Pengalaman sering dianggap sebagai metode pembelajaran yang lebih efektif daripada pendekatan teoretis murni karena berbagai alasan yang mencakup konteks nyata, ingatan yang lebih kuat, dan pengembangan keterampilan praktis.
Konteks nyata: Pengalaman memberikan pemahaman yang lebih mendalam karena individu belajar dalam situasi yang sebenarnya. Ini memungkinkannya untuk menghadapi tantangan dan masalah yang nyata, serta mencari solusi yang praktis dan relevan. Menurut John Dewey (1938), pengalaman nyata memberikan konteks yang kaya dan kompleks yang tidak dapat ditiru oleh pembelajaran di kelas. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk memahami konsep secara mendalam dan menerapkannya dalam situasi yang relevan.
Ingatan yang Lebih kuat: Pengalaman cenderung diingat lebih lama karena melibatkan emosi dan pancaindera. Ketika individu terlibat secara emosional dan sensoris dalam suatu peristiwa, memorinya tentang peristiwa tersebut menjadi lebih kuat dan bertahan lebih lama. Menurut David Kolb (1984), pengalaman langsung melibatkan peserta didik secara emosional dan sensoris, yang meningkatkan kemampuan mereka untuk mengingat dan memahami informasi.
Keterampilan Praktis: Melalui pengalaman, seseorang mengembangkan keterampilan yang sulit diperoleh hanya dari buku. Pengalaman praktis memungkinkannya untuk berlatih dan menyempurnakan keterampilan melalui latihan berulang dan refleksi. Menurut Carl Rogers (1969), keterampilan praktis hanya bisa benar-benar dipelajari melalui pengalaman langsung, sehingga peserta didik dapat mencoba, membuat kesalahan, dan belajar dari hasilnya.
Contoh-contoh Nyata
Pengalaman sebagai guru yang tak tergantikan dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di dunia kerja.
Kehidupan sehari-hari: Pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan pelajaran berharga yang sulit didapatkan melalui teori semata. Misalnya, belajar mengendarai sepeda adalah contoh klasik bagaimana pengalaman langsung adalah guru terbaik. Tidak peduli seberapa banyak individu membaca tentang cara mengendarai sepeda, ia hanya akan benar-benar belajar ketika ia mencobanya sendiri, jatuh, bangun, dan mencoba lagi.
Kegagalan adalah bagian dari kehidupan dan memberikan pelajaran yang sangat berharga. Melalui kegagalan, seseorang belajar mengevaluasi diri, mencari solusi, dan mencoba lagi dengan pendekatan yang berbeda. Menurut Angela Duckworth (2016), Grit: The Power of Passion and Perseverance, kegagalan bukanlah akhir, tetapi kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Ketekunan dan semangat yang timbul dari pengalaman kegagalan adalah kunci kesuksesan jangka panjang.
Hubungan interpersonal juga berkembang melalui pengalaman. Menghadapi konflik, berkomunikasi secara efektif, dan membangun kepercayaan adalah keterampilan yang dikembangkan melalui interaksi langsung dengan orang lain. Daniel Goleman (1995), dalam Emotional Intelligence, menyatakan bahwa kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi dalam diri sendiri dan orang lain adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat dan bermakna.
Dunia kerja: Pengalaman kerja memainkan peran penting dalam membentuk keterampilan dan sikap profesional yang diperlukan untuk sukses dalam karier. Pengalaman langsung di tempat kerja memungkinkan individu untuk mengembangkan keterampilan teknis yang relevan dengan pekerjaan mereka. Seorang insinyur, misalnya, akan mempelajari cara menggunakan perangkat lunak desain dan teknik melalui proyek nyata yang melibatkan pemecahan masalah praktis.
Contoh lain, pengalaman bekerja dalam tim dan berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan membantu individu mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif. Ini termasuk kemampuan untuk mendengarkan, menyampaikan ide dengan jelas, dan bernegosiasi. Pengalaman kerja juga membentuk sikap profesional seperti etika kerja, disiplin, dan tanggung jawab. Melalui pengalaman, individu belajar pentingnya ketepatan waktu, penyelesaian tugas dengan baik, dan sikap yang proaktif.