Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seragam Sekolah, Simbol Kesetaraan atau Beban Ekonomi?

5 Juli 2024   04:50 Diperbarui: 5 Juli 2024   04:54 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biaya seragam yang tinggi. Biaya seragam sekolah telah mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Kenaikan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk inflasi, peningkatan biaya produksi, dan perubahan desain seragam yang lebih modern dan kompleks. Hal ini tidak hanya terjadi pada seragam utama, tetapi juga mencakup seragam tambahan seperti seragam olahraga, seragam pramuka, dan seragam batik sekolah. Keluarga dengan lebih dari satu anak yang bersekolah harus mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan seragam setiap tahunnya. Menurut Rina Mahardika (2021), dalam Kebijakan Pendidikan dan Dampaknya terhadap Ekonomi Keluarga, kenaikan biaya seragam sekolah merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh keluarga kurang mampu. Hal ini Sering menyebabkan tekanan finansial yang signifikan, terutama pada awal tahun ajaran baru.

Dampak finansial pada keluarga. Bagi keluarga kurang mampu, biaya seragam sekolah menjadi beban yang berat. Pada awal tahun ajaran baru, orang tua harus memprioritaskan pembelian seragam melebihi kebutuhan lain yang juga penting, seperti makanan, kesehatan, dan perumahan. Sebuah studi oleh Yayasan Penggerak Pendidikan (2022) menemukan bahwa sekitar 40% keluarga di pedesaan menghabiskan lebih dari 20% pendapatan bulanan mereka untuk biaya pendidikan, termasuk seragam sekolah. Dampak ini lebih terasa pada keluarga dengan pendapatan rendah yang harus menanggung biaya seragam untuk beberapa anak sekaligus.

Perbandingan dengan negara lain. Beberapa negara lain juga menghadapi masalah serupa terkait biaya seragam sekolah, namun mereka memiliki kebijakan yang berbeda untuk mengatasinya. Di Jepang, misalnya, pemerintah menyediakan subsidi bagi keluarga berpenghasilan rendah untuk membantu membeli seragam sekolah. Subsidi ini mencakup biaya seragam utama, seragam olahraga, dan perlengkapan sekolah lainnya (Takagi, 2018, Education Policy in Japan). Di Inggris, beberapa sekolah memiliki program seragam bekas. Siswa dapat menyumbangkan seragam lama mereka yang masih layak pakai untuk siswa lain yang membutuhkan. Program ini tidak hanya membantu mengurangi beban biaya, tetapi juga mempromosikan nilai-nilai keberlanjutan dan kepedulian sosial (Smith, 2019, Education and Economic Challenges in the UK). Di Australia, pemerintah negara bagian memberikan bantuan berupa voucher atau uang tunai kepada keluarga kurang mampu untuk membeli seragam sekolah. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang sama terhadap pendidikan tanpa harus menghadapi hambatan finansial yang berat (Brown, 2020, Education Funding and Policy in Australia).

Solusi dan Kebijakan Alternatif

Seiring dengan perkembangan zaman, masalah seragam sekolah semakin nyata. Diperlukan kebijakan yang lebih adaptif dan inklusif untuk memastikan bahwa tujuan awal seragam sekolah dapat tercapai tanpa menambah beban ekonomi yang berat bagi keluarga kurang mampu.

Subsidi dan bantuan bagi keluarga kurang mampu. Subsidi ini bisa berbentuk uang tunai, voucher, atau bantuan langsung berupa seragam sekolah. Kebijakan ini telah diterapkan di beberapa negara dengan hasil yang cukup positif. Menurut Anisa Putri (2022), dalam Kebijakan Publik dalam Pendidikan, subsidi seragam sekolah adalah langkah strategis yang dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga kurang mampu sekaligus memastikan semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Contoh konkret dari kebijakan ini adalah program BOS yang mencakup dana untuk berbagai kebutuhan sekolah, termasuk seragam. Namun, perluasan program ini dengan alokasi khusus untuk seragam sekolah bisa lebih efektif dalam menangani masalah ini.

Pemanfaatan seragam bekas. Program ini melibatkan pengumpulan seragam bekas dari siswa yang sudah tidak membutuhkannya dan mendistribusikannya kepada siswa yang membutuhkan. Program ini tidak hanya mengurangi biaya, tetapi juga mempromosikan nilai-nilai keberlanjutan dan kepedulian sosial. Menurut Linda Harjanto (2021), dalam Inovasi dalam Pendidikan, program seragam bekas dapat menjadi solusi praktis dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah biaya seragam sekolah. Ini juga dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya berbagi dan peduli terhadap sesama. Beberapa sekolah kita sudah mulai mengadopsi program ini dengan mengadakan bazar seragam bekas atau mendirikan "bank seragam" di sekolah-sekolah. Program ini bisa diperluas dan didukung oleh pemerintah serta lembaga-lembaga swasta untuk mencapai dampak yang lebih luas.

Kebijakan yang fleksibel. Mengurangi jumlah setelan seragam yang wajib dimiliki oleh siswa dan memperkenalkan variasi seragam yang lebih ekonomis. Kebijakan ini dapat mencakup pengurangan jumlah hari wajib seragam atau memperkenalkan seragam yang lebih sederhana dan murah. Menurut Budi Santoso, dalam Manajemen Pendidikan di Indonesia, kebijakan yang lebih fleksibel dalam penggunaan seragam dapat membantu mengurangi tekanan finansial bagi keluarga tanpa mengorbankan tujuan utama seragam sekolah. Beberapa negara, seperti Australia, telah mengadopsi kebijakan fleksibel ini. Siswa diperbolehkan mengenakan seragam yang lebih sederhana atau bahkan pakaian bebas pada hari-hari tertentu. Hal ini tidak hanya mengurangi biaya, tetapi juga memberikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada siswa.

Implementasi dan dukungan kebijakan. Untuk mengimplementasikan solusi-solusi di atas secara efektif, diperlukan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak: pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Kebijakan subsidi dan bantuan bisa didanai melalui anggaran pendidikan atau kemitraan dengan sektor swasta. Program seragam bekas memerlukan koordinasi yang baik antara sekolah dan komunitas lokal, sedangkan kebijakan fleksibel memerlukan perubahan regulasi dan kesadaran akan pentingnya kebijakan yang adaptif.

Paparan di atas memperlihatkan, seragam sekolah di Indonesia memiliki makna mendalam sebagai simbol kesetaraan, kesatuan, dan kedisiplinan. Namun, biaya seragam yang semakin tinggi telah menjadi beban ekonomi yang signifikan bagi keluarga kurang mampu. Kebijakan seragam yang awalnya dimaksudkan untuk menciptakan kesetaraan justru menambah tekanan finansial, khususnya pada awal tahun ajaran baru. 

Berbagai solusi telah diusulkan, termasuk pemberian subsidi dan bantuan seragam, program penggunaan seragam bekas, dan kebijakan fleksibel dalam penggunaan seragam. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Diharapkan, agar semua anak dapat mengakses pendidikan tanpa hambatan ekonomi. Melalui kebijakan yang adil dan berpihak pada siswa keluarga kurang mampu, kita dapat memastikan bahwa pendidikan benar-benar menjadi hak semua anak, sehingga mereka dapat meraih mimpi dan masa depan yang cerah. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun