnya, makalah ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal memiliki struktur standar (pendahuluan, metode, hasil, diskusi) yang membantu pembaca memahami penelitian secara sistematis. Booth dkk., dalam The Craft of Research (1995), menekankan bahwa "penulisan akademik adalah cara utama untuk mengomunikasikan pengetahuan baru."
Diskusi kelompok: Bahasa dalam diskusi kelompok digunakan untuk menyampaikan pendapat, mendengarkan tanggapan, dan mencapai konsensus. Dalam setting ini, penggunaan bahasa yang inklusif dan responsif terhadap ide orang lain menjadi penting untuk memastikan keterlibatan semua anggota.
Keterampilan Komunikatif dalam Ilmu Pengetahuan
Kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan berpikir kritis dan pemahaman teknis, tetapi juga keterampilan komunikatif. Kemampuan berbicara di depan umum, menulis laporan ilmiah yang jelas dan ringkas, serta berdiskusi secara efektif dalam kelompok interdisiplin adalah elemen penting dalam menyampaikan pengetahuan ilmiah dan berkolaborasi dengan kolega.
Kemampuan berbicara di depan umum: Hal ini memungkinkan seorang ilmuwan menyampaikan gagasan dan hasil penelitian kepada audiens secara efektif. Alan H. Monroe, dalam Principles and Types of Speech (1949), menyebutkan bahwa "keberhasilan presentasi publik ditentukan oleh struktur pidato yang jelas, penguasaan materi, dan kemampuan untuk menarik perhatian audiens." Dalam konteks ilmiah, kemampuan berbicara di depan umum mencakup menyampaikan presentasi di konferensi, memimpin seminar, atau menjelaskan temuan kepada khalayak awam. Misalnya, penggunaan metode storytelling sering dianjurkan untuk membuat presentasi lebih menarik. Barbara Tannenbaum, seorang pakar komunikasi, dalam The Power of Storytelling (2016), menyatakan bahwa "mengemas ide dalam narasi yang terstruktur membuat informasi lebih mudah dipahami dan diingat.
Menulis laporan ilmiah yang jelas dan ringkas: Inilah salah satu bentuk komunikasi paling penting dalam dunia akademik dan profesional. Penulisan ilmiah yang baik harus memenuhi kriteria kejelasan, ketepatan, dan konsistensi. Robert A. Day, dalam How to Write and Publish a Scientific Paper (1983), menekankan bahwa "penulisan ilmiah yang efektif tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga memfasilitasi pembaca dalam memahami inti penelitian." Laporan ilmiah yang baik biasanya mencakupi bagian-bagian standar seperti abstrak, pendahuluan, metode, hasil, dan diskusi. Kejelasan dan keringkasan menjadi kunci agar pembaca dapat segera memahami poin-poin utama tanpa kehilangan detail penting. Misalnya, dalam menulis bagian metode, penulis harus menggunakan bahasa deskriptif tetapi tidak berlebihan, memastikan bahwa pembaca dapat mereplikasi penelitian jika diperlukan.
Berdiskusi dengan efektif dalam kelompok interdisiplin: Hal ini membutuhkan keterampilan komunikasi yang adaptif, karena setiap anggota mungkin memiliki latar belakang dan terminologi yang berbeda. Deborah Tannen, dalam You Just Don't Understand: Women and Men in Conversation (1990), menyatakan bahwa "diskusi yang efektif dalam tim lintas disiplin memerlukan empati komunikasi, kemampuan untuk mendengarkan secara aktif, dan keterampilan menjembatani perbedaan." Dalam diskusi kelompok interdisiplin, penting untuk menggunakan bahasa yang inklusif dan menghindari istilah teknis yang tidak dikenal oleh semua anggota tim. Misalnya, dalam proyek bioinformatika, seorang ahli biologi mungkin perlu menjelaskan konsep biologi molekuler kepada ahli komputer menggunakan analogi sederhana. Selain itu, keterampilan memfasilitasi diskusi, seperti menjaga fokus pada tujuan tim sangatlah penting.
Keterampilan Pragmatis dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam ilmu pengetahuan, keterampilan pragmatis adalah kemampuan menggunakan bahasa sesuai konteks sosial, budaya, dan situasi komunikasi. Hal ini mencakup pemahaman konteks sosial-budaya, penyesuaian gaya bahasa dengan audiens, dan upaya mencegah kesalahpahaman dalam komunikasi ilmiah.
Komunikasi ilmiah sering melibatkan individu dari berbagai latar belakang sosial dan budaya. Dell Hymes, melalui teorinya tentang Communicative Competence, menekankan pentingnya memahami "bagaimana, kapan, dan dengan siapa suatu bahasa digunakan" (Foundations in Sociolinguistics, 1974). Perbedaan budaya dapat memengaruhi interpretasi pesan, misalnya gaya komunikasi langsung yang dianggap efisien di budaya Barat bisa dipandang kurang sopan di Asia. Pemahaman terhadap konteks ini membantu peneliti menyusun pesan yang lebih efektif dan relevan.
Menyesuaikan gaya bahasa dengan audiens adalah aspek penting komunikasi ilmiah. Bruce Fraser, dalam Pragmatics and Discourse (1983), menyebut adaptasi gaya bahasa sebagai inti komunikasi pragmatis, memungkinkan pesan tersampaikan secara relevan. Peneliti perlu menggunakan terminologi teknis dan formal saat berhadapan dengan audiens akademik, tetapi menggunakan bahasa sederhana dan analogi untuk masyarakat awam. Dalam komunikasi lintas disiplin, istilah yang tidak umum perlu dijelaskan untuk menghindari kebingungan.
Kesalahpahaman dapat dihindari dengan mengikuti empat maksim komunikasi Paul Grice---kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara (Studies in the Way of Words, 1989). Ilmuwan harus memberikan informasi yang cukup, menghindari klaim tanpa bukti, relevan dengan konteks, serta menyampaikan informasi secara jelas dan terstruktur. Dengan penerapan prinsip ini, komunikasi ilmiah menjadi lebih jelas dan efektif, mengurangi risiko salah tafsir.
Tantangan dan Solusi dalam Menguasai Bahasa Ilmiah
Menguasai bahasa ilmiah adalah keterampilan penting bagi ilmuwan, akademisi, dan profesional yang ingin berkontribusi secara signifikan dalam bidang mereka. Namun, tantangan dalam mempelajari bahasa ilmiah sering muncul karena kompleksitas istilah teknis, struktur komunikasi yang formal, dan tuntutan untuk menyampaikan informasi secara akurat.
Hambatan dalam mempelajari bahasa ilmiah meliputi kesulitan memahami terminologi teknis, perbedaan gaya penulisan dibandingkan bahasa umum, dan keterbatasan akses terhadap literatur ilmiah berkualitas. John Swales, dalam Genre Analysis: English in Academic and Research Settings (1990), menyatakan bahwa "bahasa ilmiah memiliki konvensi yang sangat berbeda dengan bahasa sehari-hari, yang sering membingungkan bagi pemula." Terminologi ilmiah biasanya bersifat spesifik dan membutuhkan pemahaman mendalam tentang konteks penggunaannya. Selain itu, gaya penulisan ilmiah yang formal dan padat sering membuat pembaca atau penulis pemula merasa kewalahan. Sebaliknya, terbatasnya akses ke sumber daya akademik, seperti jurnal atau buku teks, dapat menjadi kendala bagi pelajar yang tidak memiliki afiliasi institusi.
Untuk mengatasi hambatan yang tersebut perlu digunakan beberapa strategi. Misalnya mengikuti kursus bahasa yang fokus pada penulisan ilmiah; membaca literatur ilmiah yang relevan; berlatih menulis secara aktif seperti artikel, laporan, abstrak ilmiah.
Uraian di atas menunjukkan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam ilmu pengetahuan, baik untuk menyampaikan informasi, membangun argumen logis, maupun mendukung kerja sama ilmiah, sehingga keterampilan komunikatif dan pragmatis menjadi kunci keberhasilan. Kemampuan berbicara di depan umum, menulis laporan ilmiah yang terstruktur, berdiskusi dengan audiens beragam, memahami konteks sosial dan budaya, serta menyesuaikan gaya komunikasi adalah keterampilan mendasar yang memperkuat dampak ilmiah. Oleh karena itu, pelajar, peneliti, dan profesional perlu terus mengembangkan kemampuan bahasa mereka melalui literatur, pelatihan, dan praktik komunikasi aktif untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana dialog yang mendorong kemajuan peradaban. (*)
Merauke, 14 Desember 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H