Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 61-62

4 Desember 2024   07:30 Diperbarui: 4 Desember 2024   07:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Percobaan Pertama 

Percobaan pertama Josefa dan Teguh di lapangan diadakan di sebuah kebun percobaan di pinggiran Bogor, tempat mereka mengaplikasikan kombinasi antara teknologi pertanian modern dan kearifan lokal dari Kampung Tabonji. Mereka memilih tanaman ubi-ubi, salah satu komoditas utama di kampung halaman Josefa, sebagai fokus utama percobaan ini.

Dengan hati-hati, mereka menyiapkan lahan dan menerapkan teknik-teknik baru yang mereka pelajari di IPB. Josefa mengingat kembali pengalaman dan pengamatan langsungnya di Kampung Tabonji, mencari titik-titik di mana teknologi modern dapat memberikan perubahan signifikan dalam praktik pertanian tradisional.

Teguh, dengan metodologi yang teliti dan berdasarkan teori yang dipelajarinya, memimpin pelaksanaan percobaan. "Josefa, pastikan pupuk organik ini tersebar merata di seluruh area tanam," ujarnya sambil mengarahkan Josefa. "Kita harus memastikan setiap tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup."

Josefa mengangguk, mengamati pupuk yang mereka buat sendiri di laboratorium. "Aku ingat betul cara petani di kampung menaburkan pupuk secara tradisional. Tapi kali ini, kita menggunakan formula yang lebih efektif. Aku yakin hasilnya akan berbeda."

Proses ini tidaklah mudah; mereka menghadapi tantangan dan hambatan yang muncul di lapangan seperti cuaca yang tidak menentu dan tingkat kelembaban udara yang tinggi. "Teguh, hujan deras tadi malam membuat lahan ini terlalu basah. Bagaimana kita bisa mengatasinya?" tanya Josefa dengan cemas.

Teguh mengerutkan kening, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Kita bisa meningkatkan drainase dengan membuat alur kecil di sekitar tanaman untuk mengalirkan kelebihan air. Ini mungkin cara yang paling praktis saat ini."

Dengan ketekunan dan kerja sama yang erat, Josefa dan Teguh berhasil menyelesaikan percobaan pertama mereka. "Lihat, Teguh! Tanaman ubi-ubi kita mulai menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang baik," kata Josefa dengan penuh semangat sambil menunjuk daun-daun hijau yang mulai subur.

Teguh tersenyum puas. "Ya, ini pertanda baik. Ubinya juga terlihat lebih besar dari biasanya. Pendekatan kita tampaknya berhasil."

Kesuksesan percobaan pertama ini memberikan semangat baru bagi Josefa dan Teguh. Mereka menyadari bahwa integrasi antara ilmu pengetahuan modern dan kearifan lokal bukan hanya sekadar impian, tetapi dapat diwujudkan melalui langkah-langkah konkret dan kerja keras di lapangan.

"Langkah selanjutnya adalah menerapkan hasil-hasil percobaan ini ke skala yang lebih luas," kata Teguh dengan antusias. "Bayangkan jika seluruh petani di Kampung Tabonji bisa mendapatkan hasil seperti ini."

Josefa tersenyum penuh harapan. "Aku tidak sabar untuk pulang dan membagikan pengetahuan ini dengan mereka. Semoga ini bisa membangkitkan semangat inovasi di kampung kita dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat di Papua Selatan."

Dengan visi yang jelas dan semangat yang membara, Josefa dan Teguh melangkah maju, siap untuk menghadapi tantangan berikutnya dalam perjalanan mereka mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern dengan kearifan lokal demi kesejahteraan dan kemajuan pertanian di Kampung Tabonji.

Keberhasilan dan Kegagalan

Setelah berhasil melakukan percobaan pertama, Josefa dan Teguh menghadapi tantangan berikutnya: mengevaluasi keberhasilan dan menghadapi kegagalan dari pendekatan baru mereka dalam pertanian. Mereka mengumpulkan data hasil percobaan dengan teliti, mencatat pertumbuhan tanaman, kualitas hasil panen, dan respons dari tanaman terhadap teknik-teknik yang mereka terapkan.

Suatu sore, di sebuah meja kayu di laboratorium IPB, mereka membahas hasil-hasil yang telah mereka catat. "Lihat ini, Teguh," kata Josefa sambil menunjukkan grafik pertumbuhan tanaman. "Tanaman ubi-ubi kita menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Daun-daunnya lebih hijau dan subur, dan umbi-umbinya lebih besar dan berkualitas."

Teguh menatap grafik itu dengan antusias. "Ini luar biasa, Josefa. Pendekatan kita terbukti berhasil. Teknologi irigasi tetes dan pupuk organik yang kita gunakan memang memberikan dampak positif."

Namun, tidak semua percobaan berjalan mulus. Beberapa tanaman tidak bertumbuh dengan baik atau bahkan mengalami kerusakan karena faktor-faktor seperti cuaca ekstrem atau kesalahan dalam penerapan teknik pertanian. Josefa menghela napas, "Teguh, beberapa tanaman kita rusak akibat cuaca yang tidak menentu. Kita perlu mencari cara untuk melindungi tanaman dari cuaca ekstrem."

Teguh mengangguk, berpikir sejenak. "Mungkin kita bisa mencoba memasang pelindung sederhana untuk mengurangi dampak cuaca. Atau, kita bisa mengatur jadwal penanaman yang lebih sesuai dengan pola cuaca."

Meskipun demikian, Josefa dan Teguh mengambil kegagalan tersebut sebagai kesempatan untuk memperbaiki strategi mereka dan memahami lebih dalam tantangan yang dihadapi dalam menerapkan teknologi pertanian di lingkungan tropis seperti Papua. Diskusi-diskusi mereka setelah mengevaluasi percobaan tersebut menjadi sangat berharga.

"Saya pikir, kita juga perlu melibatkan lebih banyak petani lokal dalam proses ini," saran Josefa. "Mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga tentang lingkungan di Kampung Tabonji."

Teguh setuju. "Benar, Josefa. Kita perlu membangun kerjasama yang lebih kuat dengan petani lokal. Dengan begitu, kita bisa mengatasi hambatan-hambatan yang muncul bersama-sama."

Keberhasilan dan kegagalan yang mereka alami tidak hanya menguatkan hubungan kerja mereka, tetapi juga memberikan fondasi yang kuat untuk langkah-langkah selanjutnya dalam mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan dan berdaya saing di Kampung Tabonji. Josefa dan Teguh semakin mantap untuk melanjutkan perjalanan mereka, dengan harapan dapat membawa inovasi yang lebih besar lagi bagi komunitas mereka di Papua Selatan.

"Ini baru awal, Josefa," kata Teguh dengan senyum penuh semangat. "Kita masih punya banyak pekerjaan, tapi saya yakin kita bisa membawa perubahan positif bagi Kampung Tabonji."

Josefa tersenyum, merasa optimis. "Saya juga yakin, Teguh. Bersama-sama, kita pasti bisa mewujudkan impian ini."

Dengan semangat yang baru, mereka bersiap untuk melangkah ke tantangan berikutnya, membawa pengetahuan dan inovasi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi komunitas mereka di Papua Selatan.

(Bersambung)

Merauke, 4 Desember 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun