Menenangkan Keluarga
Setelah melewati ujian masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan tekad dan persiapan matang, Josefa kembali ke Kampung Tabonji dengan harapan dan kekhawatiran yang bercampur aduk. Salah satu prioritasnya adalah menenangkan hati keluarganya, terutama orang tuanya yang masih merasa cemas dengan keputusannya untuk kuliah jauh di Bogor.
Ketika Josefa tiba di kampung halamannya, suasana di rumahnya terasa hening dan tegang. Dia mengundang kedua orang tuanya untuk duduk bersama di ruang tamu yang hangat dan nyaman. Dengan penuh kelembutan, Josefa menjelaskan dengan rinci tentang proses ujian yang dia lalui dan hasil yang telah diraihnya.
"Mama, Papa, saya ingin kalian tahu bahwa saya sudah melewati ujian masuk dengan baik," kata Josefa membuka pembicaraan.
Mamanya menatapnya dengan mata penuh harap. "Bagaimana hasilnya, Nak? Apakah kamu diterima?"
Josefa tersenyum, "Iya, saya diterima. Saya yakin bahwa keputusan saya untuk kuliah di IPB adalah langkah yang tepat untuk masa depan kita di kampung ini."
Papanya, yang awalnya skeptis, mulai merasa lega mendengar penjelasan dan alasan yang kuat dari Josefa. "Apa yang membuatmu begitu yakin, Josefa?"
"Saya belajar banyak tentang teknik pertanian modern yang bisa kita gabungkan dengan kearifan lokal. Dengan ilmu itu, saya bisa membantu meningkatkan hasil pertanian di kampung kita," jelas Josefa dengan semangat.
Selama beberapa hari berikutnya, Josefa terus berdiskusi dengan orang tuanya tentang rencana studinya di IPB dan bagaimana dia akan mengintegrasikan pengetahuan modern yang diperolehnya dengan kearifan lokal yang telah ada di kampung mereka. Dia membuka buku-buku referensi dan hasil penelitian yang sudah dia bawa pulang, menjelaskan dengan sabar setiap detail tentang teknik pertanian yang dia pelajari.
"Sini, Mama, Papa, lihat buku ini," kata Josefa sambil membuka salah satu buku yang dia bawa. "Di sini dijelaskan bagaimana cara mengoptimalkan lahan pertanian dengan metode yang lebih efisien."
Mamanya mengamati buku tersebut dengan penuh minat. "Wah, menarik sekali. Apakah itu benar-benar bisa diterapkan di sini?"
"Tentu saja, Ma. Itulah tujuan saya belajar di IPB, agar saya bisa membawa ilmu ini kembali ke kampung kita," jawab Josefa dengan yakin.
Perlahan tapi pasti, kekhawatiran orang tua Josefa mulai berubah menjadi dukungan dan kebanggaan. Mereka menyadari bahwa keputusan Josefa adalah langkah maju bagi keluarga dan komunitas mereka secara keseluruhan. Dengan kehadiran Josefa di IPB, mereka yakin akan ada inovasi dan pembaharuan yang akan membawa manfaat besar bagi pertanian di Kampung Tabonji.
"Papa sangat bangga padamu, Josefa. Kamu telah menunjukkan tekad yang luar biasa," kata Papanya dengan mata berbinar.
"Dukungan kalian sangat berarti bagi saya. Saya akan berusaha keras untuk membuat kalian bangga," jawab Josefa dengan penuh haru.
Inilah yang menggambarkan betapa pentingnya komunikasi terbuka dan pengertian dalam menjalin hubungan keluarga yang harmonis dan mendukung. Josefa tidak hanya berhasil menenangkan hati orang tuanya, tetapi juga memperkuat komitmen dirinya untuk mengabdi pada masyarakat dan memajukan potensi pertanian di daerahnya.
Perpisahan dengan Teman
Didimus menghela nafas panjang, matanya terfokus ke arah perjalanan yang akan Josefa tempuh ke Bogor. "Josefa, aku tidak bisa membayangkan kampung ini tanpa kehadiranmu," katanya dengan suara yang sedikit tercekat.
Josefa tersenyum pahit, mencoba menyembunyikan rasa sedihnya. "Aku juga merasa sulit untuk meninggalkan kalian semua, Didimus. Kamu, teman-teman, dan kampung halaman ini selalu ada di hatiku."
Didimus mengangguk, wajahnya penuh haru. "Kami semua bangga padamu, Josefa. Kamu adalah harapan kami untuk membawa perubahan positif bagi kampung kita."
Josefa menatap temannya dengan penuh tekad. "Aku akan belajar keras dan kembali dengan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua di sini. Kamu harus tetap semangat, Didimus. Kita akan tetap terhubung, baik lewat telepon atau pesan."
Didimus tersenyum lebar. "Kita pasti akan tetap terhubung, Josefa. Percayalah, kita akan mengubah dunia, seperti yang kita impikan dulu."
Pagi itu, di hari keberangkatan Josefa, seluruh kampung berkumpul memberikan perpisahan hangat. Mereka berjajar di tepi jalan dengan senyum haru, membawa bunga dan doa restu untuk Josefa. Suasana hangat dan penuh cinta itu menguatkan Josefa untuk langkah besar yang akan diambilnya.
Saat pesawat lepas landas, Josefa melihat kampungnya semakin kecil di bawah sana. Namun, dia merasa hatinya lebih besar dari sebelumnya, diperkaya dengan kenangan indah dan semangat dari kampung halamannya. Perpisahan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan baru menuju mimpinya yang lebih besar.
"Bersiaplah, dunia. Aku datang," gumam Josefa dalam hati, dengan tekad bulat dan semangat yang menggebu-gebu.
(Bersambung)
Merauke, 8 November 2024
Agustinus Gereda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H