Harapan Baru
Setelah malam yang penuh kebingungan dan kekaguman, Josefa terbangun di pagi hari dengan perasaan yang berbeda. Cahaya mentari pagi yang lembut menerangi kampung, memantulkan warna-warni di atas daun-daun hijau dan rumput-rumput basah embun. Udara segar merasuki nafasnya, memberikan semangat baru dalam langkahnya.
Josefa duduk di teras rumahnya, merenungkan makna dari semua yang dia alami semalam. Pikirannya melayang pada keajaiban ubi-ubi besar dan keharmonisan Pesta Adat Dambu. Di dalam hatinya, ada keinginan yang tumbuh kuat untuk menjadikan pengalaman ini sebagai titik tolak baru dalam hidupnya.
Saat sedang tenggelam dalam renungannya, tiba-tiba terdengar suara Ayahnya dari dalam rumah, "Josefa, apa yang kau pikirkan sejak pagi tadi?" tanya Ayahnya, Bapak Matias, sambil berjalan mendekati teras.
Josefa menoleh dan tersenyum kecil. "Ayah, aku sedang memikirkan tentang pesta semalam dan ubi-ubi besar itu. Aku merasa ada banyak yang bisa kita pelajari dari kearifan lokal kita."
Bapak Matias mengangguk setuju. "Kamu benar, Nak. Kearifan lokal adalah warisan berharga dari nenek moyang kita. Tapi kenapa kau terlihat begitu serius pagi ini?"
Josefa menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Ayah, aku ingin belajar lebih banyak tentang pertanian dan keberlanjutan. Aku ingin memadukan pengetahuan modern dengan tradisi kita. Aku pikir ini bisa membantu kampung kita berkembang lebih baik."
Bapak Matias terdiam sejenak, lalu tersenyum bangga. "Itu pemikiran yang mulia, Josefa. Tapi ingat, perjalanan ini tidak akan mudah. Kamu harus siap menghadapi tantangan."
"Tentu, Ayah. Aku siap untuk belajar dan bekerja keras," jawab Josefa dengan mantap.
Saat itu, Ibu Josefa, Mama Maria, muncul dengan secangkir kopi di tangannya. "Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya sambil menyodorkan kopi kepada suaminya.