Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hukum Kesesuaian, Cermin Kehidupan Makro dan Mikro di Alam Semesta

11 September 2024   06:05 Diperbarui: 11 September 2024   10:28 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keseimbangan dan keharmonisan: Hukum Kesesuaian, yang menekankan bahwa apa yang terjadi di satu tingkat realitas juga terjadi di tingkat lainnya, dapat menjadi pedoman penting untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup sehari-hari. Hermes Trismegistus (1908) menyebutkan "seperti di atas, begitu juga di bawah; seperti di dalam, begitu juga di luar". Prinsip ini menunjukkan bahwa keadaan batin seseorang (pikiran, emosi, dan spiritualitas) akan tercermin dalam dunia luar yang ia ciptakan. Dengan demikian, menjaga keseimbangan batin dan harmoni internal akan membantu menciptakan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan eksternal seseorang. Gereja Katolik, melalui Gaudium et Spes (GS 43), menekankan 'keseimbangan yang harmonis antara kehidupan spiritual dan materiil, antara kontemplasi dan tindakan, harus menjadi pedoman hidup orang Kristiani.'  Gereja mendorong umatnya untuk mencari keseimbangan antara kewajiban duniawi dan komitmen spiritual, mengingat bahwa kedua aspek kehidupan ini saling terkait dan saling melengkapi. Dengan menerapkan Hukum Kesesuaian, seseorang dapat lebih mudah mencapai keseimbangan ini, karena memahami bahwa dunia luar adalah cerminan dari dunia dalam.

Penciptaan dan manifestasi: Hukum Kesesuaian juga dapat diterapkan dalam proses penciptaan dan manifestasi, yaitu bagaimana pikiran dan niat kita dapat menciptakan realitas yang diinginkan. Menurut Neville Goddard (1952), dalam The Power of Awareness, imajinasi dan kepercayaan terhadap sesuatu yang sudah menjadi kenyataan adalah kunci untuk manifestasi". Dengan kata lain, dengan membayangkan dan merasakan apa yang diinginkan seolah-olah sudah tercapai, seseorang dapat menarik keadaan tersebut ke dalam realitas fisiknya. Hukum Kesesuaian berperan di sini dengan menyatakan bahwa apa yang terjadi di tingkat mental dan emosional akan tercermin di tingkat fisik.

Pengembangan diri dan kesadaran spiritual: Hukum Kesesuaian juga berperan penting dalam pengembangan diri dan perjalanan spiritual seseorang. Carl Jung, dalam teorinya tentang individuasi, menyatakan bahwa kesadaran manusia adalah refleksi dari ketidaksadaran kolektif, dan bahwa perkembangan spiritual melibatkan penyelarasan antara kesadaran dan ketidaksadaran. Menurut Jung (1959), dalam The Archetypes and the Collective Unconscious, proses menjadi diri yang utuh memerlukan kesadaran akan keterkaitan antara mikrokosmos (diri) dan makrokosmos (alam semesta). Dengan demikian, keselarasan internal adalah cerminan dari keselarasan dengan realitas yang lebih besar.

Kritik dan Perspektif Lainnya

Kritik terhadap Hukum Kesesuaian dari perspektif ilmiah menyoroti bahwa prinsip ini, meskipun filosofis, sering dianggap tidak dapat diukur dan sulit diverifikasi secara empiris. Richard Dawkins (2006), dalam The God Delusion, mengkritik gagasan metafisik seperti Hukum Kesesuaian karena cenderung didasarkan pada asumsi yang tidak memiliki dasar ilmiah kuat. Ia berpendapat bahwa pemikiran magis semacam ini bisa menyesatkan karena mendorong keyakinan yang tidak didukung bukti empiris.

Ilmuwan skeptis juga menekankan bahwa 'korelasi bukan berarti kausalitas,' dan Hukum Kesesuaian dianggap mengaburkan perbedaan ini dengan mengklaim bahwa pola di satu tingkat realitas otomatis berlaku di tingkat lain, tanpa bukti empiris yang jelas. Meski mungkin ada kesamaan pola antara makrokosmos dan mikrokosmos, hal ini tidak menunjukkan hubungan kausal langsung. Kritik ini menegaskan bahwa penerapan Hukum Kesesuaian sering bersifat subjektif dan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.

Keselarasan atau ketidaksesuaian Hukum Kesesuaian dengan ilmu pengetahuan saat ini diperdebatkan, meskipun ada upaya untuk mengintegrasikannya dengan pengetahuan ilmiah modern. Fritjof Capra (1975) dalam The Tao of Physics, mencoba menjembatani fisika modern dan filosofi mistik Timur dengan menunjukkan bahwa pola-pola kosmik tercermin dalam struktur sub-atomik, menggambarkan kesatuan dan keterhubungan di alam semesta. Namun, batasan tetap ada. Stephen Hawking (2010), dalam The Grand Design, menegaskan bahwa hukum-hukum fisika adalah hasil kondisi awal dan evolusi, bukan dari hukum metafisik. Penjelasan ilmiah, menurutnya, harus berdasarkan bukti yang dapat diukur dan diuji, bukan asumsi metafisik. Gereja Katolik menawarkan pendekatan seimbang. Dalam ensiklik Fides et Ratio (1998), Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa iman dan akal budi dapat berfungsi dalam harmoni, mengakui pentingnya ilmu pengetahuan dalam memahami alam semesta, namun juga mempertahankan dimensi spiritual yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh sains.

Hukum Kesesuaian, sebagai salah satu dari 12 Hukum Semesta, mengungkap keterhubungan antara berbagai tingkat realitas, dari makrokosmos hingga mikrokosmos. Meski konsep ini menarik dan memengaruhi tradisi spiritual serta filosofi kuno, penerapannya di era modern sering mendapat kritik karena kurangnya bukti empiris. Namun, Hukum Kesesuaian tetap menawarkan kerangka berpikir yang membantu memahami harmoni alam semesta dan dapat digunakan untuk mencapai keseimbangan dan kesadaran diri dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami potensi dan keterbatasannya, kita dapat menghargai keterkaitan di alam semesta sambil tetap kritis dan terbuka terhadap berbagai perspektif. Hukum ini mengingatkan kita bahwa kehidupan adalah cerminan dari kesatuan yang lebih besar, sehingga setiap bagian saling berkaitan dalam tatanan yang luas. (*)

Merauke, 11 September 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun