Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam: Episode 01-02

10 September 2024   05:30 Diperbarui: 15 September 2024   02:08 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi pribadi)

Episode 01: Suasana Pesta Adat
Suasana Kampung Tabonji, Pulau Kimaam, tahun 2008, dipenuhi dengan kegembiraan dan semangat yang khas saat menjelang Pesta Adat Dambu. Rumah-rumah tradisional berjejer rapi di sepanjang tepi pantai, dengan atapnya yang tinggi dan terbuat dari daun rumbia yang menari-nari di atas tiupan angin laut. Di tengah-tengah kampung terdapat lapangan terbuka yang dipenuhi oleh meja-meja kayu panjang yang disusun untuk menyambut tamu dan para penduduk.

Josefa, gadis Marind Anim yang berusia 21 tahun, berdiri di antara keramaian dengan pakaian adatnya yang berwarna cerah, menarik perhatian dengan sorot matanya yang penuh keingintahuan. Ia merasakan getaran kehidupan dan budaya khas kampung halamannya yang begitu erat terkait dengan alam sekitarnya. Suara permainan alat musik tradisional mulai memenuhi udara, mengisi setiap sudut kampung dengan harmoni yang menggetarkan hati.

"Josefa, kamu terlihat cantik sekali dengan pakaian adatmu!" sapa Matius, teman masa kecilnya, sambil tersenyum.

"Terima kasih, Matius. Kau juga tampak gagah. Aku merasa begitu hidup di tengah keramaian ini," jawab Josefa sambil tersenyum lebar.

Para sesepuh dan pemimpin adat berkumpul di balai pertemuan, mempersiapkan segala persiapan untuk acara adat yang sakral ini. Mereka mengenakan pakaian adat yang indah, dihiasi dengan motif-motif khas Papua yang melambangkan kekayaan budaya dan kearifan lokal. Bau wangi dari bunga-bunga yang dihias rambut para wanita dan pria yang mengenakan kain daun serta perhiasan dari bulu burung terasa begitu kental dalam udara.

"Josefa, kemarilah sebentar," panggil seorang sesepuh bernama Yakob. "Kami akan memulai upacara sebentar lagi. Apakah kau sudah siap?"

"Siap, Paman Yakob. Aku tidak sabar untuk menyaksikan semua ini," jawab Josefa dengan penuh semangat.

Josefa melangkah maju, berusaha menyerap setiap detail yang ada di sekelilingnya. Ia melihat keramaian anak-anak yang bermain di antara pohon kelapa, tertawa riang sambil memainkan permainan tradisional. Di sebelah sana, ibu-ibu sibuk menyiapkan hidangan tradisional yang akan disajikan pada upacara nanti. Semuanya terasa begitu hidup dan mengalir dengan aliran kearifan lokal yang turun-temurun.

"Ibu, bolehkah aku membantu?" tanya Josefa kepada ibunya yang sedang sibuk menyiapkan hidangan.

"Tentu, sayang. Ambilkan saja daun-daun ini dan susun di piring-piring itu," jawab ibunya sambil tersenyum.

Sesekali, Josefa bertemu dengan pandangan penuh hormat dari penduduk kampung yang mengenalnya sejak kecil. Mereka tersenyum lebar, mengisyaratkan kebanggaan mereka pada Josefa yang selalu menunjukkan ketertarikan yang mendalam terhadap budaya dan tradisi mereka. Setiap langkah Josefa di Pesta Adat Dambu dipenuhi dengan rasa keterpukauan yang semakin menguatkan tekadnya untuk mencari jawaban atas pertanyaannya mengenai keajaiban tanaman Dambu yang begitu besar dan subur di tanah mereka tanpa penggunaan teknik modern.

"Dambu ini sungguh luar biasa, ya?" gumam Josefa kepada dirinya sendiri.

"Memang luar biasa, Josefa," jawab seorang tetua yang mendengarnya. "Dambu adalah anugerah dari alam yang harus kita jaga dan lestarikan."

Dengan mata yang bersinar penuh semangat, Josefa tahu bahwa malam ini akan menjadi awal dari petualangannya yang mengubah pandangannya tentang pertanian dan mengantarnya pada perjalanan mencari pengetahuan yang lebih dalam lagi.


Episode o2: Josefa dan Keluarganya

Josefa berjalan di antara kerumunan penduduk kampung yang meriah. Di sekitarnya, terdapat banyak kerabat dekat dan tetangga yang tersenyum ramah sambil memberi salam. Mereka mengenali Josefa dengan baik, gadis muda yang selalu menonjolkan keingintahuan dan semangatnya dalam menjelajahi kehidupan di kampung Tabonji.

"Josefa, selamat datang kembali! Bagaimana kabarmu?" tanya Tante Agnes sambil memeluknya erat.

"Terima kasih, Tante Agnes. Aku baik-baik saja. Senang bisa kembali dan merayakan Pesta Adat Dambu bersama kalian semua," jawab Josefa dengan senyum lebar.

Keluarga Josefa adalah bagian dari masyarakat Marind Anim yang hidup bersama dalam kebersamaan dan kedamaian. Ayahnya, Daniel, seorang nelayan yang tangguh, sering kali menjadi pusat perhatian dalam berbagai kegiatan komunitas. Ibu Josefa, Maria, adalah sosok yang bijak dan hangat, selalu menjadi penengah dalam konflik-konflik kecil di kampung. Mereka adalah orang tua yang mendukung sepenuhnya mimpi dan aspirasi Josefa, meskipun terkadang juga khawatir dengan keteguhan hatinya yang keras kepala.

"Josefa, kamu harus melihat hasil tangkapan ayah hari ini. Ikan-ikan besar dan segar, sangat cocok untuk pesta nanti," kata Daniel sambil menunjukkan hasil tangkapannya.

"Wah, luar biasa, Ayah! Aku tidak sabar mencicipi masakan Ibu," jawab Josefa sambil memandang bangga pada ayahnya.

Saudara-saudara Josefa, termasuk kakak-kakak dan adik-adiknya, hadir dengan penuh kehangatan dalam Pesta Adat Dambu kali ini. Mereka mewakili berbagai usia dan kepribadian, tetapi satu kesamaan yang mereka miliki adalah rasa cinta yang dalam terhadap tanah kelahiran mereka. Beberapa dari mereka sudah menikah dan memiliki anak-anak kecil yang juga ikut serta dalam merayakan kebudayaan yang kaya di kampung Tabonji.

"Josefa, lihatlah anak-anak kami. Mereka sangat antusias dengan pesta ini," kata kakaknya, Tania, sambil menunjuk anak-anak yang berlari-lari di sekitar lapangan.

"Ya, mereka terlihat sangat gembira. Aku juga merasa seperti kembali ke masa kecilku," balas Josefa dengan tawa kecil.

Di antara keramaian, Josefa dapat merasakan dukungan yang hangat dari keluarganya. Mereka semua bersatu untuk merayakan tradisi adat yang mempertahankan identitas mereka sebagai suku Marind Anim. Setiap tahun, Pesta Adat Dambu bukan hanya sebuah upacara, tetapi juga momentum untuk memperkuat ikatan sosial dan budaya di antara penduduk kampung.

"Josefa, kamu tahu tidak, tradisi ini sangat penting untuk kita semua. Ini cara kita menghormati leluhur dan menjaga budaya kita tetap hidup," ujar adiknya, Mikael, dengan semangat.

"Benar sekali, Mikael. Aku sangat bangga menjadi bagian dari keluarga dan komunitas ini," jawab Josefa dengan penuh perasaan.

Josefa tersenyum melihat ibunya sibuk menyiapkan hidangan khas untuk tamu dan kerabat. Bau harum dari hidangan tradisional seperti papeda dan ikan bakar menguar di sekitar dapur terbuka, mengundang selera setiap orang yang hadir. Acara ini adalah kesempatan bagi Josefa untuk merenungkan betapa beruntungnya dirinya tumbuh di tengah keluarga yang begitu mendukung dan penuh cinta.

"Ibu, apa yang bisa aku bantu?" tanya Josefa sambil mendekati ibunya.

"Ambilkan aku bumbu-bumbu di situ, sayang. Kita harus memastikan semuanya sempurna untuk malam ini," jawab Maria sambil tersenyum lembut pada putrinya.

Saat malam menjelang, mereka semua berkumpul di balai adat yang dihiasi dengan hiasan-hiasan alami dari hutan sekitar. Josefa duduk bersama keluarganya, merasakan kehangatan dan kebersamaan yang mengalir di antara mereka. Di dalam hati, Josefa bersyukur atas kehadiran keluarganya yang selalu menjadi tiang penyangga dalam setiap langkah perjuangannya mencari ilmu dan kebenaran di luar sana.

"Josefa, kita semua sangat bangga padamu. Apa pun yang kau cari di luar sana, ingatlah bahwa rumah ini selalu menunggumu," kata Daniel sambil memegang tangan putrinya dengan penuh kasih.

"Terima kasih, Ayah. Aku selalu merasa diberkati memiliki kalian semua," jawab Josefa dengan mata yang bersinar penuh haru.

Bersambung


Merauke, 10 September 2024
Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun