Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru yang Tegas, Pahlawan atau Penguasa Kelas?

8 Juli 2024   05:28 Diperbarui: 8 Juli 2024   06:11 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam dunia pendidikan, guru memegang peran penting sebagai pembentuk karakter dan kecerdasan siswa. Tidak hanya bertanggung jawab menyampaikan pengetahuan, guru juga menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang akan membimbing siswa sepanjang hidup mereka. 

Namun, muncul pertanyaan tentang pendekatan seorang pendidik: apakah ketegasan yang diterapkan oleh seorang guru menjadikannya sebagai pahlawan yang membimbing siswa menuju kesuksesan, atau sekadar penguasa kelas yang menimbulkan ketakutan dan kepatuhan tanpa pemahaman? 

Artikel ini berusaha menggali dua perspektif utama mengenai ketegasan guru dalam konteks pendidikan. Diharapkan uraian ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana ketegasan dapat memengaruhi dinamika kelas dan perkembangan siswa.

Definisi dan Konteks

Pengertian ketegasan. Ketegasan dalam konteks pendidikan dapat didefinisikan sebagai kemampuan seorang guru untuk menetapkan batasan yang jelas, memberikan arahan yang tegas, dan memastikan kepatuhan terhadap aturan yang ada, sambil tetap memperhatikan kebutuhan dan perasaan siswa. 

Menurut Thomas Gordon (1974), dalam Teacher Effectiveness Training, ketegasan adalah keterampilan komunikasi yang melibatkan kemampuan untuk menyatakan kebutuhan dan keinginan secara jelas dan langsung, tanpa mengabaikan hak-hak orang lain. Ketegasan bukanlah tentang dominasi atau kontrol, melainkan keseimbangan antara otoritas dan empati.

Ketegasan dalam sejarah pendidikan. Peran ketegasan dalam pendidikan telah mengalami evolusi yang signifikan sepanjang sejarah. 

Pada masa lampau, pendekatan pendidikan sering bersifat sangat otoriter. Guru memiliki kontrol penuh atas siswa dan menggunakan hukuman fisik sebagai sarana utama menegakkan disiplin. 

John Dewey (1916), dalam Democracy and Education, mengkritik pendekatan ini, dengan menegaskan bahwa pendidikan harus berfokus pada pengembangan individu yang mampu berpikir kritis dan berpartisipasi dalam masyarakat demokratis. Ia menganjurkan metode yang lebih progresif, bahwa ketegasan tetap ada, tetapi dikombinasikan dengan dorongan untuk belajar mandiri dan kolaborasi.

Dalam beberapa dekade terakhir, pendidikan telah bergerak menuju pendekatan yang lebih seimbang. Guru diharapkan untuk memiliki kontrol kelas yang kuat, namun juga menunjukkan empati dan perhatian terhadap kebutuhan emosional siswa. Penelitian Robert J. Marzano (2003) menyoroti bahwa guru yang efektif adalah mereka yang dapat menetapkan aturan dan harapan yang jelas sambil tetap memperlakukan siswa dengan hormat dan mengakui individualitas mereka.

Kontras dengan kepemimpinan otoriter. Meskipun ketegasan dan kepemimpinan otoriter sering terlihat serupa, keduanya memiliki perbedaan mendasar. 

Kepemimpinan otoriter cenderung bersifat kontrol penuh tanpa memberi ruang untuk dialog atau partisipasi siswa. Paulo Freire (1968), dalam Pedagogy of the Oppressed, menggambarkan pendekatan otoriter sebagai bentuk pendidikan yang menindas, karena siswa diperlakukan sebagai objek pasif yang harus menerima instruksi tanpa pertanyaan. 

Sebaliknya, ketegasan yang sehat memungkinkan adanya komunikasi dua arah dan menghargai kontribusi siswa dalam proses belajar. Ketegasan yang efektif mendorong tanggung jawab pribadi dan kemandirian, sementara kepemimpinan otoriter mengarah pada ketergantungan dan ketakutan. 

Barbara Coloroso (1995), dalam Kids Are Worth It, menekankan bahwa ketegasan adalah menetapkan batas yang jelas dan konsisten sambil tetap menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang.

Ketegasan sebagai Pahlawan

Membangun disiplin dan tanggung jawab. Disiplin yang diterapkan dengan tegas namun adil dapat membantu siswa memahami batasan-batasan yang ada dan mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab. 

Menurut William Glasser (1969), dalam Schools Without Failure, disiplin yang efektif adalah disiplin yang diajarkan, bukan dipaksakan. Ketegasan memungkinkan guru untuk menegakkan aturan tanpa menggunakan hukuman yang keras, sehingga siswa belajar untuk menghormati aturan karena mereka memahami pentingnya, bukan karena takut akan konsekuensinya.

Pemberdayaan melalui struktur. Struktur dan aturan yang jelas sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Ketegasan membantu dalam menetapkan struktur tersebut, sehingga siswa memiliki kerangka kerja yang jelas tentang apa yang diharapkan dari mereka. 

Menurut Marzano (2003), dalam Classroom Management That Works, struktur yang baik membantu siswa merasa aman dan dihargai. Mereka tahu apa yang diharapkan dan merasa bahwa lingkungan belajar mereka stabil dan teratur. Ketika siswa merasa aman, mereka lebih cenderung berpartisipasi aktif dalam proses belajar.

Ketegasan sebagai Penguasa Kelas

Dampak negatif ketegasan berlebihan. Hal ini dapat berdampak negatif pada siswa, terutama dari segi psikologis dan emosional. Ketika ketegasan berubah menjadi kontrol yang kaku, siswa mungkin merasa tertekan dan tidak bebas mengekspresikan diri. 

Menurut penelitian Alfie Kohn (1993), Punished by Rewards, penggunaan ketegasan yang berlebihan, terutama ketika disertai dengan hukuman, dapat merusak motivasi intrinsik siswa. 

Siswa mungkin mematuhi aturan hanya untuk menghindari hukuman, bukan karena mereka memahami atau setuju dengan aturan tersebut. Ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan emosional, penurunan rasa percaya diri, dan bahkan perasaan putus asa.

Ketegangan dan ketakutan. Ketegasan yang tidak terkendali dapat menciptakan suasana kelas yang penuh ketegangan dan ketakutan. Ketika merasa selalu diawasi dan harus mematuhi aturan yang sangat ketat, siswa cenderung cemas dan stres. 

Barbara Coloroso (1995) mencatat bahwa lingkungan belajar yang didominasi oleh ketakutan tidak kondusif untuk perkembangan intelektual atau emosional. Ketika siswa takut untuk membuat kesalahan, mereka mungkin menjadi pasif dan enggan berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Ini menghambat kreativitas dan keinginan mereka untuk mengambil risiko, yang penting untuk pembelajaran yang efektif.

Pendekatan Ideal

Keseimbangan antara ketegasan dan kelembutan. Menemukan keseimbangan yang tepat antara ketegasan dan kelembutan dalam mengelola kelas adalah kunci untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan produktif. 

Menurut Carol Ann Tomlinson (1999), dalam The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners, guru yang efektif dapat menetapkan batas yang jelas dan tegas sambil tetap menunjukkan kelembutan dan pemahaman terhadap kebutuhan individu siswa. 

Ketegasan tanpa kelembutan dapat menjadi otoritarian, sementara kelembutan tanpa ketegasan dapat menyebabkan kebingungan dan kurangnya disiplin. Guru perlu mengadopsi pendekatan yang fleksibel, menyesuaikan gaya manajemen mereka dengan situasi dan kebutuhan siswa.

Komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif antara guru dan siswa adalah elemen penting dalam menciptakan keseimbangan antara ketegasan dan kelembutan. Gordon Thomas (1974) menegaskan bahwa keterbukaan dan dialog yang sehat dapat membangun hubungan yang saling menghormati antara guru dan siswa. 

Komunikasi yang baik melibatkan sikap mendengarkan dengan empati, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan memastikan bahwa harapan serta aturan dipahami oleh semua pihak. Dengan cara ini, guru dapat menetapkan batas yang jelas tanpa perlu menggunakan otoritas yang berlebihan, dan siswa merasa dihargai serta didengarkan.

Pentingnya empati dan pengertian. Empati memungkinkan guru melihat dunia dari perspektif siswa, memahami tantangan dan kesulitan yang mereka hadapi. Menurut Daniel Goleman (1995), dalam Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ, empati adalah kemampuan mendasar yang memungkinkan guru untuk membangun hubungan yang kuat dan mendukung dengan siswa. Dengan menunjukkan empati, guru dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana siswa merasa cukup nyaman untuk mengekspresikan diri dan mengambil risiko dalam pembelajaran mereka.

Paparan di atas menunjukkan, ketegasan adalah salah satu keterampilan penting yang harus dimiliki oleh guru dalam mengelola kelas. Ketegasan yang diterapkan dengan bijak dapat membantu membangun disiplin dan tanggung jawab, menciptakan struktur yang memberdayakan siswa, dan menghasilkan kisah sukses yang inspiratif. 

Sebaliknya, ketika ketegasan diterapkan secara berlebihan, dampaknya bisa merugikan, menciptakan suasana kelas yang penuh ketegangan dan ketakutan, serta mengakibatkan kegagalan dalam proses pembelajaran. Karena itu, seorang guru perlu menetapkan aturan dan harapan yang jelas, adil, dan konsisten menegakkannya. 

Menyintesiskan ketegasan dan kelembutan, sehingga siswa merasa dihargai dan didukung serta membangun komunikasi yang terbuka dan efektif antara guru dan siswa. Selain itu, menunjukkan empati serta memahami kebutuhan individu siswa agar tercipta lingkungan belajar yang terhindar dari konflik untuk meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa. 

Menerapkan pendekatan tersebut menjadikan guru sebagai pahlawan dalam dunia pendidikan, membimbing dan mendukung siswa menuju kesuksesan, tanpa harus menjadi penguasa yang menakutkan. 

Ketegasan yang dikombinasikan dengan empati dan komunikasi yang efektif dapat menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga siswa dapat berkembang secara akademis, emosional, dan sosial. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun