Para kudus tidak hanya mendoakan kebutuhan fisik dan spiritual kita, tetapi juga memperkuat kita dalam menghadapi pencobaan, mengarahkan kita menuju hidup yang kudus. Karl Rahner menekankan bahwa para kudus adalah "saksi harapan" yang menunjukkan bahwa kehidupan kekal adalah tujuan kita dan menjadi pembela bagi kita yang masih dalam perjuangan. Menurutnya, dalam Theological Investigation (1961), "Doa para kudus bukan hanya sebuah konsep teologis, melainkan kenyataan hidup rohani yang mengikat kita pada persekutuan surgawi." Selain itu, Kitab Wahyu menggambarkan para kudus dan malaikat di surga yang membawa doa-doa umat beriman kepada Allah seperti "kemenyan yang dipersembahkan di hadapan takhta-Nya" (Why 5:8).
Mengembangkan devosi kepada para kudus dapat dilakukan melalui berbagai praktik yang mempererat hubungan spiritual kita dengan mereka, sehingga kita dapat memperoleh inspirasi dan dukungan rohani dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk devosi yang umum adalah doa novena, yaitu doa yang dilakukan selama sembilan hari berturut-turut dengan intensi khusus yang dipersembahkan melalui bantuan seorang kudus, misalnya Santo Yosef maupun Santa Maria. Doa novena ini mencerminkan kepercayaan pada peran para kudus sebagai perantara doa-doa kita kepada Allah.
Selain doa, mengenal kisah hidup para kudus membantu kita terinspirasi oleh perjuangan iman mereka. Santa Teresa dari Avila, dalam The Book of Her Life (1562), menyatakan bahwa "membaca tentang para kudus membangkitkan hasrat dalam jiwa untuk meneladani mereka." Paus Benediktus XVI, dalam Spe Salvi (2007), menegaskan bahwa "devosi kepada para kudus mengingatkan kita pada teladan kekudusan yang nyata dan menumbuhkan rasa persaudaraan di dalam Kristus." Devosi ini mengarahkan kita untuk mengembangkan iman yang kuat, mengetahui bahwa kita didampingi oleh "awan saksi" dalam perjalanan iman kita (Ibr 12:1). Dengan mengenal para kudus, kita juga belajar bagaimana menghadapi tantangan kehidupan sesuai kehendak Allah dan menemukan kekuatan untuk bertahan dalam iman. Devosi ini memperkuat keyakinan bahwa hidup kita adalah bagian dari persekutuan besar dengan Gereja di dunia dan di surga, menjadikan kita sebagai umat yang saling mendukung melalui doa dan kasih.
Berjalan di Jalan Kekudusan: Belajar dari Para Kudus
Para kudus dalam Gereja Katolik dikenal karena keutamaan hidup yang mereka praktikkan sebagai perwujudan iman mereka yang mendalam. Keutamaan-keutamaan ini, seperti kerendahan hati, kesabaran, kasih, dan penyerahan diri, adalah manifestasi dari kasih mereka kepada Allah dan sesama. Santo Fransiskus dari Assisi menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati ada dalam penyerahan total kepada Allah, bukan pada harta duniawi. Santa Teresa dari Avila menekankan pentingnya kesabaran dalam hidup rohani, dengan mengatakan bahwa "kesabaran mencapai segala sesuatu." Dalam Surat kepada umat di Kolose, Rasul Paulus menulis, "Kenakanlah kasih, yang menyatukan dan menyempurnakan" (Ko 3:14). Para kudus hidup dengan kesadaran bahwa kasih adalah inti dari kehidupan rohani. Paus Yohanes Paulus II, dalam Christifideles Laici (1988), menekankan bahwa para kudus adalah "saksi keutamaan" yang menjadi teladan bagi kita untuk mengikuti Yesus dalam pengabdian total kepada Allah dan sesama.
Berjalan di jalan kekudusan tidak harus dimulai dengan langkah-langkah besar, tetapi tindakan sederhana yang dapat dilakukan setiap hari. Gereja mengajarkan bahwa kita dapat mencapai kekudusan dengan berdoa dan meminta bantuan para kudus untuk mendampingi kita dalam pertumbuhan rohani kita. Doa kepada para kudus, seperti doa novena memperkuat ikatan kita dengan mereka dan membantu kita mendapatkan inspirasi dalam perjalanan iman kita.
Selain doa, berusaha mengikuti keutamaan para kudus dalam kehidupan sehari-hari adalah langkah konkret menuju kekudusan. Kita dapat mempraktikkan kerendahan hati, kesabaran, kasih, dan penyerahan diri, meskipun dalam tindakan kecil. Paus Benediktus XVI, dalam Deus Caritas Est (2005), menekankan pentingnya keutamaan dalam hidup sehari-hari, dengan menyatakan bahwa "kekudusan terdiri atas cinta yang diwujudkan dalam tindakan nyata kepada sesama."
Mencintai sesama seperti yang diajarkan oleh Yesus adalah panggilan yang dapat diwujudkan melalui kebaikan kecil, seperti membantu orang yang membutuhkan, mendengarkan dengan tulus, dan bersikap pemaaf. Kitab Suci menekankan pentingnya tindakan kasih ini: "Iman tanpa perbuatan adalah mati" (Yak 2:26). Langkah-langkah kecil ini mengantar kita menuju hidup yang semakin dekat dengan Allah dan semakin mencerminkan kasih Kristus.
Uraian di atas memperlihatkan, setiap umat beriman diundang untuk berjalan dalam kekudusan bersama para kudus di surga, yang bukan hanya teladan, tetapi juga sahabat spiritual setia. Mereka menginspirasi dan menunjukkan bahwa meski jalan kekudusan penuh tantangan, kita mampu melaluinya dengan percaya kepada Tuhan. Para kudus hadir dalam doa dan iman kita, menjadi saksi bahwa kekudusan bukanlah hal yang mustahil. Dengan membuka diri pada rahmat Tuhan dan tekun melangkah, kita menemukan kekuatan dalam persatuan dengan mereka, yang selalu mendampingi kita menuju kehidupan abadi di hadapan Allah. (*)
Merauke, 1 November 2024
Agustinus Gereda