Kepemimpinan otoriter cenderung bersifat kontrol penuh tanpa memberi ruang untuk dialog atau partisipasi siswa. Paulo Freire (1968), dalam Pedagogy of the Oppressed, menggambarkan pendekatan otoriter sebagai bentuk pendidikan yang menindas, karena siswa diperlakukan sebagai objek pasif yang harus menerima instruksi tanpa pertanyaan.
Sebaliknya, ketegasan yang sehat memungkinkan adanya komunikasi dua arah dan menghargai kontribusi siswa dalam proses belajar. Ketegasan yang efektif mendorong tanggung jawab pribadi dan kemandirian, sementara kepemimpinan otoriter mengarah pada ketergantungan dan ketakutan.
Barbara Coloroso (1995), dalam Kids Are Worth It, menekankan bahwa ketegasan adalah menetapkan batas yang jelas dan konsisten sambil tetap menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang.
Ketegasan sebagai Pahlawan
Membangun disiplin dan tanggung jawab. Disiplin yang diterapkan dengan tegas namun adil dapat membantu siswa memahami batasan-batasan yang ada dan mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab.
Menurut William Glasser (1969), dalam Schools Without Failure, disiplin yang efektif adalah disiplin yang diajarkan, bukan dipaksakan. Ketegasan memungkinkan guru untuk menegakkan aturan tanpa menggunakan hukuman yang keras, sehingga siswa belajar untuk menghormati aturan karena mereka memahami pentingnya, bukan karena takut akan konsekuensinya.
Pemberdayaan melalui struktur. Struktur dan aturan yang jelas sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Ketegasan membantu dalam menetapkan struktur tersebut, sehingga siswa memiliki kerangka kerja yang jelas tentang apa yang diharapkan dari mereka.
Menurut Marzano (2003), dalam Classroom Management That Works, struktur yang baik membantu siswa merasa aman dan dihargai. Mereka tahu apa yang diharapkan dan merasa bahwa lingkungan belajar mereka stabil dan teratur. Ketika siswa merasa aman, mereka lebih cenderung berpartisipasi aktif dalam proses belajar.
Ketegasan sebagai Penguasa Kelas
Dampak negatif ketegasan berlebihan. Hal ini dapat berdampak negatif pada siswa, terutama dari segi psikologis dan emosional. Ketika ketegasan berubah menjadi kontrol yang kaku, siswa mungkin merasa tertekan dan tidak bebas mengekspresikan diri.
Menurut penelitian Alfie Kohn (1993), Punished by Rewards, penggunaan ketegasan yang berlebihan, terutama ketika disertai dengan hukuman, dapat merusak motivasi intrinsik siswa.