Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Kesepian Menuju Kesendirian: Tantangan Spiritual di Usia Senja

3 Desember 2024   05:25 Diperbarui: 3 Desember 2024   06:19 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di usia lanjut, banyak lansia mengalami kesepian yang diakibatkan oleh kehilangan orang tercinta, keterbatasan fisik, dan berkurangnya interaksi sosial, yang tidak hanya memengaruhi emosi, tetapi juga kehidupan spiritual mereka. Bagi lansia Katolik, rasa terisolasi ini bisa mengaburkan kedekatan mereka dengan Tuhan dan menjauhkan mereka dari komunitas gereja yang sebelumnya menjadi sumber dukungan. Namun, ada pendekatan positif yang dapat mereka adopsi, yaitu kesendirian yang digunakan sebagai ruang refleksi dan pertumbuhan spiritual. Dalam iman Katolik, kesendirian dipandang sebagai kesempatan untuk memperkuat hubungan dengan Tuhan melalui doa dan sakramen, dibantu oleh komunitas gereja yang mendukung. Memahami perbedaan antara kesepian dan kesendirian serta mendampingi lansia untuk menjalani masa tua yang lebih bermakna merupakan tanggung jawab bersama bagi keluarga dan Gereja.

Perbedaan Kesepian dan Kesendirian dalam Perspektif Katolik

Kesepian adalah keadaan emosional negatif saat seseorang merasa terisolasi dan kehilangan keterhubungan, baik secara emosional maupun spiritual. Menurut John Cacioppo dalam Loneliness: Human Nature and the Need for Social Connection (2008), kesepian muncul ketika hubungan sosial seseorang dianggap kurang dari yang diharapkan. Dalam perspektif Katolik, kesepian mencerminkan keterputusan dari Tuhan dan komunitas, sesuai dengan Kitab Kejadian (Kej 2:18), "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja," sehingga hal ini dapat menimbulkan penderitaan batin yang mendalam, terutama di usia lanjut.

Berbeda dengan itu, kesendirian adalah pilihan sadar untuk mencapai refleksi batin, memperdalam relasi dengan Tuhan, dan menemukan kedamaian. Seperti yang dicontohkan Yesus dalam Injil (Mrk 1:35), kesendirian adalah kesempatan untuk berdoa dan merenung jauh dari hiruk-pikuk dunia. Dalam tradisi Katolik, kesepian dan kesendirian memiliki peran berbeda: kesepian membutuhkan dukungan komunitas dan kasih, sementara kesendirian memberi ruang bagi pertumbuhan spiritual yang mendalam dan kedekatan dengan Tuhan, sebagaimana diajarkan oleh banyak orang kudus dan dikuatkan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 2717).

Tantangan Spiritual di Usia Senja

Usia lanjut sering membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari, seperti kehilangan pasangan, jarak fisik dari anak-anak, penurunan kesehatan, dan berkurangnya interaksi sosial. Lansia sering merasakan penurunan dalam kehidupan mereka, baik secara fisik maupun emosional, terutama akibat kesepian yang muncul setelah kehilangan orang terkasih. Dalam perspektif Katolik, perubahan ini dapat menjadi bagian dari perjalanan spiritual yang mendekatkan diri kepada Tuhan. Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostolik Salvifici Doloris (1984) menyebutkan bahwa penderitaan yang diterima dengan iman dapat menjadi sumber kekuatan, membantu lansia menemukan kedamaian di tengah perubahan.

Banyak lansia juga mengalami perasaan kehilangan makna hidup atau merasa tidak dibutuhkan lagi setelah pensiun dan anak-anak berkeluarga. Teolog Henri Nouwen, dalam Aging: The Fulfillment of Life (1974), menyatakan bahwa kesepian dapat menjadi tanda ketidakhadiran Tuhan, namun juga dapat menjadi kesempatan untuk mencari kehadiran-Nya, mengajak lansia menemukan kembali makna hidup mereka melalui hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan. Spiritualitas Katolik menawarkan lansia cara untuk menemukan tujuan baru melalui doa, meditasi, dan sakramen. Paus Fransiskus dalam Amoris Laetitia (2016) menekankan bahwa lansia memiliki panggilan khusus sebagai teladan kebijaksanaan dan iman, serta menjadi dukungan bagi generasi muda melalui doa dan kehadiran.

Dengan mendekatkan diri pada Tuhan, kesepian dapat diubah menjadi kesendirian yang bermakna. Mazmur 71:9 mengingatkan bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya, meski mereka merasa lemah. Ini memberikan harapan bagi lansia bahwa mereka tetap berharga di mata Tuhan dan dapat menemukan tujuan baru. Joan Chittister dalam The Gift of Years: Growing Older Gracefully (2008) menyatakan bahwa usia tua bukanlah akhir dari kehidupan spiritual, melainkan kesempatan untuk bertumbuh dalam iman. Bagi lansia, usia lanjut dapat menjadi waktu untuk memperdalam spiritualitas, menemukan kedamaian batin, dan tujuan hidup melalui hubungan yang lebih erat dengan Tuhan.

Peran Iman dalam Menghadapi Kesepian

Kesepian sering menjadi tantangan emosional yang berat, terutama bagi lansia yang telah kehilangan orang-orang terdekat. Dalam iman Katolik, doa menjadi salah satu cara utama untuk mengatasi perasaan ini, baik secara pribadi maupun dalam komunitas. Doa dipandang sebagai "obat" untuk menyembuhkan luka kesepian. Doa pribadi memberikan ruang bagi seseorang untuk berbicara dengan Tuhan, mengekspresikan perasaan, dan menemukan kedamaian batin. Santa Teresa dari Avila menggambarkan doa sebagai "persahabatan intim, dialog dengan Dia yang mencintai kita," yang membantu menghadirkan ketenangan jiwa dalam kesendirian. Selain itu, doa bersama juga efektif untuk mengurangi rasa sepi, karena memberi kesempatan bagi lansia untuk merasakan kebersamaan dengan komunitas umat beriman. Dalam Injil (Mat 18:20), Yesus mengajarkan bahwa ketika dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya, Ia hadir di tengah mereka, memberikan dukungan spiritual yang mempererat hubungan dengan Tuhan dan sesama.

Sakramen dan liturgi menjadi jantung kehidupan spiritual, terutama bagi lansia yang merasa sepi. Mengikuti misa dan menerima sakramen, seperti Ekaristi, memberi kesempatan untuk merasakan kehadiran Kristus dan kesatuan dengan seluruh umat. Paus Benediktus XVI dalam Sacramentum Caritatis (2007) menyebut Ekaristi sebagai "sumber dan puncak kehidupan Kristiani," yang memperkuat iman dan menghibur mereka yang sendirian. Sakramen Tobat juga membantu mengatasi kesepian dengan melepaskan beban emosional. Melalui pengakuan dosa dan absolusi, umat Katolik memperoleh pembaruan spiritual dan kedamaian batin, sehingga dapat merasakan kasih karunia Allah yang menyegarkan. Dengan demikian, iman akan kehadiran Tuhan yang setia menjadi landasan bagi orang Katolik dalam menghadapi kesepian. Mazmur 23:1 mengingatkan bahwa Tuhan selalu hadir sebagai gembala yang baik untuk membimbing dan menghibur umat-Nya, bahkan dalam saat-saat paling sunyi.

Ajaran Gereja menekankan bahwa kesepian dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Paus Yohanes Paulus II (2007) menyatakan bahwa penderitaan dapat membawa kita lebih dekat kepada salib Kristus. Sementara Santo Paulus dalam Roma 8:28 menegaskan bahwa segala sesuatu, termasuk kesepian, dapat bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah, memperkuat iman, dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Membangun Kesendirian yang Positif

Kesendirian pada usia lanjut bisa menjadi momen berharga untuk refleksi diri, merenungkan perjalanan hidup, mengevaluasi keputusan, dan memperbaiki hubungan dengan Tuhan serta sesama. Dalam iman Katolik, refleksi di tengah kesendirian memungkinkan seseorang melihat ke dalam diri dengan jujur, mendengar suara hati, dan dipandu oleh Roh Kudus.

Melalui kesendirian, lansia bisa mengkaji kebajikan yang sudah diperjuangkan dan kesalahan yang perlu diselaraskan dengan kehendak Tuhan. Kesadaran bahwa hubungan dengan Tuhan tetap kekal, meski dunia berubah, membawa kedamaian batin dan memperdalam kepercayaan. Kesendirian juga menjadi waktu ideal untuk kegiatan rohani yang memperkaya jiwa, seperti membaca Kitab Suci, meditasi, atau doa rosario. Kegiatan ini membuat kesendirian menjadi produktif, berkontribusi pada pertumbuhan spiritual, dan mengubah perasaan kosong menjadi penuh makna.

Membaca Kitab Suci membantu lansia menemukan hikmat dan penghiburan dari Firman Tuhan. Rasul Paulus menegaskan bahwa Firman Tuhan bermanfaat untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran, memberikan kekuatan batin dan penghiburan dalam kesendirian. Selain itu, meditasi rohani menjadi praktik yang menenangkan pikiran dan hati. Paus Fransiskus mendorong umat Katolik untuk menemukan kehendak Tuhan dalam keheningan, sehingga kesendirian bukan lagi waktu kosong, melainkan saat berharga untuk merasakan kehadiran Tuhan di tengah pergumulan hidup.

Partisipasi dalam pelayanan gereja atau komunitas juga bisa memberi makna bagi kesendirian. Lansia yang tergabung dalam kelompok doa atau pelayanan sosial tetap terhubung dengan sesama dan melayani Tuhan, sesuai ajaran Yesus bahwa melayani orang lain adalah melayani Dia. Dengan memanfaatkan kesendirian untuk refleksi spiritual, lansia mencapai kedamaian batin. Melalui doa, perawatan spiritual, dan penerimaan sakramen, kesendirian memberi mereka kesempatan untuk mendalami kasih Tuhan, menemukan makna baru dalam hidup, dan bersiap menghadapi transisi menuju kehidupan kekal.

Membangun kesendirian yang positif perlu didukung oleh komunitas umat beriman. Kehadiran dan keterlibatan pastor, dewan pastoral paroki, kaum muda, kelompok-kelompok kategorial dapat membawa berkat tersendiri bagi kaum lansia. Dukungan ini menunjukkan bahwa lansia tidak dilupakan, dan bahwa mereka masih menjadi bagian integral dari tubuh Kristus, sebagaimana ditekankan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 1992).

Mengubah Kesepian menjadi Momen Refleksi dan Kedekatan dengan Tuhan

Kesendirian yang dialami lansia, terutama setelah kehilangan atau berkurangnya interaksi sosial, bisa menjadi momen berharga untuk pertumbuhan rohani. Dalam tradisi Katolik, kesendirian bukanlah hal negatif; justru bisa menjadi peluang untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Santo Paulus mengingatkan jemaat di Filipi (Flp 4:6-7) untuk menghadapi segala situasi, termasuk kesendirian, dengan doa dan ucapan syukur, yang menciptakan kesempatan untuk berserah kepada Tuhan.

Para pakar spiritual menekankan pentingnya kesendirian sebagai waktu untuk introspeksi dan pencarian Tuhan. Thomas Merton dalam New Seeds of Contemplation (1961) menyebut kesunyian sebagai momen bagi jiwa untuk terbuka di hadapan Tuhan. Bagi lansia, kesendirian dapat diubah menjadi momen refleksi, memungkinkan mereka mengevaluasi kehidupan dan memperdalam hubungan dengan Tuhan melalui doa dan meditasi.

Gereja Katolik mengajak lansia menggunakan waktu kesendirian untuk mengevaluasi perjalanan hidup mereka. Dalam Katekismus Gereja Katolik, doa meditasi dilihat sebagai dialog dengan Tuhan, yang membantu individu memahami kasih Tuhan dalam hidup mereka. Kesempatan untuk refleksi ini memungkinkan lansia bertumbuh dalam iman dan menemukan makna dalam setiap pengalaman hidup.

Memperdalam hubungan spiritual melalui doa dan refleksi dapat membantu mengatasi kesepian. Doa tidak hanya menyampaikan permohonan kepada Tuhan, tetapi juga mendekatkan jiwa kepada-Nya, membawa kedamaian batin. Mazmur mengajarkan bahwa Tuhan dekat dengan orang yang patah hati, menghibur mereka yang merasa terluka dan kesepian (Mzm 34:18).

Paus Benediktus XVI dalam Deus Caritas Est (2005), menekankan bahwa doa adalah ekspresi kasih manusia kepada Tuhan. Joan Chittister dalam Spirituality of Aging (2009) juga menyarankan doa harian sebagai cara lansia mengalihkan perhatian dari kesepian kepada refleksi kasih. Lansia yang merasa terisolasi dapat menjadikan doa sebagai bagian rutin hidup, sehingga kesendirian menjadi penuh makna.

Refleksi spiritual dapat membawa lansia menemukan arti dalam pengalaman hidup. Melalui doa, rosario, dan bacaan Kitab Suci, lansia mendengar suara Tuhan yang membimbing mereka keluar dari kesepian menuju iman yang lebih terang. Praktik ini membantu lansia merenungkan kehidupan mereka dalam terang Tuhan.

Gereja Katolik melihat kesepian dan penderitaan sebagai bagian dari jalan salib yang dilalui oleh orang beriman. Penderitaan, termasuk kesepian, dapat membawa seseorang lebih dekat kepada Tuhan, seperti yang dialami Yesus di Taman Getsemani. Paus Yohanes Paulus II (1984) menekankan bahwa penderitaan yang dipersatukan dengan Kristus memiliki makna penebusan. Bagi lansia, kesepian dapat dipahami sebagai bagian dari perjalanan iman yang mendekatkan mereka kepada Tuhan dan memperkaya kehidupan spiritual.

Uraian di atas menunjukkan, kesepian dan kesendirian memiliki perbedaan mendasar. Kesepian adalah perasaan terisolasi, sedangkan kesendirian dapat menjadi pilihan sadar untuk refleksi dan pertumbuhan rohani. Dalam iman Katolik, kesendirian bisa menjadi momen mendekatkan diri kepada Tuhan melalui doa, sakramen, dan keterlibatan dalam komunitas gereja, sehingga lansia dapat mengubah kesendirian menjadi ruang penuh makna dan kedamaian. Dengan dukungan komunitas dan kegiatan rohani, lansia dapat mengisi kesendirian dengan harapan dan kekuatan baru, memperdalam hubungan dengan Tuhan dan sesama, serta menemukan kedamaian batin yang mendukung perjalanan hidup mereka di usia senja. (*)

Merauke, 3 Desember 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun