Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Penguatan Literasi Bahasa dan Sastra Menghadapi Tantangan Zaman Generasi Muda

28 Oktober 2024   06:05 Diperbarui: 28 Oktober 2024   07:40 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dampak globalisasi terhadap budaya literasi lokal: Pengaruh literasi global, terutama dari karya-karya sastra populer asing, sering membuat generasi muda lebih tertarik pada bacaan dari luar negeri dibandingkan dengan sastra Indonesia. Akibatnya, banyak karya sastra lokal yang kurang diapresiasi dan berpotensi tergerus oleh karya-karya yang lebih mengglobal. Proses ini berisiko menurunkan penghayatan terhadap nilai-nilai lokal dan identitas budaya bangsa yang terwujud dalam bahasa dan sastra Indonesia. Benedict Anderson dalam Imagined Communities (1991) mengungkapkan, "Bahasa nasional dan sastra adalah elemen penting dalam membangun identitas bersama, tetapi arus globalisasi sering kali memperlemah peran ini melalui dominasi budaya asing." Sastra Indonesia, sebagai refleksi budaya dan sejarah bangsa, membutuhkan perhatian lebih dalam menghadapi gempuran budaya global. Generasi muda perlu didorong untuk melihat kekayaan bahasa dan sastra lokal sebagai aset penting dalam mempertahankan identitas dan kearifan lokal di tengah arus globalisasi.

Kurangnya dukungan pendidikan terhadap penguatan literasi: Sistem pendidikan saat ini masih menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan penguatan literasi bahasa dan sastra secara holistik. Kurikulum yang ada belum sepenuhnya menekankan pentingnya literasi bahasa dan sastra sebagai pondasi bagi perkembangan intelektual generasi muda. Banyak sekolah yang masih mengutamakan pengajaran berbasis hafalan daripada mendorong siswa untuk berpikir kritis melalui analisis sastra dan pengembangan kemampuan literasi bahasa. Ini mengakibatkan rendahnya kemampuan literasi siswa untuk memahami teks-teks kompleks, terutama yang berkaitan dengan isu sosial, politik, dan budaya. Menurut Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed (1970), "Pendidikan harus berfungsi untuk membebaskan, dan literasi merupakan alat penting dalam proses tersebut. Namun, banyak sistem pendidikan yang gagal memberikan ruang bagi literasi yang mendorong pemikiran kritis." Sistem pendidikan yang belum memprioritaskan literasi bahasa dan sastra menyebabkan siswa tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk memahami dan menganalisis informasi secara kritis. Kurangnya dukungan pendidikan ini menjadi hambatan besar dalam penguatan literasi yang harus dihadapi di era modern.

Solusi Menguatkan Literasi Bahasa dan Sastra

Peningkatan program literasi sekolah: Salah satu solusi penting adalah memperkuat program literasi di sekolah melalui pendekatan yang berkelanjutan. Program literasi yang dirancang dengan baik tidak hanya berfokus pada kemampuan teknis membaca dan menulis, tetapi juga membangun apresiasi terhadap bahasa dan sastra. Menurut Ki Hadjar Dewantara (1949), "Pendidikan harus memerdekakan, dan literasi adalah jalan menuju kebebasan berpikir dan bertindak." Sekolah dapat memperkuat literasi melalui kegiatan seperti hari baca nasional, lomba literasi, dan pembelajaran berbasis proyek yang mengintegrasikan penulisan kreatif dan analisis teks sastra. Riset juga menunjukkan bahwa literasi di sekolah harus dimulai sedini mungkin. Bonnie B. Armbruster menyebutkan dalam Put Reading First (2001), bahwa "kunci utama kesuksesan literasi adalah membangun kebiasaan membaca yang konsisten dan bermakna di lingkungan pendidikan formal." Karena itu, peningkatan program literasi di sekolah harus menjadi prioritas dalam sistem pendidikan untuk memastikan setiap siswa mendapatkan bekal literasi yang memadai dalam menghadapi era modern.

Pemanfaatan teknologi untuk mendukung literasi: Penggunaan aplikasi berbasis literasi, e-book, dan platform digital lainnya dapat membantu memperluas akses dan meningkatkan minat baca di kalangan anak-anak dan remaja. Menurut Marc Prensky dalam Digital Natives, Digital Immigrants (2001), "Generasi muda hari ini adalah digital native, dan teknologi menjadi bagian integral dari kehidupan mereka, sehingga pendekatan literasi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan mereka." Selain itu, platform seperti e-book dan aplikasi literasi digital memungkinkan akses mudah ke berbagai karya sastra, memperkenalkan anak-anak kepada literasi melalui media yang dianggap menarik. Hal ini penting untuk menjembatani kesenjangan minat baca di era digital. Lebih jauh, teknologi dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran kolaboratif, sehingga siswa dapat berbagi ide dan berpartisipasi dalam diskusi literasi melalui forum online atau platform interaktif.

Peran komunitas dan keluarga dalam mendukung literasi: Membentuk lingkungan yang mendukung minat membaca dan menulis di rumah dapat menjadi langkah awal yang signifikan dalam membangun budaya literasi yang berkelanjutan. James S. Kim dalam penelitiannya, The Effective of Home Reading (2006), menunjukkan bahwa "Keterlibatan keluarga dalam membangun kebiasaan membaca di rumah adalah faktor utama dalam mengembangkan minat literasi pada anak-anak. Komunitas juga dapat memainkan peran dengan menyelenggarakan kegiatan literasi seperti perpustakaan umum, klub buku, dan lokakarya penulisan kreatif. Melalui kegiatan ini, masyarakat dapat menciptakan suasana yang memungkinkan literasi menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Marilyn Cochran-Smith, dalam Walking the Road: Race, Diversity, and Social Justice in Teacher Education (2004), menyatakan bahwa "Pembelajaran literasi tidak hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab kolektif komunitas dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung."

Refleksi peringatan Sumpah Pemuda 2024 ini menunjukkan, literasi bahasa dan sastra merupakan bekal penting bagi generasi muda untuk menghadapi tantangan era modern, memungkinkan mereka berkomunikasi efektif, menganalisis informasi secara kritis, dan mengembangkan kreativitas serta empati. Untuk mencapai tujuan ini, lembaga pendidikan, masyarakat, dan pemerintah harus berperan aktif dalam memperkuat program literasi yang holistik dan mendukung minat terhadap bahasa serta sastra. Dengan literasi yang kuat, generasi muda akan mampu berpikir kritis dan kreatif, berkontribusi positif dalam pembangunan bangsa, serta siap menghadapi tantangan global menuju terwujudnya Generasi Emas yang cerdas dan berbudaya.

Merauke, 28 Oktober 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun