Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 29-30

16 Oktober 2024   06:05 Diperbarui: 16 Oktober 2024   06:06 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengaruh Didimus

Pengaruh Didimus dalam perjalanan Josefa menuju pemahaman yang lebih dalam tentang alam dan pertanian tidak bisa diremehkan. Didimus, teman sekelas Josefa di SMA Yoanes XXIII di Merauke, memiliki peran yang sangat penting dalam membuka wawasan Josefa terhadap keanekaragaman hayati dan pentingnya menjaga lingkungan.

Didimus dikenal sebagai sosok yang cerdas namun juga penuh semangat dalam memperjuangkan kelestarian alam. Kepeduliannya terhadap lingkungan membuatnya sering berdiskusi dengan Josefa di luar jam sekolah, membahas berbagai aspek kehidupan alamiah yang begitu kaya di Papua.

"Josefa, lihat bunga anggrek ini," kata Didimus sambil menunjuk bunga anggrek yang tumbuh di pinggir hutan. "Ini salah satu spesies endemik yang hanya bisa ditemukan di Papua. Bukankah menakjubkan?"

"Iya, luar biasa sekali, Didimus," jawab Josefa dengan mata berbinar. "Aku belum pernah melihat anggrek seindah ini. Kita harus menjaga agar flora seperti ini tetap lestari."

Didimus tersenyum. "Itulah mengapa penting bagi kita untuk memahami dan melindungi lingkungan kita. Keanekaragaman hayati adalah aset yang berharga."

Bersama Didimus, Josefa mulai melihat betapa pentingnya menjaga keanekaragaman hayati sebagai aset berharga yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.

"Menurutmu, bagaimana cara terbaik untuk melestarikan tanaman seperti anggrek ini?" tanya Josefa suatu hari ketika mereka sedang duduk di bawah pohon besar.

"Pertama, kita harus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keanekaragaman hayati," jawab Didimus. "Kemudian, kita bisa mempromosikan pertanian berkelanjutan yang tidak merusak habitat asli tanaman-tanaman ini."

Perjalanan diskusi mereka tidak hanya membangun pengetahuan Josefa tentang flora dan fauna di sekitarnya, tetapi juga mempengaruhi pandangan hidupnya secara keseluruhan. Didimus memberikan perspektif baru tentang bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam tanpa merusaknya.

"Aku ingin sekali mengembangkan sistem pertanian yang selaras dengan alam, Didimus," ujar Josefa dengan penuh semangat. "Mungkin dengan cara-cara tradisional yang telah digunakan oleh masyarakat Papua sejak lama."

"Itu ide yang bagus, Josefa," Didimus merespon dengan antusias. "Kita harus memadukan kearifan lokal dengan teknologi modern untuk menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan."

Kebersamaan Josefa dan Didimus tidak hanya sekadar sebatas teman sekelas. Mereka menjadi sahabat yang saling menguatkan dalam mengejar impian masing-masing, meskipun jalur yang mereka pilih mungkin berbeda. Didimus dengan kepribadiannya yang ramah dan pengetahuannya yang luas menjadi sosok mentor bagi Josefa, membantu mengidentifikasi passion-nya dalam ilmu pertanian dan keberlanjutan.

"Saat kamu di IPB nanti, jangan lupa untuk terus belajar dan mencari tahu tentang pertanian berkelanjutan," kata Didimus suatu sore ketika mereka sedang duduk di tepi hutan. "Dan ketika kamu kembali ke Kampung Tabonji, kamu bisa menerapkan semua ilmu yang telah kamu pelajari."

"Terima kasih, Didimus. Dukunganmu sangat berarti bagiku," kata Josefa dengan tulus. "Aku akan berusaha sekuat tenaga."

Pembicaraan tentang Masa Depan 

Josefa dan Didimus mendapati diri mereka dalam sebuah percakapan yang mendalam tentang masa depan mereka masing-masing, khususnya terkait dengan visi mereka terhadap lingkungan dan pertanian di Papua. Bertemu di ruang perpustakaan sekolah setelah jam pelajaran, mereka duduk berhadapan di meja bundar yang dipenuhi dengan buku-buku tentang botani dan keanekaragaman hayati Papua.

"Josefa, kamu tahu nggak betapa pentingnya menjaga ekosistem alam Papua yang unik ini?" Didimus memulai percakapan dengan antusiasme khasnya. "Keanekaragaman hayati di sini luar biasa, tapi banyak yang belum sadar akan pentingnya keberlanjutan."

Josefa mengangguk setuju, matanya berbinar. "Benar, Didimus. Aku juga berpikir, kalau generasi muda kita harus lebih sadar dan peduli. Pendidikan tentang lingkungan sangat penting."

Didimus melanjutkan, "Betul. Apalagi kita yang punya akar budaya kuat di sini. Kita bisa menjadi contoh bagi yang lain. Aku selalu bermimpi agar kesadaran ini bisa ditanamkan sejak dini."

Josefa semakin tertarik dengan wawasan Didimus. "Aku punya impian juga, Didimus. Aku ingin berkontribusi pada kemajuan pertanian tradisional di kampung halamanku. Aku percaya, dengan pengetahuan yang tepat, kita bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat."

"Hebat! Apa yang kamu pikirkan tentang cara mencapai impianmu itu?" Didimus menatap Josefa dengan penuh rasa ingin tahu.

"Pertama-tama, aku ingin mendapatkan pendidikan lebih lanjut di bidang pertanian modern di luar Papua," jawab Josefa dengan semangat. "Setelah itu, aku akan kembali dan menerapkan pengetahuanku di sini untuk membantu komunitasku."

Didimus tersenyum penuh apresiasi. "Itu rencana yang bagus, Josefa. Pendidikan memang kunci utamanya. Aku yakin kamu bisa menghadapi tantangan yang ada."

"Aku tahu akan banyak rintangan," Josefa mengakui. "Tapi aku siap menghadapinya. Impianku ini sangat berarti bagi masyarakat kita."

Pembicaraan mereka terus berlanjut, menyentuh berbagai topik dari tantangan lingkungan yang dihadapi Papua hingga potensi pertanian berkelanjutan yang dapat dikembangkan.

"Josefa, kalau kamu butuh bantuan atau masukan, jangan ragu untuk menghubungi aku. Aku senang bisa mendukungmu," ujar Didimus menawarkan diri sebagai mentor.

"Terima kasih, Didimus. Dukunganmu sangat berarti bagiku," jawab Josefa dengan tulus.

Diskusi mereka tentang masa depan tidak hanya memperdalam persahabatan mereka tetapi juga memupuk semangat dan inspirasi di antara keduanya. Didimus menjadi mentor yang penting bagi Josefa, tidak hanya dalam hal akademis tetapi juga dalam membentuk pandangan dunia dan keyakinan pribadinya.

Josefa semakin yakin bahwa impian dan aspirasinya tidak hanya mungkin dilakukan tetapi juga sangat berarti bagi masyarakatnya. "Dengan kita bekerja sama dan saling mendukung, aku percaya kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik untuk Papua," kata Josefa dengan penuh keyakinan.

Didimus menepuk bahu Josefa dengan semangat. "Kita pasti bisa, Josefa. Bersama, kita akan membuat perubahan yang nyata."

Sub bab ini mencatat titik balik penting dalam perjalanan Josefa, di mana dia semakin yakin bahwa impian dan aspirasinya tidak hanya mungkin dilakukan, tetapi juga sangat berarti bagi masyarakatnya. Diskusi ini memberi mereka kedalaman dalam pandangan mereka tentang peran mereka dalam menjaga lingkungan dan membangun masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang di Papua.

(Bersambung)

Merauke, 16 Oktober 2024

Agustinus Gereda

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun