Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

(Novel) Menapak Jejak di Kimaam, Episode 13-14

25 September 2024   06:05 Diperbarui: 25 September 2024   06:21 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Josefa Mengamati Sekitar

Di tengah gemerlapnya Pesta Adat Dambu, Josefa merasa terpesona oleh segala kehidupan dan keceriaan yang terjadi di sekelilingnya. Ia diam-diam berjalan-jalan di antara para tamu dan penduduk kampung yang bersemangat, mengamati dengan seksama setiap detail yang ada di sekitarnya.

"Josefa, kamu tampak begitu serius mengamati semuanya," kata Didimus yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

Josefa tersenyum, "Aku hanya kagum melihat betapa akrabnya masyarakat sini dengan tanaman Dambu. Mereka merawatnya dengan sangat cekatan, padahal hanya menggunakan metode tradisional yang sederhana."

Didimus mengangguk. "Iya, mereka memang sangat terampil. Semua ini adalah hasil dari pengetahuan yang diturunkan dari generasi ke generasi."

Di antara sorotan obor, Josefa melihat wajah-wajah yang ceria dan penuh semangat, mereka saling bertukar cerita dan pengalaman tentang tanaman yang menjadi simbol kehidupan mereka. "Lihatlah mereka, Didimus. Begitu banyak cerita yang mereka bagikan. Setiap wajah penuh dengan kebahagiaan dan kebanggaan."

"Iya, Josefa. Di sini, tanaman Dambu bukan sekadar tanaman. Ini adalah simbol kehidupan bagi kita semua," jawab Didimus sambil tersenyum.

Josefa juga tidak luput memperhatikan detail-detail kecil seperti cara mereka menghiasi rumah-rumah adat dengan dedaunan hijau dan bunga-bunga liar yang tumbuh di sekitar kampung. Setiap elemen dekorasi memiliki makna mendalam dalam kebudayaan Marind Anim, yang Josefa rasakan sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas mereka.

"Tidak hanya tanaman, tapi juga dekorasi rumah adat. Semuanya memiliki makna," kata Josefa sambil menunjuk hiasan-hiasan di sekitar mereka.

Didimus mengangguk setuju. "Betul. Setiap daun, setiap bunga, semuanya punya arti. Ini adalah cara kita menghormati alam dan leluhur."

Di sisi lain, Josefa juga melihat bagaimana generasi muda kampung Tabonji ikut serta dalam pesta adat ini dengan antusiasme yang sama. Mereka belajar dari para sesepuh, mempelajari tarian dan nyanyian tradisional, serta memahami nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

"Generasi muda di sini juga luar biasa. Mereka benar-benar bersemangat belajar dan melestarikan budaya kita," kata Didimus dengan bangga.

"Itu membuatku semakin bangga akan warisan budaya kita yang kuat dan berkelanjutan," jawab Josefa dengan mata berbinar.

Namun, di balik keindahan dan semangat yang terpancar dari setiap sudut pesta, Josefa juga memperhatikan tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Ada beberapa ladang yang tampak tidak subur, tanaman yang tidak berkembang dengan baik, dan sejumlah penduduk yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

"Lihat, Didimus. Ada ladang-ladang yang tampak tidak subur. Tanaman-tanaman itu tidak tumbuh dengan baik," kata Josefa dengan nada prihatin.

Didimus menghela napas. "Iya, itulah tantangan yang kita hadapi. Tidak semua ladang bisa menghasilkan dengan baik, dan beberapa penduduk masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan mereka."

Pemandangan tersebut menguatkan tekad Josefa untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Ia yakin bahwa dengan ilmu pertanian yang lebih maju dan pemahaman mendalam akan budaya lokal, mereka dapat menciptakan perubahan positif yang lebih besar bagi komunitasnya.

"Aku merasa semakin yakin bahwa kita bisa membawa perubahan positif di sini. Dengan ilmu pertanian yang lebih maju dan pemahaman budaya yang kuat, kita pasti bisa," kata Josefa dengan semangat.

Didimus tersenyum dan menepuk bahu Josefa. "Aku setuju. Kita harus bekerja keras dan belajar sebanyak mungkin untuk membantu komunitas kita."

Sementara ia terus mengamati sekeliling dengan mata dan hati yang penuh rasa ingin tahu, Josefa merasa semakin siap untuk menapaki perjalanan panjangnya dalam memahami dan mengembangkan potensi pertanian di kampung halamannya.

"Perjalanan ini mungkin panjang, tetapi aku merasa siap, Didimus. Aku yakin kita bisa membuat perubahan," kata Josefa dengan tekad yang bulat.

"Dan aku akan mendukungmu, Josefa. Bersama-sama, kita pasti bisa," jawab Didimus dengan keyakinan.

Pengalaman yang Mengesankan

Malam pesta telah mencapai puncaknya di Kampung Tabonji. Josefa merasakan kehangatan dan keceriaan yang mengalir di sekelilingnya, mewarnai pengalaman yang tak terlupakan bagi dirinya. Di tengah gemerlap obor dan gemuruh tarian, ia menemukan dirinya tenggelam dalam momen magis yang memperkaya hati dan pikirannya.

"Josefa, kau terlihat begitu terpesona," ujar Didimus, mendekati Josefa yang sedang berdiri terpaku memandang para penari.

"Bagaimana aku tidak terpesona, Didimus? Setiap gerakan tarian ini memiliki makna yang mendalam. Aku bisa merasakan koneksi mereka dengan alam dan leluhur kita," jawab Josefa dengan mata yang berbinar-binar.

Didimus tersenyum dan berkata, "Aku setuju. Ini bukan hanya sekadar tarian. Ini adalah cara kita menghormati alam dan leluhur."

Setiap langkah Josefa di dalam pesta adat ini menghadirkan pengalaman baru yang mendalam baginya. Ia tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga bagian dari perayaan yang membawa kehormatan bagi masyarakat Marind Anim. Kehangatan sambutan dari keluarga dan tetangga memperkuat rasa terikatnya dengan kampung halaman.

"Sungguh luar biasa, betapa kita semua merasa seperti satu keluarga besar di sini," kata Josefa sambil melambaikan tangan kepada seorang tetangga yang tersenyum padanya.

"Iya, Josefa. Inilah kekuatan komunitas kita. Semua orang saling mendukung dan membantu," jawab Didimus dengan bangga.

Pengalaman menyaksikan ritual dan tradisi yang diwarisi dari generasi ke generasi membuat Josefa semakin menghargai kekayaan budaya dan spiritualitas yang melekat pada masyarakatnya. Ia melihat bagaimana setiap gerakan tarian dan nyanyian memiliki makna yang dalam, menghubungkan mereka dengan alam dan leluhur mereka.

"Didimus, lihatlah cara mereka menari. Setiap gerakan sepertinya bercerita tentang hubungan kita dengan alam," kata Josefa dengan penuh kagum.

"Benar, Josefa. Setiap gerakan punya cerita. Ini adalah cara kita menjaga cerita-cerita lama tetap hidup," jawab Didimus sambil memperhatikan para penari.

Tidak hanya itu, Josefa juga terkesan dengan semangat gotong royong yang begitu kuat dalam pesta adat ini. Seluruh komunitas saling membantu dalam menyiapkan dan menjalankan acara dengan penuh kegembiraan dan kesungguhan. Hal ini memperkuat keyakinannya bahwa solidaritas dan kerja sama adalah kunci keberhasilan dalam membangun masa depan yang lebih baik.

"Josefa, kau tahu siapa yang membuat semua hiasan ini?" tanya Didimus sambil menunjuk dekorasi indah di sekitar mereka.

"Tidak, siapa?" jawab Josefa penasaran.

"Seluruh kampung bekerja sama. Setiap orang berkontribusi, dari anak-anak hingga orang tua. Inilah gotong royong sejati," kata Didimus dengan bangga.

Di tengah keramaian, Josefa menemukan dirinya berbincang dengan sesepuh kampung. Mereka berbagi cerita tentang perjuangan mereka dalam menjaga tradisi hidup dan kearifan lokal, memberikan wawasan berharga tentang bagaimana pertanian Dambu menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka.

"Josefa, kau tahu mengapa kami begitu menjaga tanaman Dambu?" tanya seorang sesepuh dengan suara lembut.

"Tidak, tolong ceritakan, Pak," jawab Josefa dengan penuh rasa ingin tahu.

"Tanaman Dambu bukan hanya sumber makanan. Ini adalah simbol kehidupan kita, mengajarkan kita tentang kesabaran, kerja keras, dan penghormatan terhadap alam," jelas sesepuh tersebut.

Pengalaman yang Josefa rasakan malam ini tidak hanya meningkatkan rasa cintanya pada kampung halaman, tetapi juga memperdalam tekadnya untuk mengejar impian dan membangun masa depan yang lebih cerah bagi masyarakatnya. Ia merasa terpanggil untuk menjaga dan mengembangkan warisan budaya serta memperjuangkan keberlanjutan ekologi dan kemakmuran sosial di Kampung Tabonji.

"Didimus, setelah malam ini, aku semakin yakin. Aku harus berbuat lebih untuk kampung kita. Aku ingin belajar lebih banyak dan membantu komunitas kita berkembang tanpa kehilangan identitas kita," kata Josefa dengan tekad yang kuat.

"Aku percaya kau bisa melakukannya, Josefa. Dan ingat, kita semua ada di sini untuk mendukungmu," jawab Didimus sambil menepuk bahu Josefa dengan penuh keyakinan.

"Terima kasih, Didimus. Kita akan melakukannya bersama," balas Josefa dengan senyum penuh harapan.

(Bersambung)

Merauke, 25 Maret 2024

Agustinus Gereda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun