Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengupas Kesetiaan Batiniah dan Jasmaniah Pasangan Suami Istri

19 Juni 2024   05:36 Diperbarui: 19 Juni 2024   05:48 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perkawinan, dalam tradisi Katolik, bukanlah sekadar ikatan lahiriah antara dua individu, tetapi juga sebuah janji kesetiaan batiniah dan jasmaniah yang mendalam. Kesetiaan dalam perkawinan tidak hanya mencakup aspek fisik dan emosional, tetapi juga aspek spiritual yang didasarkan pada Alkitab dan ajaran Gereja Katolik. 

Dalam konteks ini, penting untuk memahami konsep kesetiaan dalam perkawinan Katolik, baik dari perspektif teologis maupun praktis. Pemahaman tersebut akan membantu pasangan mengatasi tantangan serta mempertahankan kesetiaan. Artikel ini berusaha mengupas makna kesetiaan batiniah dan jasmaniah dalam perkawinan Katolik, tantangan, dan peran Gereja mendukung kesetiaan suami istri dalam perkawinan mereka.

Landasan Alkitabiah tentang Kesetiaan

Kesetiaan dalam perkawinan Katolik tidak semata-mata mengacu pada ketaatan fisik terhadap pasangan. Ia juga merujuk pada komitmen yang mendalam dan konstan untuk saling mendukung, menghormati, dan mengasihi dalam segala keadaan. Hal ini mencakup kesetiaan memenuhi janji pernikahan, saling memahami, dan menghargai martabat masing-masing individu sebagai anak-anak Allah.

Lebih dari sekadar keterikatan emosional, kesetiaan batiniah dalam perkawinan Katolik mengisyaratkan sebuah komitmen spiritual yang kokoh. Pasangan hidup saling mendukung dalam perjalanan mereka menuju Tuhan. Hal ini mencakup kesetiaan menjaga kesucian perkawinan, menjauhi godaan berselingkuh atau meninggalkan pasangan demi kepentingan sendiri.

Kitab Suci memberikan landasan yang kuat untuk konsep kesetiaan dalam perkawinan. Dalam pernikahan, dua orang menjadi satu daging (Kej 2:24). Hal ini menekankan kesatuan yang mendalam antara suami dan istri. Kitab Mazmur menekankan pentingnya kesetiaan (Mzm 25:10). Rasul Paulus menegaskan perintah bagi suami untuk mencintai istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat, sementara istri dihimbau untuk menghormati suaminya (Ef 5: 22-33).

Janji Setia dalam Perkawinan

Janji setia dalam upacara perkawinan Katolik menandai komitmen mendalam antara dua individu dalam ikatan suci. Janji ini bukan hanya simbolis, tetapi juga komitmen nyata untuk saling mendukung, menghormati, dan mengasihi sepanjang hidup.

Pasangan mengucapkan janji setia di hadapan Allah dan komunitas iman (Gereja). Ini adalah puncak dari persiapan spiritual yang mendalam, menegaskan komitmen untuk saling mencintai dalam suka dan duka, tetap setia dalam iman Katolik, menjaga kesucian perkawinan, dan mendukung pertumbuhan rohani pasangan.

Janji setia ini memiliki makna dan konsekuensi besar, mencakup komitmen untuk saling mencintai, menghormati, memaafkan, mendukung, dan berjuang bersama dalam membangun rumah tangga yang kokoh dan bahagia.

Konsekuensi janji setia meliputi tanggung jawab moral dan spiritual yang besar. Pasangan dihadapkan pada panggilan untuk terus memenuhi janji-janji tersebut, meskipun menghadapi cobaan dan godaan. Dalam ensiklik Familiaris Consortio (1981), Paus Yohanes Paulus II menekankan pentingnya janji setia dalam perkawinan Katolik, yang menuntut kesetiaan dan kekuatan spiritual sepanjang hidup.

Kesetiaan Batiniah dan Jasmaniah

Kesetiaan dalam perkawinan mencakup dua dimensi penting: batiniah dan jasmaniah. Kesetiaan batiniah meliputi cinta, pengabdian, dan kesetiaan. Kesetiaan jasmaniah mencakup kesetiaan seksual dan penghindaran perzinahan. Keduanya saling melengkapi dan memperkuat hubungan suami istri dalam ikatan sakramental.

Kesetiaan batiniah mencakup cinta tulus, pengabdian tanpa pamrih, dan kesetiaan yang kokoh. Paus Benediktus XVI dalam ensiklik Deus Caritas Est (2005) menekankan pentingnya cinta dalam hubungan manusia, khususnya dalam perkawinan. Suami dan istri saling melayani dengan penuh kasih dan pengertian sesuai ajaran Yesus (Mat 20:28).

Kesetiaan jasmaniah menuntut penghormatan terhadap tubuh pasangan dan penghindaran perzinahan. Ini mencakup kesetiaan seksual yang eksklusif. Suami dan istri hanya menjalin hubungan intim satu sama lain sesuai dengan rencana Tuhan dalam menciptakan perkawinan (Kej 2:24). Paus Pius XI dalam ensiklik Casti Connubii (1930) menegaskan pentingnya menjaga kesucian perkawinan dan menghindari perzinahan karena merusak rahmat perkawinan dan keluarga, serta menghancurkan kehormatan suci yang harus dilindungi.

Tantangan Menjaga Kesetiaan

Menjaga kesetiaan perkawinan tidaklah mudah karena sering dihadapkan pada berbagai tantangan, baik dari luar maupun dari dalam. Pasangan suami istri harus memahami dan mengatasi godaan yang mengancam kesetiaan perkawinan mereka.

Tantangan pertama adalah godaan dari luar, seperti pengaruh budaya, media, dan lingkungan sekitar. Budaya kontemporer sering mempromosikan citra perkawinan yang sekuler, di mana kesetiaan dipandang sebagai sesuatu yang relatif atau tidak penting. Media massa sering menunjukkan gambaran yang distorsi tentang cinta dan hubungan, menganggap kesetiaan sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman atau tidak realistis.

Untuk menghadapi godaan dari luar, pasangan Katolik perlu memperkuat iman dan membangun perlindungan spiritual yang kokoh. Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Familiaris Consortio (1981) menekankan pentingnya perlindungan keluarga dari pengaruh negatif luar.

Tantangan lain berasal dari dalam diri pasangan, seperti keegoisan dan kurangnya komitmen. Keegoisan sering menjadi akar ketidaksetiaan dalam perkawinan. Salah satu atau kedua pasangan mengutamakan keinginan pribadi di atas kepentingan pasangan. Kurangnya komitmen juga mengancam kesetiaan perkawinan. Pasangan yang tidak sepenuhnya berkomitmen, rentan meninggalkan komitmen saat menghadapi kesulitan.

Untuk mengatasi godaan dari dalam, pasangan Katolik perlu memperkuat komitmen dan membangun hubungan yang didasarkan pada kasih sayang, pengertian, dan pengampunan. Paus Fransiskus dalam ensiklik Amoris Laetitia (2016) menekankan pentingnya memperkuat ikatan perkawinan melalui komitmen yang kokoh dan terhindar dari segala bentuk ancaman.

Peran Gereja Memberikan Dukungan

Gereja Katolik memegang peran penting dalam mendukung kesetiaan perkawinan melalui bimbingan pastoral dan konseling perkawinan. Berdasarkan landasan Kitab Suci, Gereja berupaya memperkuat hubungan suami istri dan membantu mereka mengatasi tantangan yang mengancam kesetiaan.

Bimbingan pastoral adalah salah satu cara Gereja mendukung kesetiaan dalam perkawinan. Melalui bimbingan ini, pasangan mendapatkan pengajaran dan arahan sesuai ajaran Katolik, serta bantuan dalam mengatasi konflik dan tantangan. Paus Fransiskus dalam ensiklik Amoris Laetitia (2016) menekankan pentingnya bimbingan pastoral yang empatik dan inklusif.

Konseling perkawinan Katolik juga penting dalam mendukung kesetiaan. Melalui konseling, pasangan dapat memahami lebih baik peran dan tanggung jawab dalam perkawinan serta belajar cara mengatasi konflik. Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Familiaris Consortio (1981) menyoroti pentingnya konseling perkawinan sebagai bagian penting dari tugas pastoral keluarga.

Kesetiaan batiniah dan jasmaniah merupakan fondasi yang kokoh dalam membangun perkawinan Katolik yang berlandaskan nilai-nilai kebenaran dan cinta sejati, berlandaskan Kitab Suci dan ajaran Gereja. Kesetiaan dalam perkawinan Katolik bukanlah sekadar komitmen lahiriah, tetapi juga komitmen batiniah yang tulus dan tak tergoyahkan. 

Kesetiaan juga menuntut penghormatan terhadap kesucian perkawinan. Pasangan berkomitmen menjaga kesetiaan seksual dan menghindari perzinahan. 

Dalam menghadapi tantangan kesetiaan, pasangan dapat mengikuti bimbingan pastoral dan konseling perkawinan Katolik. Cara ini dapat memperkuat iman dan komitmen pasangan, sehingga dapat mengatasi godaan dan memperkokoh kesetiaan perkawinan. 

Dengan membangun hubungan yang kuat dan berlandaskan kesetiaan, pasangan suami istri dapat menjadi saksi Kristus di dunia maupun di akhirat. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun