Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Bernalar Mahasiswa: Mencari Akar Permasalahan dan Solusinya

24 Oktober 2024   06:51 Diperbarui: 24 Oktober 2024   14:25 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurikulum yang menantang secara intelektual, dengan bacaan wajib yang memancing pemikiran kritis, juga penting. Nussbaum dalam Cultivating Humanity: A Classical Defense of Reform in Liberal Education (1997) menyatakan bahwa pendidikan yang baik harus mendorong mahasiswa mengevaluasi argumen secara kritis dan mengekspresikan pendapat secara logis.

Memadukan teori dan praktik dalam kurikulum juga esensial. Kolb dalam Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development (1984) menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan memahami teori dalam konteks nyata.

Peran dosen sebagai fasilitator diskusi sangat penting dalam meningkatkan kemampuan bernalar mahasiswa. Brookfield dalam The Skillful Teacher: On Technique, Trust, and Responsiveness in the Classroom (2015) menekankan bahwa dosen harus menciptakan lingkungan yang mendukung argumen, diskusi, dan pertanyaan kritis di kelas. Selain itu, umpan balik yang fokus pada proses berpikir mahasiswa lebih bermanfaat daripada sekadar menilai hasil akhir. Umpan balik ini membantu mahasiswa menyusun argumen lebih baik dan memperbaiki kelemahan dalam logika mereka, sehingga kemampuan bernalar mereka berkembang secara berkelanjutan.

Rendahnya kemampuan bernalar mahasiswa di perguruan tinggi adalah masalah serius yang memengaruhi kualitas pendidikan, terlihat dari kesulitan berpikir kritis dan analitis. Akar masalahnya terletak pada sistem pendidikan yang menekankan hafalan, dampak teknologi yang mendorong pola pikir instan, kurikulum yang kurang menantang, serta rendahnya budaya membaca. Namun, perbaikan masih mungkin dilakukan melalui perubahan metode pengajaran berbasis proyek, diskusi mendalam, dan tugas yang memacu pemikiran kritis, serta penggunaan teknologi secara bijak untuk mendukung pemahaman mendalam. Dengan perbaikan kurikulum yang memperkenalkan bacaan menantang dan memadukan teori serta praktik, perguruan tinggi dapat kembali menjalankan perannya untuk mengasah kemampuan intelektual dan berpikir kritis mahasiswa, sehingga lulusan siap menghadapi dunia yang semakin kompleks. (*)

Merauke, 24 Oktober 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun