Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Makna Hari Sarjana Nasional 29 September: Menggapai Asa di Dunia Pendidikan

30 September 2024   06:05 Diperbarui: 30 September 2024   06:15 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari Sarjana Nasional, yang diperingati setiap 29 September, adalah tonggak penting dalam sejarah pendidikan Indonesia untuk mengenang Raden Mas Panji Sosrokartono, sarjana pertama Indonesia dan kakak dari Raden Ajeng Kartini. Meraih gelar Teknik Sipil dari Universitas Leiden di Belanda pada awal abad ke-20, pencapaiannya mencerminkan kegigihannya dan menjadi simbol kemajuan pendidikan di masa kolonial. 

Hal ini mengingatkan peran krusial perguruan tinggi dalam membentuk kualitas individu dan masyarakat. Di era modern, kemampuan beradaptasi dengan perubahan global dan teknologi sangat bergantung pada pendidikan. Lulusan perguruan tinggi dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi tantangan dunia, menjadikan pendidikan tinggi motor penggerak kemajuan bangsa. Artikel ini bertujuan menggali makna Hari Sarjana Nasional dan bagaimana pencapaian Sosrokartono menginspirasi generasi muda untuk menjunjung nilai pendidikan dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Sejarah Singkat Raden Mas Panji Sosrokartono

Raden Mas Panji Sosrokartono lahir pada tanggal 10 April 1877 di Jepara, Jawa Tengah, dan merupakan kakak kandung dari pahlawan nasional Raden Ajeng Kartini. Sosrokartono dibesarkan dalam keluarga bangsawan Jawa yang memiliki akses terhadap pendidikan, yang merupakan hal yang sangat langka di masa kolonial Belanda. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah seorang Bupati Jepara, sementara ibunya, Ngasirah, memberikan perhatian penuh pada pendidikan anak-anaknya. Seperti halnya Kartini, Sosrokartono memiliki ketertarikan mendalam terhadap pengetahuan dan pembelajaran, yang ditanamkan oleh keluarganya sejak dini.

Menurut R. Gunawan dalam Raden Mas Panji Sosrokartono: Satu Pelopor Pendidikan di Nusantara (2020), "Sosrokartono tumbuh di tengah suasana keluarga yang sangat menghargai pendidikan, sebuah latar belakang yang mendorongnya untuk terus menuntut ilmu hingga ke negeri Belanda." Dukungan keluarga ini memberinya landasan kuat untuk mengejar pendidikan di luar negeri, sesuatu yang hampir tak terbayangkan bagi banyak orang Indonesia pada masanya.

Sosrokartono melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden di Belanda, dan mengambil jurusan Teknik Sipil. Gelar sarjana yang diraihnya pada masa kolonial Belanda menjadi sebuah tonggak sejarah penting bagi pendidikan Indonesia. Ia tercatat sebagai salah satu orang Indonesia pertama yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi di Eropa. Pencapaiannya menjadi simbol bahwa putra Indonesia dapat bersaing di panggung akademis internasional.

Sebagai salah satu lulusan Indonesia pertama dari universitas Belanda, Sosrokartono menjadi inspirasi bagi kaum muda Indonesia yang ingin mengejar pendidikan tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Sejarawan Taufik Abdullah dalam Sejarah Pendidikan Indonesia di Masa Kolonial (2019) "Pencapaian akademis Sosrokartono mematahkan stereotip kolonial bahwa orang pribumi tidak mampu meraih pendidikan tinggi setara dengan bangsa Barat. Keberhasilannya membuka jalan bagi generasi Indonesia berikutnya untuk meraih pendidikan tinggi di luar negeri."

Keberhasilan Raden Mas Panji Sosrokartono tidak hanya memberi dampak besar bagi dirinya, tetapi juga generasi-generasi Indonesia yang datang setelahnya. Sosrokartono menjadi panutan bagi banyak pemuda Indonesia yang pada akhirnya berjuang untuk mendapatkan pendidikan tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan membuka pintu bagi kaum pribumi untuk belajar di luar negeri, ia menjadi simbol perlawanan intelektual terhadap dominasi kolonial Belanda, dan membawa semangat kebangkitan nasional di kalangan para pemuda.

Pengaruh Sosrokartono terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia diakui dalam karya Suwardi Suryaningrat, Jejak Intelektual Indonesia: Dari Sosrokartono hingga Era Modern (2021). Suwardi menyatakan, "Sosrokartono tidak hanya menjadi sarjana pertama Indonesia, tetapi juga inspirasi bagi pergerakan intelektual pada masa peralihan dari kebodohan yang diinginkan oleh kolonial menuju kesadaran intelektual pribumi." Semangatnya untuk menuntut ilmu dan membawa perubahan di bidang pendidikan telah mengilhami banyak tokoh pergerakan nasional lainnya, termasuk generasi pendiri bangsa.

Makna dan Pentingnya Hari Sarjana Nasional

Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak masa kolonial, ketika akses pendidikan sangat terbatas, terutama bagi masyarakat pribumi. Pada masa kolonial Belanda, pendidikan tinggi hanya tersedia untuk kaum elit dan bangsawan, sementara rakyat kebanyakan tidak memiliki akses terhadap institusi formal. Ketidakadilan dalam akses pendidikan inilah yang melahirkan semangat perjuangan di kalangan pemuda Indonesia, yang kemudian berkontribusi pada gerakan kebangkitan nasional.

Menurut Azyumardi Azra, dalam Sejarah Pendidikan di Indonesia: Dari Kolonialisme hingga Modernisasi (2015), "Pendidikan menjadi alat dominasi kolonial yang hanya menguntungkan kaum elite. Namun, perlawanan intelektual melalui pendidikan menjadi salah satu jalur untuk melepaskan diri dari belenggu kolonialisme." Hari Sarjana Nasional, yang memperingati prestasi Raden Mas Panji Sosrokartono, mencerminkan transisi perjalanan pendidikan Indonesia dari masa kelam kolonial hingga kini, dan pendidikan tinggi telah menjadi pilar penting dalam pembangunan bangsa.

Hari Sarjana Nasional adalah lebih dari sekadar perayaan gelar akademis; ia merupakan simbol semangat dan determinasi dalam menuntut ilmu. Di tengah dinamika sosial dan ekonomi yang terus berubah, pendidikan tinggi menjadi landasan untuk menghadapi tantangan global. Para mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi dipandang sebagai agen perubahan, yang diharapkan terus mengembangkan diri dan berkontribusi bagi kemajuan masyarakat.

Sejarawan pendidikan, Mohammad Ali dalam Pendidikan dan Perjuangan di Nusantara (2018) mengungkapkan, "Hari Sarjana Nasional mengingatkan kita bahwa pendidikan tidak sekadar sebuah pencapaian personal, melainkan tanggung jawab sosial untuk terus membawa perubahan positif bagi bangsa." Dalam konteks ini, hari tersebut menjadi dorongan bagi generasi muda untuk terus berjuang dalam dunia akademik, baik di dalam maupun di luar negeri, guna memajukan ilmu pengetahuan serta kemanusiaan.

Para sarjana memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan bangsa di berbagai sektor. Kontribusi mereka terlihat dalam bidang sains, teknologi, seni, hingga sosial. Dalam bidang sains dan teknologi, para lulusan perguruan tinggi telah memperkenalkan inovasi yang membantu meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Di sisi lain, para sarjana dalam bidang sosial telah turut serta dalam merumuskan kebijakan dan strategi yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Kemajuan sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan pun tak lepas dari kontribusi lulusan perguruan tinggi yang terus mendorong terciptanya perubahan.

Dalam Peran Sarjana dalam Pembangunan Bangsa (2021), Hamid Fahmy Zarkasyi menyatakan, "Sarjana tidak hanya membawa gelar akademis, tetapi juga tanggung jawab moral untuk menerapkan ilmu yang mereka pelajari guna memberikan solusi terhadap tantangan sosial dan ekonomi." Dengan demikian, peringatan Hari Sarjana Nasional bukan hanya merayakan prestasi individu, tetapi juga merayakan kontribusi kolektif yang diberikan sarjana terhadap kemajuan bangsa.

Inspirasi untuk Generasi Muda

Pendidikan tinggi memegang peran vital dalam membentuk masa depan individu dan bangsa. Di tengah tantangan global dan perkembangan teknologi yang pesat, generasi muda di Indonesia dituntut untuk memiliki pendidikan yang kuat agar mampu bersaing di kancah internasional. Pendidikan bukan hanya jalan untuk mencapai kesuksesan pribadi, tetapi juga sarana untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Menurut Darmaningtyas dalam Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan di Indonesia (2016), "Pendidikan tinggi adalah kunci untuk membuka peluang dan memperluas cakrawala. Generasi muda perlu menjadikan pendidikan sebagai prioritas untuk meraih keberhasilan dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat." Ini menjadi dorongan agar generasi muda tidak menyerah pada keterbatasan, tetapi terus berjuang untuk meraih pendidikan setinggi mungkin, terlepas dari tantangan yang dihadapi.

Raden Mas Panji Sosrokartono adalah contoh nyata bagaimana tekad kuat untuk menuntut ilmu dapat mengubah kehidupan seseorang dan memengaruhi generasi berikutnya. Sebagai sarjana pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar di Belanda, Sosrokartono menunjukkan bahwa pendidikan adalah jalan untuk melawan ketidakadilan dan membuka peluang bagi kemajuan bangsa. Generasi muda perlu meneladani semangat pantang menyerah Sosrokartono, yang tidak hanya mengejar ilmu untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk memperjuangkan kemajuan bangsanya.

Di era modern, peran pendidikan semakin penting dalam menghadapi tantangan global seperti perkembangan teknologi, perubahan sosial, dan ketidakpastian ekonomi. Pendidikan tinggi menjadi modal utama dalam membekali generasi muda dengan keterampilan yang relevan, baik di bidang sains, teknologi, maupun sosial. Tanpa pendidikan yang memadai, sulit bagi seseorang untuk beradaptasi dengan perubahan yang terus terjadi.

Dalam Pendidikan di Era Globalisasi (2020), Fasli Jalal menegaskan, "Pendidikan menjadi fondasi utama untuk menghadapi tantangan global. Di tengah kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang cepat, lulusan pendidikan tinggi harus mampu berpikir kritis, berinovasi, dan memecahkan masalah yang kompleks." Relevansi pendidikan dalam menghadapi masalah modern tidak dapat dipungkiri, karena hanya melalui pendidikan, individu dan masyarakat dapat mengatasi masalah-masalah seperti ketidaksetaraan ekonomi, perubahan iklim, dan krisis kesehatan global.

Uraian di atas menunjukkan, Hari Sarjana Nasional bukan hanya perayaan akademis, tetapi juga refleksi pentingnya pendidikan dalam perjalanan bangsa. Raden Mas Panji Sosrokartono, sarjana pertama Indonesia, menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk terus menuntut ilmu dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Di tengah perubahan sosial dan teknologi, pendidikan tinggi tetap menjadi kunci menghadapi tantangan global dan membangun masa depan yang lebih baik. Semangat Sosrokartono diharapkan mendorong generasi muda untuk melampaui batasan, memajukan diri, masyarakat, dan bangsa. Saatnya kaum muda menyambut panggilan ini, membawa perubahan berarti bagi Indonesia melalui pendidikan. (*)

Merauke, 30 September 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun