Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Menghormati Tamu dan Mengabaikan Diri: Tradisi dan Gengsi di Nusa Tenggara Timur?

14 Oktober 2024   06:05 Diperbarui: 14 Oktober 2024   07:26 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), yang meliputi Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Sabu, dan Rote,  memiliki tradisi yang sangat kuat dalam menyambut tamu. Hal ini dianggap sebagai berkah yang harus disambut dengan segala kehormatan. Mereka menyediakan hidangan terbaik, seperti daging ayam, telur, kambing, babi, dan beras merah, untuk menunjukkan keramahan dan penghargaan terhadap tamu yang datang. Sementara itu, kehidupan sehari-hari dalam keluarga sendiri sering sederhana, hanya mengandalkan jagung, ubi-ubian, dan sayuran sebagai makanan pokok. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan dilema yang terjadi antara penghormatan yang begitu tinggi terhadap tamu dan pengabaian terhadap kesejahteraan keluarga sendiri. Apakah sikap ini semata-mata bentuk penghormatan kepada tamu, atau adakah pengaruh gengsi yang memaksa mereka untuk memberikan yang terbaik hanya untuk dilihat orang luar?

Tradisi Menjamu Tamu di NTT

Dalam budaya NTT, tamu dipandang sebagai anugerah dan berkah yang harus disambut dengan sukacita. Sikap ini tercermin dalam pandangan masyarakat setempat bahwa kehadiran tamu membawa rezeki dan kebahagiaan bagi keluarga yang dikunjungi. Sikap menghormati tamu ini telah mengakar sejak lama, dan tidak hanya menjadi kebiasaan sehari-hari, tetapi juga bagian dari identitas dan kebanggaan budaya masyarakat NTT.

Praktik menjamu tamu di NTT sering dilakukan dengan memberikan makanan-makanan bergizi yang jarang disajikan dalam keseharian keluarga. Daging ayam, telur, kambing, babi, dan beras merah menjadi hidangan yang dipersiapkan khusus untuk para tamu. Tidak jarang, dalam suatu kunjungan, tuan rumah akan memotong hewan peliharaan untuk menunjukkan penghargaan yang besar.

Pentingnya menjamu tamu dengan hidangan terbaik juga memiliki makna simbolis dalam budaya NTT. Hidangan seperti daging ayam, telur, kambing, dan babi melambangkan rasa syukur dan keikhlasan dalam berbagi rezeki. Hal ini sekaligus menunjukkan penghargaan terhadap tamu yang dianggap sebagai 'utusan' yang membawa energi positif. Namun, sikap ini juga sering mengundang pertanyaan tentang sejauh mana praktik ini masih relevan di tengah tantangan kesejahteraan keluarga sendiri.

Keseharian Keluarga NTT

Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga-keluarga di NTT sering menghadapi keterbatasan ekonomi yang memengaruhi pola makan mereka. Banyak keluarga yang mengandalkan jagung, ubi-ubian, dan sayuran sederhana sebagai makanan pokok, sementara makanan bergizi seperti daging ayam, telur, kambing, atau beras merah lebih jarang dinikmati. Keterbatasan ini disebabkan oleh faktor ekonomi dan keterjangkauan, sehingga keluarga lebih memilih untuk menyimpan atau menjual hasil pertanian yang bernilai tinggi daripada mengonsumsinya sendiri.

Sementara keluarga hidup dengan keterbatasan dan hanya mengandalkan jagung, ubi-ubian, dan sayuran sebagai makanan utama, terdapat sebuah kontradiksi dalam tradisi masyarakat NTT yang lebih mementingkan tamu daripada anggota keluarganya sendiri. Ketika ada tamu yang datang, makanan terbaik seperti daging ayam, telur, kambing, babi, dan beras merah disajikan secara melimpah, tetapi hasil panen tersebut jarang dinikmati oleh keluarga sendiri.

Hal ini mencerminkan adanya pengaruh nilai sosial dalam budaya masyarakat NTT, bahwa menjaga reputasi dan kehormatan sebagai tuan rumah yang baik dianggap sangat penting. Namun, akibatnya, anggota keluarga sendiri sering mengabaikan kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Gereja mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam berbagi, sebagaimana tertulis dalam Surat Pertama Santo Paulus kepada Timotius, "Tetapi jika ada seorang yang tidak memelihara sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu telah menyangkal imannya" (1 Tim 5 :8). Pesan ini menekankan pentingnya menjaga kesejahteraan keluarga sebagai tanggung jawab utama sebelum memperhatikan orang luar.

Tradisi atau Gengsi?

Tradisi menghormati tamu memiliki akar yang mendalam dalam budaya NTT. Dalam konteks budaya setempat, tamu dipandang sebagai berkah yang membawa keberuntungan bagi tuan rumah. Sikap menghormati tamu ini diwujudkan dengan menyajikan hidangan terbaik sebagai bentuk penghargaan atas kehadiran mereka.

Akan tetapi, tradisi menjamu tamu dengan segala kemewahan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh gengsi sosial yang turut membentuk praktik ini. Dalam konteks masyarakat NTT, ada keinginan untuk menunjukkan kehormatan dan martabat sebagai tuan rumah yang mampu memberikan yang terbaik. Banyak yang merasa bahwa dengan menjamu tamu secara berlebihan, mereka mampu mempertahankan status sosial dan menjaga citra baik di hadapan orang lain.

Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran makna dari tradisi asli menjadi bentuk upaya mempertahankan gengsi. Ketika tradisi bertransformasi menjadi sesuatu yang dilakukan untuk memenuhi ekspektasi sosial, makna sejati menghormati tamu berpotensi untuk bergeser. Kebiasaan menyajikan makanan terbaik untuk tamu sementara keluarga sendiri jarang menikmati hasil tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan dan kesehatan keluarga. Ketergantungan pada jagung, sayuran, dan ubi-ubian sederhana sering tidak mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang, yang berisiko menyebabkan malnutrisi terutama bagi anak-anak dalam keluarga.

Implikasi dan Refleksi

Praktik menjamu tamu dengan hidangan terbaik memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi keluarga di NTT. Dalam upaya menjaga tradisi ini, keluarga sering mengorbankan sebagian besar hasil pertanian atau ternak yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri atau bahkan dijual untuk mendapatkan penghasilan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi rumah tangga, karena sumber daya yang dimiliki tidak dikelola secara berkelanjutan.

Gereja Katolik menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya dengan bijak ditekankan, terutama untuk memastikan bahwa kebutuhan keluarga dapat terpenuhi. Paus Leo XIII, dalam ensiklik Rerum Novarum (1891), menekankan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya secara bijaksana dan memastikan kesejahteraan keluarga. Hal ini berarti, meskipun memberi kepada tamu adalah tindakan mulia, kesejahteraan keluarga tidak boleh diabaikan dalam proses tersebut.

Generasi muda di NTT tampaknya memiliki pandangan yang berbeda mengenai tradisi menjamu tamu dengan kemewahan. Dalam era modern yang diwarnai oleh kesadaran akan pentingnya efisiensi dan pemenuhan kebutuhan dasar, banyak di antara mereka mulai mempertanyakan praktik ini melalui platform media sosial, terutama ketika mengakibatkan pengabaian terhadap kesejahteraan keluarga sendiri. Para pemuda lebih cenderung menilai secara rasional tentang dampak ekonomi dan kesehatan dari tradisi ini, dan mulai mencari cara untuk tetap menghormati tamu tanpa harus mengorbankan kebutuhan keluarga.

Gereja Katolik mendukung perubahan menuju praktik yang lebih berimbang. Dalam Gaudium et Spes (1965), Konsili Vatikan II menekankan bahwa tradisi harus diteruskan dengan mempertimbangkan kebutuhan zaman dan kesejahteraan manusia. Gereja mengajarkan, adalah bijaksana untuk menjaga tradisi sejauh tradisi tersebut tidak membahayakan kebutuhan dasar dan kesejahteraan keluarga. Ini berarti generasi muda dapat berinovasi untuk tetap menghargai tamu tanpa harus mengikuti cara lama yang mungkin tidak lagi relevan dengan kondisi mereka saat ini.

Penutup

Tradisi menghormati tamu di NTT merupakan warisan budaya yang sangat berharga, namun perlu dikelola dengan bijak agar tidak mengorbankan kesejahteraan keluarga sendiri. Penting bagi masyarakat untuk menemukan keseimbangan antara memuliakan tamu dan menjaga kebutuhan kesehatan dan ekonomi rumah tangga. Penghormatan terhadap tamu tidak harus diwujudkan dalam bentuk pengorbanan yang berlebihan, tetapi dapat dilakukan dengan cara-cara yang lebih sederhana, namun penuh makna.

Salah satu langkah penting dalam menjaga keseimbangan ini adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya gizi dan nutrisi untuk keluarga. Pemerintah, Gereja, dan lembaga masyarakat dapat bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesejahteraan keluarga sebagai prioritas. Melalui edukasi ini, masyarakat dapat lebih memahami bagaimana menghormati tamu secara proporsional tanpa harus mengabaikan kebutuhan dasar keluarga mereka sendiri. Selain itu, mendorong inovasi dalam cara menjamu tamu juga dapat menjadi solusi agar tradisi tetap hidup, namun tidak membebani.

Kita perlu merenungkan nilai-nilai yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah tindakan kita benar-benar mencerminkan kasih dan penghargaan, atau justru dipengaruhi oleh dorongan gengsi? Menghormati tamu adalah bagian penting dari kehidupan bermasyarakat, tetapi kesejahteraan keluarga sendiri haruslah menjadi prioritas utama. Hal ini masih perlu dikaji lebih mendalam, agar kita dapat menjaga tradisi yang baik, sekaligus memastikan bahwa keluarga kita pun memperoleh perhatian dan pemeliharaan yang layak. Hanya dengan keseimbangan ini kita dapat menciptakan komunitas yang benar-benar sejahtera dan harmonis. (*)

Merauke, 14 Oktober 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun