Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesetaraan dalam Ikatan Suci: Memahami Perkawinan di Era Modern

27 Juni 2024   05:08 Diperbarui: 27 Juni 2024   06:26 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesetaraan dalam Tanggung Jawab

Prinsip kesetaraan dalam tanggung jawab menegaskan bahwa suami istri memiliki peran yang sama dalam membangun dan merawat hidup perkawinan berdasarkan kasih yang tulus dan pengorbanan. Kesetaraan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pengambilan keputusan hingga tanggung jawab sehari-hari dalam kehidupan keluarga (Bdk. Ef 5:21.25; 1Kor 7:3-4).

Gereja Katolik menegaskan bahwa dalam perkawinan, suami dan istri dipanggil untuk saling mengasihi dan bekerja sama (Gaudium et Spes, 1965). Gereja juga menekankan bahwa pria dan wanita dipanggil untuk saling membantu dan saling mengasihi dengan cara yang sama (KGK 1605). Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio (1981) menegaskan bahwa suami istri, sebagai mitra dalam persekutuan kehidupan dan kasih, memiliki tanggung jawab yang sama dan tugas yang sama dalam kehidupan keluarga. Mereka harus bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan keluarga dan mendidik anak-anak mereka dalam semangat Injil.

Suami dan istri harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan yang muncul dalam kehidupan perkawinan; dan mengambil keputusan bersama melalui komunikasi yang jujur dan terbuka. Keduanya juga bertanggung jawab atas keberhasilan maupun kegagalan dalam perkawinan. Hal ini mencerminkan janji perkawinan: "Saya mencintai engkau dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit." Tidak ada satu pihak yang lebih berhak atau lebih bertanggung jawab dalam membangun relasi yang sehat dan berkelanjutan.

Kesetaraan dalam Hak

Suami dan istri memiliki hak yang sama untuk dihormati, didengar, dan diperlakukan secara adil dalam kehidupan keluarga. Kesetaraan dalam hak ini mencakup hak untuk mengungkapkan pendapat, mengambil keputusan bersama, dan menerima kasih sayang serta perhatian yang setara. Prinsip ini menekankan pentingnya saling menghormati dan mengasihi dalam hubungan suami istri (Bdk. 1Kor 7:3-4; Kol 3:19-20).

Gereja Katolik menekankan keluarga sebagai komunitas cinta kasih dan solidaritas. Keduanya dipanggil untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan hak-hak setiap anggota keluarga diakui dan dihormati (KGK 2203). Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio (1981) menekankan kesetaraan dalam hak antara suami dan istri.

Suami dan istri berhak mengungkapkan pendapat mereka dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pengambilan keputusan. Keputusan tersebut harus dibuat bersama dengan cara yang adil dan saling menghargai. Hak-hak dan kebutuhan kedua belah pihak harus diakui, tanpa ada yang lebih berhak daripada yang lainnya. Keduanya juga berhak menerima kasih sayang, perhatian, dan penghargaan dari pasangannya. Ini mencakup tindakan-tindakan kecil sehari-hari yang menunjukkan rasa cinta dan perhatian, serta pengakuan akan pentingnya kehadiran dan kontribusi masing-masing dalam kehidupan keluarga.

Kesetaraan dalam Pengambilan Keputusan 

Pengambilan keputusan merupakan aspek yang krusial dan harus didasarkan pada kesetaraan antara suami dan istri. Keputusan besar yang memengaruhi kehidupan keluarga harus diputuskan bersama dengan mengutamakan konsultasi, kesepakatan, bahkan doa bersama. Prinsip ini memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil mencerminkan kasih dan tanggung jawab bersama (Bdk. Yak 1:5; Ef 5:21; Rom 12:16).

Gereja Katolik menyatakan bahwa perkawinan yang didasarkan pada kasih setia dan kesetaraan memerlukan partisipasi aktif dari suami dan istri dalam pengambilan keputusan (KGK 1648). Paus Yohanes Paulus II dalam Mulieris Dignitatem (1988) menekankan kesetaraan dalam pengambilan keputusan, yang mencerminkan martabat dan panggilan mereka sebagai mitra yang setara dalam kasih Kristus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun