Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Meruntuhkan Sekat Gender, Membangun Komunikasi dan Bahasa yang Setara dan Empatik

19 November 2024   06:05 Diperbarui: 19 November 2024   06:08 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Menggunakan bahasa inklusif: Bahasa inklusif adalah cara penting untuk menghindari frasa atau asumsi yang bias gender. Holmes (2006) mencatat bahwa bahasa yang menghindari stereotip atau terminologi yang condong pada satu gender dapat menciptakan lingkungan komunikasi yang lebih setara. Misalnya, menggunakan istilah "karyawan" alih-alih "karyawati" untuk mengacu pada perempuan di tempat kerja menghilangkan bias implisit bahwa posisi tertentu lebih cocok untuk gender tertentu.

Edukasi dan pelatihan kesadaran gender: Pendidikan adalah cara efektif untuk mengubah pola pikir yang terbentuk oleh stereotip. Pelatihan kesadaran gender di tempat kerja dan sekolah dapat membantu individu mengenali dan mengatasi bias komunikasi. Cameron (2007) menekankan pentingnya membekali individu dengan pengetahuan tentang bagaimana stereotip gender terbentuk dan dampaknya terhadap komunikasi. Program pelatihan yang melibatkan simulasi dan diskusi terbuka tentang pengalaman komunikasi dapat meningkatkan pemahaman dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif. 

Mengatasi stereotip gender dalam komunikasi adalah langkah penting untuk menciptakan interaksi yang setara, empatik, dan inklusif, karena stereotip sering membatasi potensi individu, memicu kesalahpahaman, dan memperburuk ketimpangan dalam berbagai hubungan. Dengan memahami dampak stereotip ini, kita dapat lebih bijaksana dalam menghargai perbedaan dan mengadopsi pendekatan inklusif melalui langkah-langkah seperti meningkatkan kesadaran diri, mendengar tanpa prasangka, menggunakan bahasa inklusif, serta mendorong empati. Pelatihan kesadaran gender juga berperan penting dalam membangun budaya komunikasi yang terbuka dan menghormati keberagaman, sehingga diperlukan kesadaran kolektif dan komitmen individu untuk menghindari bias, menjembatani perbedaan, dan menciptakan ruang komunikasi yang lebih adil dan bermakna bagi semua. (*)

Merauke, 19 November 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun