Masyarakat Pamakayo di Solor, Kabupaten Flores Timur, memiliki tradisi unik bernama Makan Lamak. Tradisi ini dilaksanakan pada berbagai kesempatan, seperti upacara tahbisan imam, misa pertama imam baru, perayaan komuni pertama, atau ziarah bersama pada bulan Mei dan Oktober. Dalam kegiatan ini, setiap keluarga membawa makanan dari rumah untuk dinikmati bersama di lapangan atau gedung, tanpa memandang banyaknya ataupun mahalnya makanan yang dibawa. Tradisi Makan Lamak tidak hanya menjadi momen perayaan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, dan kerukunan yang dihayati oleh masyarakat. Artikel ini bertujuan menggambarkan pentingnya tradisi Makan Lamak dalam memperkuat kebersamaan, menumbuhkan rasa solidaritas, dan menanamkan nilai kehematan di tengah masyarakat. Melalui tradisi ini, masyarakat belajar untuk saling berbagi dan hidup dalam kerukunan, serta merayakan momen-momen penting secara sederhana namun penuh makna.
Sejarah dan Makna Tradisi Makan Lamak
Tradisi Makan Lamak telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Pamakayo selama berabad-abad. Konon, tradisi ini bermula dari semangat gotong royong yang lahir saat masyarakat menghadapi tantangan hidup di masa lalu, seperti kekeringan atau gagal panen. Mereka belajar untuk berbagi apa yang dimiliki sebagai bentuk solidaritas dalam menghadapi kesulitan bersama.
Dalam konteks Pamakayo, Makan Lamak juga berkembang sebagai bentuk perayaan dalam acara-acara penting, seperti upacara tahbisan imam dan misa pertama imam baru. Kegiatan ini menguatkan rasa persaudaraan di tengah masyarakat; setiap keluarga tanpa memandang status sosial turut serta dengan membawa makanan dari rumah. Tradisi ini tidak hanya menjadi momen perayaan, tetapi juga menjadi kesempatan memperlihatkan rasa terima kasih dan penghargaan terhadap anggota komunitas yang sedang merayakan peristiwa penting dalam hidup mereka.
Makan Lamak memiliki makna budaya yang sangat mendalam; unsur kebersamaan, solidaritas, persaudaraan, dan kerukunan sangat diutamakan. Dalam tradisi ini, setiap keluarga membawa makanan dari rumah dan berbagi satu sama lain sebagai tanda persatuan. Gereja Katolik menekankan pentingnya persaudaraan sejati di antara umat beriman, sebagaimana disampaikan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Fratelli Tutti (2020): "Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan dirinya sendiri; kita hanya bisa diselamatkan bersama-sama." Dalam semangat inilah tradisi Makan Lamak menjadi wujud konkret dari persaudaraan.
Solidaritas yang diwujudkan dalam tradisi ini juga selaras dengan ajaran Gereja tentang pentingnya berbagi dan membantu sesama. Dengan membawa makanan dari rumah, masyarakat Pamakayo juga menunjukkan semangat kehematan dan menghindari pemborosan, sebuah sikap yang sangat relevan dalam menghadapai tantangan ekonomi modern. Tradisi Makan Lamak mengajarkan pentingnya nilai persaudaraan tanpa memandang perbedaan ekonomi atau status sosial. Semua orang berkumpul, berbagi, dan merayakan bersama dengan penuh kesetaraan, yang mencerminkan ajaran kasih dalam Kitab Suci. Kebersamaan ini bukan hanya sebuah perayaan, melainkan sarana untuk memperkuat relasi sosial, membangun kerukunan, dan menanamkan rasa tanggung jawab satu sama lain di dalam komunitas.
Pelaksanaan Makan Lamak di Pamakyo
Tradisi Makan Lamak di Pamakayo dilaksanakan pada berbagai kesempatan penting dalam kehidupan masyarakat, seperti upacara tahbisan imam, misa pertama imam baru, perayaan komuni pertama, dan ziarah bersama pada bulan Mei atau Oktober. Momen-momen ini bukan hanya peristiwa keagamaan, melainkan kesempatan bagi seluruh komunitas untuk berkumpul dan merayakan kebersamaan. Dalam tradisi Katolik, perayaan semacam ini sangat penting untuk mengikat persaudaraan di antara umat beriman. Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia (2003) menekankan bahwa "perayaan-perayaan liturgis adalah pusat kehidupan komunitas, karena di sana kita diundang untuk berbagi kasih dan persaudaraan sejati."
Di Pamakayo, setiap upacara penting disertai dengan Makan Lamak sebagai perwujudan syukur bersama. Misalnya, setelah tahbisan imam baru, masyarakat merasa terhormat dapat berkumpul untuk merayakan pencapaian ini bersama imam yang baru ditahbiskan. Hal ini mencerminkan semangat kebersamaan dan saling mendukung yang menjadi ciri khas masyarakat Pamakayo. Acara-acara seperti tahbisan imam dan perayaan komuni pertama di wilayah ini memiliki dimensi sosial yang sangat kuat, yakni melibatkan seluruh masyarakat dalam perayaan bersama.
Mekanisme pelaksanaan Makan Lamak cukup sederhana, tetapi memiliki makna mendalam. Setiap keluarga yang hadir membawa makanan dari rumah, tanpa memandang banyak atau mewahnya makanan tersebut, untuk dinikmati bersama di lapangan terbuka atau di gedung pertemuan. Makanan yang dibawa adalah bentuk kontribusi setiap keluarga untuk kebersamaan, tanpa adanya tekanan atau penilaian tentang apa yang mereka bawa. Makan Lamak memberikan kesempatan bagi semua orang untuk berbagi dan menikmati kebersamaan tanpa adanya hierarki atau perbedaan sosial.
Di tempat pelaksanaan Makan Lamak, makanan tidak hanya dinikmati oleh keluarga masing-masing, tetapi juga dibagi-bagikan ke keluarga lain yang mungkin membawa lebih sedikit. Mekanisme ini memperlihatkan semangat solidaritas yang kuat; setiap orang merasa dipedulikan dan diperhatikan. Selain itu, panitia penyelenggara biasanya menyediakan makanan khusus bagi tamu undangan, seperti pemimpin agama atau pejabat setempat, sebagai bentuk penghormatan.