Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyatu dengan Semesta, Memahami Hukum Keesaan Ilahi

6 September 2024   06:10 Diperbarui: 6 September 2024   08:18 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hukum Keesaan Ilahi, sebagai salah satu dari 12 Hukum Semesta, mengajarkan bahwa semua entitas di alam semesta saling terhubung dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam spiritualitas, hukum ini menekankan bahwa setiap makhluk dan elemen, baik yang terlihat maupun tidak, memiliki tempat dalam jalinan eksistensi. Pemahaman tentang keesaan ini memperdalam hubungan antar makhluk dan membuka pengalaman spiritual yang lebih luas. Dalam filsafat, hukum ini menantang pendekatan dualistik, mendorong pandangan holistik bahwa tindakan terhadap satu bagian mempengaruhi keseluruhan.  Dengan merangkul ide ini, kita diarahkan menuju kehidupan yang lebih bermakna dan selaras dengan alam.

Keterhubungan Segala Sesuatu dalam Semesta

Hukum Keesaan Ilahi menegaskan bahwa semua elemen di alam semesta ini saling terhubung dalam sebuah jalinan energi yang kompleks dan holistik. Pemahaman ini telah menjadi bagian dari berbagai tradisi spiritual dan pemikiran filosofis sejak dahulu kala.  Dalam pandangan ini, setiap makhluk dan benda di alam semesta berbagi esensi yang sama. Karena itu, apa pun yang terjadi pada satu bagian dari alam semesta akan memiliki konsekuensi pada bagian lainnya.

Menurut Paus Fransiskus, dalam ensiklik Laudato Si' (2015), segala sesuatu saling terkait, dan hubungan otentik dengan Tuhan dan sesama manusia tidak dapat dipisahkan dari hubungan dengan alam. Ajaran ini menekankan bahwa manusia tidak bisa memisahkan diri dari lingkungan, karena semua makhluk hidup, termasuk manusia, adalah bagian dari rumah bersama yang harus dijaga dan dihormati.

Secara ilmiah, fisika kuantum mendukung gagasan keterhubungan ini. Misalnya, teori medan kuantum mengajarkan bahwa partikel-partikel subatomik, yang membentuk seluruh materi di alam semesta, tidak memiliki keberadaan yang terpisah. Semuanya adalah bagian dari suatu medan energi yang satu dan saling berhubungan. Menurut Fritjof Capra (1975), dalam The Tao of Physics, dalam fisika modern, konsep-konsep seperti medan, partikel, dan energi semuanya saling terkait dalam suatu jalinan kesatuan yang dinamis.

Keterhubungan ini dapat dilihat secara nyata dalam interaksi sehari-hari antara makhluk hidup, serta dalam pengaruh pikiran dan perasaan terhadap kesehatan dan kesejahteraan kita. Misalnya, dalam ekosistem, setiap organisme bergantung pada organisme lain untuk kelangsungan hidupnya. Tumbuhan membutuhkan serangga untuk penyerbukan, hewan memerlukan tumbuhan untuk makanan, dan manusia bergantung pada berbagai makhluk hidup untuk kesejahteraan fisik dan mental. Ini menunjukkan bahwa kita semua adalah bagian dari jaringan kehidupan yang saling bergantung.

Di sisi lain, keterhubungan antara pikiran dan tubuh dalam konteks kesehatan juga menjadi bukti nyata dari Hukum Keesaan Ilahi. Menurut Carl Jung (1963), dalam Memories, Dreams, Reflections, pikiran dan emosi manusia tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga memberikan dampak pada kesadaran kolektif masyarakat di sekitarnya. Pikiran dan perasaan manusia, meskipun bersifat individual, sebenarnya merupakan bagian dari kesadaran kolektif yang lebih luas, yang saling memengaruhi dan membentuk dunia di sekitar kita.

Ajaran Gereja Katolik mengakui keterhubungan antara pikiran, perasaan, dan kesehatan spiritual. Santo Thomas Aquinas (1265--1274), dalam Summa Theologica, menguraikan bahwa pikiran manusia tidak dapat dipisahkan dari kondisi spiritualnya. Keselarasan antara pikiran, perasaan, dan iman membawa kedamaian batin yang mendalam dan menciptakan harmoni dalam kehidupan pribadi dan komunitas.

Implikasi Hukum Keesaan Ilahi dalam Kehidupan Sehari-hari

Pemahaman akan Hukum Keesaan Ilahi, yang menyatakan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling terhubung, secara mendalam memengaruhi cara pandang dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang benar-benar menyadari bahwa setiap pikiran, tindakan, dan keputusannya berdampak pada keseluruhan jaringan kehidupan,ia menjadi lebih bijaksana dan berhati-hati dalam bertindak. Sikap egois dan individualis mulai memudar, digantikan oleh keinginan untuk hidup selaras dengan orang lain dan alam semesta.

Fisikawan dan filsuf David Bohm (1980), dalam Wholeness and the Implicate Order, menekankan bahwa keterhubungan universal ini mengharuskan kita untuk memandang realitas sebagai sesuatu yang holistik, di mana setiap tindakan memiliki konsekuensi yang jauh melampaui individu. Menurutnya, dalam kenyataan, setiap bagian dari keseluruhan tidak berdiri sendiri, tetapi terjalin dalam struktur yang lebih besar, yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh segala sesuatu di sekitarnya. Dengan pemahaman ini, manusia diharapkan bertindak dengan kesadaran akan dampak jangka panjang dari setiap keputusan yang mereka buat, baik terhadap sesama manusia maupun lingkungan.

Kesadaran akan keterhubungan yang diajarkan oleh Hukum Keesaan Ilahi juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni dalam semua interaksi kita. Ketika manusia memahami bahwa mereka adalah bagian dari jaringan kehidupan yang lebih besar, muncul tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan tersebut, baik dalam hubungan antar sesama manusia maupun dengan lingkungan.

Arne Naess (1989), dalam Ecology, Community and Lifestyle, menjelaskan bahwa keseimbangan ekologi tidak hanya penting untuk kelangsungan hidup, tetapi juga untuk kesejahteraan spiritual manusia. Menurutnya, hanya dengan menghormati kehidupan dalam segala bentuknya, kita dapat mencapai harmoni yang sejati dengan alam. Harmoni ini tidak hanya tercermin dalam tindakan fisik seperti menjaga lingkungan, tetapi juga dalam cara kita berinteraksi dengan orang lain---dengan kasih, pengertian, dan keadilan.

Dalam Compendium of the Social Doctrine of the Church (2004), Gereja Katolik mengajarkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab memelihara ciptaan sebagai wujud dari cinta kasih kepada Sang Pencipta. Keseimbangan alam adalah manifestasi dari keadilan ilahi, dan manusia dipanggil untuk menjaga keseimbangan tersebut sebagai bagian dari tugasnya untuk merawat ciptaan.

Selain itu, dalam hubungan antarmanusia, kesadaran akan keterhubungan ini mengarah pada tindakan yang lebih inklusif dan penuh kasih. Manusia mulai melihat sesama bukan sebagai yang terpisah, tetapi bagian dari dirinya sendiri. Karena itu, tindakan yang bertujuan untuk menciptakan harmoni, seperti memaafkan, berbagi, dan bekerja sama, menjadi hal yang esensial dalam kehidupan sehari-hari.

Keterhubungan dalam Tradisi dan Agama

Hukum Keesaan Ilahi yang menekankan keterhubungan semua elemen di alam semesta bukanlah konsep baru. Ia telah muncul dalam berbagai tradisi spiritual dan agama di seluruh dunia, menunjukkan bagaimana gagasan ini bersifat universal dan mendalam.

Dalam tradisi Hindu, konsep Brahman menggambarkan realitas tertinggi yang mengandung segala sesuatu. Brahman adalah prinsip esensial yang menghubungkan semua makhluk, baik yang hidup maupun yang tidak hidup, sebagai bagian dari satu kesatuan besar. Semua jiwa (atman) dianggap sebagai bagian dari Brahman, dan kesadaran tentang keterhubungan ini adalah inti dari pencapaian moksha, atau pembebasan dari siklus reinkarnasi.

Tradisi Buddha mengajarkan keterhubungan ini melalui konsep Prattyasamutpda (interdependensi), yang menegaskan bahwa semua fenomena di alam semesta ada karena kondisi dan sebab-sebab tertentu. Tidak ada satu pun makhluk atau objek yang bisa eksis secara mandiri; semuanya saling bergantung dan terkait.

Dalam agama Yahudi, konsep keterhubungan ini terlihat dalam ajaran tentang Tikkun Olam, yang berarti "memperbaiki dunia." Prinsip ini mengajarkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan di bumi, karena segala sesuatu yang kita lakukan dapat membantu atau merusak ciptaan Allah. Ini adalah refleksi dari keyakinan bahwa manusia adalah mitra Allah dalam menjaga ciptaan.

Ajaran Gereja Katolik juga mencerminkan konsep keterhubungan ini. Paus Fransiskus (2015) menyatakan, "Tuhan telah memberi kita bumi ini sebagai rumah bersama, tempat kita dipanggil untuk hidup dalam solidaritas dengan segala ciptaan."  Dalam pandangan ini, setiap makhluk memiliki nilai intrinsik dan peran dalam rencana Allah, dan manusia dipanggil untuk menghormati dan melindungi hubungan ini sebagai bagian dari iman mereka.

Ketika membandingkan konsep keterhubungan dalam beberapa agama dan tradisi, kita dapat melihat bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam terminologi dan pendekatan, esensinya tetap serupa---yaitu pengakuan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini saling terhubung, dan bahwa kita semua adalah bagian dari satu kesatuan yang lebih besar. Meskipun berasal dari tradisi yang berbeda, semua menggarisbawahi pentingnya memahami dan menghormati keterhubungan kita dengan seluruh ciptaan. Kesadaran ini membawa implikasi moral dan spiritual yang mendalam bagi kehidupan manusia, mendorong kita untuk hidup dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan cinta kasih terhadap semua makhluk.

Mengintegrasikan Hukum Keesaan Ilahi dalam Kehidupan Pribadi

Mengintegrasikan Hukum Keesaan Ilahi ke dalam kehidupan pribadi adalah sebuah perjalanan menuju kesadaran yang lebih dalam tentang keterhubungan kita dengan semua yang ada di sekitar. Ada beberapa langkah praktis yang dapat diambil untuk menyelaraskan diri dengan hukum ini, antara lain meditasi dan kontemplasi, praktik syukur, pelayanan kepada sesama, menghormati alam dan lingkungan.

Mengintegrasikan Hukum Keesaan Ilahi dalam kehidupan pribadi membawa berbagai manfaat positif bagi kesehatan mental, emosional, dan spiritual. Beberapa dampak yang dapat dirasakan, seperti kesehatan mental, kesehatan emosional, dan kesehatan spiritual. Keseluruhan langkah-langkah ini tidak hanya memperkaya kehidupan pribadi, tetapi juga memperkuat komunitas dan dunia di sekitar kita. Dengan hidup dalam keselarasan dengan Hukum Keesaan Ilahi, kita menjadi agen perdamaian, cinta, dan harmoni yang lebih besar dalam kehidupan sehari-hari.

Dari uraian di atas dapat dikatakan, mengintegrasikan Hukum Keesaan Ilahi ke dalam kehidupan sehari-hari berdampak positif pada kesehatan mental, emosional, dan spiritual. Kesadaran akan keterhubungan dengan semua ciptaan memberikan makna, di mana kegiatan kecil menjadi bagian dari jaringan kasih yang lebih besar.  Ajaran Gereja Katolik dan tradisi spiritual menunjukkan pentingnya hidup selaras dengan prinsip-prinsip ini, memperkuat hubungan dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri.  Praktik seperti meditasi dan pelayanan mendukung peran kita sebagai agen perubahan. Dengan memahami dampak tindakan kita, kita dipanggil untuk menjaga bumi dan menciptakan dunia lebih baik. (*)

Merauke, 6 September 2024

Agustinus Gereda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun