Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggali Makna Keadilan: Refleksi Kehidupan Sehari-hari dalam Terang Kitab Suci

2 September 2024   06:05 Diperbarui: 2 September 2024   06:07 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tantangan dalam menerapkan keadilan di lingkungan profesional: Salah satu tantangan utama adalah adanya kesenjangan upah. Karyawan yang bekerja di posisi yang sama atau serupa sering menerima kompensasi yang berbeda tanpa alasan yang jelas atau adil. Ketidakadilan ini sering terjadi karena diskriminasi gender, ras, atau faktor lainnya. Selain itu, kurangnya pengakuan atas kontribusi karyawan juga menjadi masalah umum. Banyak perusahaan tidak memiliki sistem yang efektif untuk menilai dan mengapresiasi kerja keras karyawan secara adil, yang dapat menyebabkan ketidakpuasan dan penurunan motivasi. Masalah lain, keseimbangan kehidupan kerja sering terganggu oleh tuntutan pekerjaan yang berlebihan. Misalnya, karyawan dipaksa bekerja lebih lama, yang mengganggu keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Tantangan ini sering diperburuk oleh budaya perusahaan yang menilai dedikasi berdasarkan jumlah jam kerja, bukan hasil yang dicapai.

Menciptakan budaya keadilan di tempat kerja: Gereja Katolik menawarkan panduan yang kaya tentang bagaimana menciptakan budaya keadilan di tempat kerja. Paus Leo XIII dalam ensiklik Rerum Novarum (1891) menekankan pentingnya keadilan sosial dan martabat manusia dalam dunia kerja, dengan menegaskan bahwa pekerja tidak boleh diperlakukan sebagai barang atau instrumen produksi, tetapi harus dihormati sebagai pribadi yang berhak atas kondisi kerja yang adil dan layak. Paus Benediktus XVI, dalam Caritas in Veritate (2009), menegaskan bahwa pekerjaan manusia tidak boleh dipisahkan dari nilai-nilai spiritual dan moral. Setiap pekerja harus diperlakukan dengan keadilan yang mencerminkan martabat mereka sebagai anak-anak Allah.

Keadilan dalam Masyarakat

Perlakuan setara, penghapusan diskriminasi, dan tanggung jawab sosial: Ajaran Gereja Katolik sangat menekankan pentingnya keadilan sosial sebagai bagian integral dari misi Kristiani. Perlakuan setara adalah fondasi dari keadilan sosial, yang mengharuskan semua orang diberi kesempatan yang sama untuk berkembang dan menikmati hak-hak dasar. Ini didasarkan pada keyakinan bahwa semua manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:27), sehingga mereka memiliki martabat yang sama. Penghapusan diskriminasi adalah langkah penting untuk mencapai keadilan sosial. Gereja mengajarkan bahwa setiap bentuk diskriminasi adalah dosa, karena bertentangan dengan perintah kasih yang diajarkan oleh Yesus. Katekismus Gereja Katolik (KGK 1935) dengan tegas menyatakan bahwa setiap bentuk diskriminasi yang tidak berdasarkan pada alasan yang objektif dan adil harus dihapuskan. Tanggung jawab sosial adalah kewajiban setiap anggota masyarakat untuk berkontribusi pada kebaikan bersama. Hal ini meliputi membantu mereka yang kurang beruntung, terlibat dalam kegiatan amal, dan mendukung kebijakan yang mempromosikan keadilan sosial.

Memperjuangkan keadilan sosial: Umat Katolik dipanggil untuk menjadi agen keadilan sosial dalam masyarakat, yang bertindak sesuai dengan ajaran Kitab Suci. Salah satu prinsip utama adalah perintah untuk "mencintai sesamamu seperti dirimu sendiri" (Mat 22:39). Cinta kasih ini harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang mempromosikan keadilan dan kesejahteraan semua orang, terutama mereka yang tertindas dan terpinggirkan. Paus Paulus VI dalam ensiklik Populorum Progressio (1967) menekankan pentingnya solidaritas dan kerja sama antara semua orang untuk mengatasi ketidakadilan sosial. Hal ini berarti, umat Katolik harus berusaha menghapuskan ketidakadilan dalam masyarakat melalui berbagai cara seperti pendidikan, advokasi, dan tindakan langsung.

Menerapkan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat: Salah satu cara adalah melalui advokasi terhadap kebijakan yang mendukung hak-hak pekerja dan upah yang adil. Paus Yohanes Paulus II (1981) menegaskan pentingnya hak-hak pekerja dan menuntut agar mereka diperlakukan dengan adil dan bermartabat. Ini bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan mendukung undang-undang yang melindungi pekerja atau dengan memilih untuk membeli produk dari perusahaan yang menghormati hak-hak pekerja. Contoh lain adalah inisiatif komunitas yang mendukung inklusivitas dan melawan diskriminasi. Gereja mengajarkan bahwa setiap individu memiliki peran dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Keterlibatan dalam program-program seperti bantuan untuk tunawisma, penyediaan pendidikan bagi anak-anak kurang mampu, dan advokasi untuk hak-hak sipil merupakan wujud nyata dari keadilan sosial yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Keadilan adalah landasan moral yang mencerminkan nilai-nilai ilahi yang diajarkan Allah melalui Sabda-Nya. Dalam setiap aspek kehidupan---keluarga, pertemanan, tempat kerja, dan masyarakat---kita dipanggil untuk mewujudkan keadilan dengan penuh kasih. Artikel ini menekankan pentingnya keadilan dalam membangun hubungan harmonis dan masyarakat beradab. Sebagai umat Katolik, kita harus menghidupi keadilan dalam tindakan sehari-hari, bukan hanya memahaminya sebagai konsep. Ajaran Kitab Suci dan tradisi Gereja membimbing kita untuk menjadi pelaku keadilan di mana pun kita berada, baik dalam keluarga, pertemanan, tempat kerja, maupun masyarakat, dengan menekankan saling menghormati, kejujuran, dan perjuangan melawan diskriminasi. Dengan merenungkan dan menerapkan keadilan, kita memperdalam iman sekaligus berkontribusi bagi dunia yang lebih adil dan penuh kasih. Refleksi ini mengajak kita menjadikan keadilan sebagai pilar utama dalam hidup sebagai murid Kristus, meneladani cinta dan keadilan Allah. (*)

Merauke, 2 September 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun