"Tantangan itu memang ada," kata Didimus sambil menatap ke arah laut. "Tapi kita juga punya keunggulan. Kita punya kearifan lokal yang sudah terbukti bertahan selama berabad-abad. Kita hanya perlu belajar bagaimana menggabungkannya dengan teknologi modern tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional kita."
Josefa mengangguk setuju. "Itu yang aku pikirkan juga. Aku ingin belajar ilmu pertanian modern di luar Kimaam, tapi aku juga ingin tetap memegang teguh nilai-nilai tradisional yang diajarkan oleh nenek moyang kita. Aku yakin ada cara untuk menggabungkan ilmu pengetahuan modern dengan kearifan lokal, menciptakan sistem pertanian yang lebih baik dan lebih berkelanjutan."
Didimus tersenyum penuh semangat. "Aku yakin kamu bisa melakukannya, Josefa. Kamu selalu punya semangat dan tekad yang kuat. Kita bisa membuat perubahan yang positif bagi kampung kita."
Pemikiran tentang masa depan ini menguatkan tekad Josefa untuk mengejar impian pendidikannya di luar kampung halamannya. Ia ingin membuktikan bahwa ada cara lain untuk mencapai kemajuan tanpa harus mengorbankan budaya dan lingkungan.
Duduk di tepi pantai yang tenang, Josefa merasa siap untuk menghadapi perjalanan panjangnya. Ia tahu bahwa tantangan dan rintangan akan datang, tetapi ia juga yakin bahwa dengan semangat dan tekadnya, ia dapat membuat perubahan yang positif bagi kampung halamannya dan masyarakat Marind Anim di Pulau Kimaam.
"Terima kasih, Didimus," kata Josefa sambil menatap sahabatnya. "Dengan dukunganmu, aku merasa lebih siap untuk menghadapi masa depan."
"Sama-sama, Josefa," jawab Didimus. "Kita akan melalui ini bersama-sama. Demi kampung kita, Tabonji."
Mereka berdua duduk dalam diam, menikmati keheningan malam dan bintang-bintang yang bersinar terang di atas laut Arafuru, merasakan tekad dan semangat yang semakin menguat di hati mereka.
(Bersambung)
Merauke, 20 September 2024
Agustinus Gereda