Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membelanjakan dan Menyimpan Sisanya ataukah Menyimpan dan Membelanjakan Sisanya?

31 Oktober 2024   05:06 Diperbarui: 31 Oktober 2024   07:44 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 31 Oktober diperingati Hari Menabung Sedunia (World Savings Day), yang dicanangkan pertama kali pada 1924 di Milan, Italia, bertepatan dengan Kongres Penghematan Internasional. Profesor Filippo Ravizza bersama asosiasi penghematan dari berbagai negara menginisiasi hari ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menabung sebagai kunci ketahanan ekonomi, baik dalam menghadapi situasi tak terduga maupun merencanakan masa depan. Namun, di tengah meningkatnya gaya hidup konsumtif, kebiasaan menabung sering tergeser oleh pola umum "membelanjakan penghasilan dan menyimpan sisanya" daripada "menyimpan penghasilan dan membelanjakan sisanya." Artikel ini berusaha membahas pentingnya perubahan pola pikir menuju kebiasaan menabung sebagai langkah untuk memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang.

Menabung vs. Belanja: Kebiasaan Finansial Masyarakat

Di banyak negara, termasuk Indonesia, terdapat kecenderungan masyarakat "membelanjakan penghasilan dan menyimpan sisanya" daripada "menyimpan penghasilan dan membelanjakan sisanya." Pola ini umumnya didorong oleh gaya hidup konsumtif yang semakin berkembang, terutama di kalangan generasi muda. Menurut Suze Orman dalam The Money Book for the Young, Fabulous & Broke (2005), gaya hidup konsumtif dapat menjebak seseorang dalam siklus keuangan yang tidak sehat. Selain itu, pola ini sangat berisiko karena membuat seseorang lebih fokus pada kepuasan jangka pendek, dan sering mengabaikan keamanan finansial masa depan.

Selain gaya hidup konsumtif, minimnya edukasi finansial juga menjadi penyebab utama di balik kebiasaan ini. Dikutip dari Financial Literacy: Implications for Retirement Security and the Financial Marketplace (2007), rendahnya pengetahuan finansial menyebabkan banyak orang tidak memahami pentingnya menabung untuk tujuan jangka panjang, seperti dana pensiun atau dana darurat. Karena itu, edukasi finansial sejak dini memainkan peran kunci dalam membantu individu membuat keputusan keuangan yang lebih bijaksana, yang pada gilirannya dapat mendukung stabilitas ekonomi keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.

Kebiasaan berbelanja tanpa mempertimbangkan tabungan memiliki dampak finansial yang merugikan dalam jangka panjang. Dalam Your Money or Your Life (2008), Vicki Robin menyatakan bahwa mengabaikan tabungan berarti menempatkan diri dalam risiko finansial, terutama dalam menghadapi situasi darurat atau masa pensiun. Banyak orang akhirnya terjebak dalam utang ketika mereka tidak memiliki dana darurat untuk situasi tak terduga seperti biaya kesehatan atau kehilangan pekerjaan. Kebiasaan ini pada akhirnya membatasi peluang seseorang untuk mencapai stabilitas finansial dan membangun aset di masa depan. Menurut Jeremy Siegel, dalam artikel The Importance of Saving for Retirement (2012), tanpa tabungan yang memadai, seseorang akan mengalami kesulitan menjaga standar hidup ketika memasuki masa pensiun. Banyak orang yang bergantung sepenuhnya pada penghasilan tanpa memikirkan tabungan, sehingga menghadapi risiko keuangan serius di masa tua, yang bisa berdampak buruk pada kesejahteraan fisik dan mental.

Mengapa Menabung Penting untuk Stabilitas Ekonomi?

Tabungan memainkan peran mendasar dalam stabilitas ekonomi baik di tingkat individu maupun nasional. Menurut Thomas J. Stanley & William D. Danko, dalam The Millionaire Next Door (1996), keluarga yang biasa menabung cenderung memiliki keuangan yang lebih stabil, bahkan ketika pendapatan berfluktuasi. Tabungan memberikan landasan keuangan yang kuat untuk menghadapi berbagai fase kehidupan, seperti pendidikan anak atau perencanaan pensiun, serta meminimalkan ketergantungan pada utang. Kemampuan menyisihkan sebagian dari pendapatan memungkinkan keluarga untuk menciptakan cadangan dana yang dapat diandalkan dalam situasi krisis.

Di tingkat nasional, tabungan juga berfungsi sebagai penopang stabilitas ekonomi yang penting. Seperti yang dijelaskan oleh Angus Deaton dalam The Great Escape: Health, Wealth, and the Origins of Inequality (2013), tabungan masyarakat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Kebiasaan menabung memperkuat pasar keuangan domestik dan memungkinkan pemerintah  menjalankan program pembangunan berkelanjutan tanpa terlalu bergantung pada utang luar negeri. Tabungan yang kuat di tingkat individu berkontribusi pada likuiditas perbankan yang sehat, yang pada gilirannya mendukung stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.

Dalam situasi darurat, tabungan dapat menjadi penyelamat. David Bach, dalam The Automatic Millionaire (2004), menjelaskan bahwa tanpa cadangan keuangan, seseorang yang kehilangan pekerjaan atau menghadapi kondisi medis yang tak terduga akan mengalami kesulitan keuangan yang luar biasa. Dengan menyisihkan setidaknya tiga hingga enam bulan pengeluaran sebagai dana darurat, individu dapat menghadapi krisis tanpa harus berutang atau menjual aset berharga. Selain itu, tabungan darurat memberikan rasa aman yang signifikan, yang sangat penting untuk kesejahteraan emosional dan stabilitas keuangan.

Krisis kesehatan global, seperti pandemi COVID-19 adalah contoh bagaimana tabungan berperan penting dalam menghadapi keadaan darurat. Dalam artikel Economic Consequences of COVID-19: Lessons from Past Economic Crises (2020), Carmen Reinhart & Kenneth mencatat bahwa masyarakat dengan tabungan memadai lebih mampu bertahan dan memenuhi kebutuhan dasar selama krisis dibandingkan mereka yang tidak memiliki cadangan dana. Pandemi ini memperlihatkan dampak destruktif dari minimnya tabungan dalam masyarakat, sehingga banyak keluarga terpaksa berutang atau bahkan jatuh miskin karena kehilangan sumber pendapatan tanpa dana cadangan.

Mengubah Pola Pikir: Menyimpan Penghasilan dan Membelanjakan Sisanya

Strategi menabung yang efektif dapat dimulai dengan beberapa langkah sederhana. David Bach (2004) merekomendasikan metode "bayar diri sendiri terlebih dahulu," yaitu menyisihkan sebagian pendapatan untuk ditabung sebelum membayar pengeluaran lainnya. Menurutnya, kebiasaan ini membantu membangun tabungan secara otomatis dan memungkinkan seseorang mencapai tujuan keuangan tanpa merasa terbebani oleh tuntutan konsumsi sehari-hari. Selain itu, pentingnya menabung secara konsisten, bahkan dalam jumlah kecil, karena secara kumulatif akan membawa dampak besar dalam jangka panjang.

Elizabeth Warren & Amelia Warren dalam All Your Worth: The Ultimate Lifetime Money Plan (2005) memperkenalkan prinsip 50/30/20, yang mengalokasikan 50% penghasilan untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan atau pembayaran utang. Dengan menggunakan persentase ini, seseorang akan memiliki pedoman jelas dalam mengelola pendapatan tanpa merasa perlu menambah utang atau mengorbankan tujuan keuangan jangka panjang. Selain itu, perlu ditetapkan tujuan finansial, seperti membeli rumah atau pensiun dini, untuk menjaga motivasi menabung tetap tinggi.

Pendidikan finansial sejak dini sangat penting untuk membentuk pola pikir sehat mengenai menabung sebagai prioritas utama, bukan pilihan. Annamaria Lusardi dalam Financial Literacy and Retirement Preparedness: Evidence and Implications for Financial Education (2011) mengungkapkan bahwa edukasi finansial yang baik berperan penting dalam membantu individu memahami dasar-dasar pengelolaan uang, termasuk cara menabung dan berinvestasi. Semakin dini seseorang memahami nilai uang dan manfaat menabung, semakin besar kemungkinannya memiliki kebiasaan finansial yang sehat hingga dewasa. Pendidikan ini dapat mencakup cara membuat anggaran, menyusun rencana keuangan, dan memahami dampak pengeluaran yang berlebihan terhadap kesehatan finansial.

Menurut Robert T. Kiyosaki, dalam Rich Dad Poor Dad (1997), pengajaran finansial bukan sekadar teori, melainkan latihan berkelanjutan yang akan menjadi bagian penting dari kehidupan. Keluarga dan institusi pendidikan mengajarkan keterampilan finansial yang praktis kepada anak-anak dan remaja untuk mendorong kesadaran menabung. Ketika seseorang memiliki pemahaman mendalam tentang uang, ia lebih cenderung menempatkan menabung sebagai prioritas utama. Pendidikan finansial ini perlu diberikan dalam konteks kehidupan nyata, seperti mengelola uang saku atau menabung untuk tujuan tertentu, agar dapat diaplikasikan dengan efektif.

Menabung sebagai Investasi untuk Masa Depan

Menabung jauh lebih produktif jika dikombinasikan dengan bentuk investasi yang sesuai, seperti deposito, reksa dana, atau saham. Menurut John C. Bogle, dalam The Little Book of Common Sense Investing (2007), salah satu cara paling efektif untuk memaksimalkan tabungan adalah dengan melakukan investasi jangka panjang yang beragam, seperti indeks saham atau reksa dana. Dengan mengalokasikan sebagian tabungan ke dalam instrumen investasi yang stabil, individu tidak hanya melindungi nilai asetnya dari inflasi, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan nilai tersebut seiring waktu.

Paul Merriman dalam Financial Fitness Forever: 5 Steps to More Money, Less Risk, and More Peace of Mind (2011) menyarankan deposito dan reksa dana bagi mereka yang baru memulai investasi. Deposito berjangka adalah pilihan yang aman bagi investor pemula karena risikonya lebih rendah dan memberikan kepastian imbal hasil. Sementara itu, reksa dana dapat menjadi alternatif yang menawarkan diversifikasi aset dengan manajemen risiko yang baik. Investasi saham cocok bagi individu dengan toleransi risiko lebih tinggi dan jangka waktu yang lebih panjang, karena meski memiliki fluktuasi harga, saham secara historis menghasilkan keuntungan lebih tinggi dalam jangka panjang.

Menabung dan berinvestasi memberikan dampak positif bagi stabilitas finansial dan kualitas hidup di masa depan. Seperti dijelaskan oleh William Bernstein dalam The Four Pillars of Investing (2002), salah satu keuntungan utama dari menabung dan berinvestasi adalah persiapan finansial untuk masa pensiun. Dengan menabung secara konsisten dan menginvestasikannya, seseorang dapat mengamankan masa pensiun yang nyaman tanpa bergantung pada bantuan orang lain atau mengalami keterbatasan finansial. Selain itu, menabung dan berinvestasi menciptakan dana darurat dan dana pensiun yang dapat diandalkan.

Untuk pendidikan anak, Laura Vanderkam dalam All the Money in the World: What the Happiest People Know About Getting and Spending (2012) menekankan pentingnya investasi sebagai cara membiayai pendidikan tinggi anak. Biaya pendidikan terus meningkat, dan dengan berinvestasi sejak dini, orang tua dapat mempersiapkan dana pendidikan anak tanpa harus mengutang atau mengganggu rencana keuangan lain. Dibutuhkan alokasi tabungan untuk pendidikan dalam instrumen investasi yang lebih aman dan jangka panjang, seperti obligasi atau reksa dana pendidikan.

Hari Menabung Sedunia mengingatkan kita bahwa menabung bukan hanya soal menyisihkan uang, melainkan membangun keamanan dan ketenangan finansial untuk kehidupan yang lebih stabil. Ini adalah momen untuk mengevaluasi kebiasaan finansial kita, agar dapat memaksimalkan peluang demi masa depan yang lebih baik. Dengan mengutamakan kebutuhan masa depan melalui kebiasaan "menyimpan dan membelanjakan sisanya," kita tidak hanya memperkuat ketahanan finansial, tetapi juga menciptakan kemandirian untuk menghadapi segala situasi tak terduga. Menabung adalah investasi bagi kebahagiaan dan kesejahteraan di masa depan---langkah bijak yang bisa dimulai dari sekarang. (*)

Merauke, 31 Oktober 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun