Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat dengan Hati: Perjalanan Menuju Kebijaksanaan dan Kebahagiaan

10 Juni 2024   04:06 Diperbarui: 10 Juni 2024   04:35 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah kesibukan dan tantangan kehidupan modern, sering kita terjebak dalam cara pandang yang sempit, hanya melihat permukaan dari setiap peristiwa dan interaksi. Namun, ada cara pandang lebih dalam, yang dikenal sebagai 'melihat dengan hati'. Ini bukan hanya tentang penglihatan fisik, tetapi memahami dunia dan orang-orang di sekitar dengan empati, pengertian, dan kebijaksanaan. Melihat dengan hati adalah perjalanan panjang yang memerlukan kesabaran, ketekunan, serta latihan terus-menerus. Artikel ini berusaha membahas bagaimana konsep ini dapat membawa kita pada kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati, serta bagaimana kita dapat memulai dan mengembangkan perjalanan ini dalam kehidupan sehari-hari.

Melihat dengan Hati

Melihat dengan hati adalah metafora yang menggambarkan kemampuan memahami dunia dengan empati dan pengertian, melihat lebih dalam dari permukaan, dan merasakan koneksi emosional yang kuat. Paus Fransiskus, dalam ensiklik Laudato Si' (2015), menekankan pentingnya hati yang peka terhadap penderitaan dunia dan kebutuhan orang lain, menyatakan bahwa kebijaksanaan sejati berasal dari pemahaman ini.

Tindakan sederhana, seperti mendengarkan teman tanpa menghakimi atau memahami situasi seorang tunawisma dan mencari cara membantu, adalah contoh melihat dengan hati. Daniel Goleman dalam Emotional Intelligence (1995), menekankan bahwa empati dan kemampuan memahami perasaan orang lain adalah kunci hubungan yang sehat.

Elemen kunci 'melihat dengan hati' mencakup empati, pengertian, dan kebijaksanaan. Empati, menurut Carl Rogers (1980), dalam A Way of Being, adalah inti hubungan manusia yang sehat. Pengertian, yang melibatkan melihat situasi dari perspektif berbeda, didorong oleh Santo Ignatius dari Loyola dalam latihan rohaninya (1584), membantu mencapai kebijaksanaan lebih besar. Kebijaksanaan, salah satu dari tujuh karunia Roh Kudus (KGK, 1831), memungkinkan seseorang melihat dunia dengan mata penuh cinta dan pengertian.

Manfaat melihat dengan hati termasuk meningkatkan hubungan interpersonal, menciptakan lingkungan harmonis, dan mengurangi konflik. John Gottman (1999), dalam The Seven Principles for Making Marriage Work, menganggap empati dan pengertian penting untuk hubungan yang sehat dan bahagia. Paus Yohanes Paulus II, dalam ensiklik Evangelium Vitae (1995), menekankan cinta dan empati dalam membangun masyarakat adil dan penuh kasih. Filsuf Martin Buber (1923) mengajarkan bahwa hubungan otentik dan penuh pengertian mengurangi konflik dan meningkatkan pemahaman.

Perjalanan Menuju Kebijaksanaan dan Kebahagiaan

Melihat dengan hati adalah kemampuan yang membutuhkan latihan dan kesadaran mendalam, serta merupakan perjalanan panjang menuju kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati. Ini tidak dapat dicapai secara instan, tetapi memerlukan kesadaran dan usaha terus-menerus. Paus Fransiskus, dalam ensiklik Evangelii Gaudium (2013), menekankan pentingnya proses dan perjalanan dalam mencapai kebahagiaan sejati, yang datang melalui pengorbanan dan cinta kasih.

Kesabaran dan ketekunan adalah kunci sukses dalam perjalanan ini. Filsuf Aristoteles (384-322 SM) menyatakan bahwa kebijaksanaan tidak dapat dicapai tanpa latihan dan pengulangan, menunjukkan pentingnya bersabar dan tekun dalam setiap langkah.

Untuk mencapai kebijaksanaan dan kebahagiaan, diperlukan latihan dan praktik seperti meditasi dan refleksi diri, yang membantu memperdalam pemahaman diri. Melalui refleksi, kita lebih memahami perasaan dan motivasi kita sendiri. Latihan empati melalui mendengarkan aktif dan komunikasi yang terbuka juga penting. Carl Rogers (1980) menyatakan bahwa mendengarkan aktif adalah kunci untuk memahami orang lain secara mendalam, memungkinkan kita membangun hubungan yang lebih empati dan pengertian.

Perjalanan menuju kebijaksanaan dan kebahagiaan meliputi beberapa tahap. Pertama,  pengakuan dan penerimaan diri. Menerima diri sendiri untuk memulai perjalanan dengan fondasi yang kuat. Kedua, mengembangkan kepekaan terhadap perasaan orang lain. 

Paus Yohanes Paulus II, dalam ensiklik Redemtoris Hominis (1979), menekankan pentingnya mengenali dan merespons kebutuhan dan perasaan sesama untuk meningkatkan empati dan pengertian dalam interaksi sehari-hari. 

Ketiga, menerapkan kebijaksanaan dalam tindakan sehari-hari. Menurut Thomas Aquinas (1226-1274), kebijaksanaan adalah kemampuan bertindak sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman mendalam, yang berarti membuat keputusan yang baik dan bertindak dengan integritas dalam kehidupan sehari-hari.

Memperoleh Kebijaksanaan dan Kebahagiaan

Kebijaksanaan dalam konteks 'melihat dengan hati' bukan hanya tentang pengetahuan atau kecerdasan, tetapi kemampuan melihat dunia dengan kasih, memahami realitas lebih mendalam, dan bertindak selaras dengan nilai-nilai yang benar. 

Paus Fransiskus, dalam Amoris Laetitia (2016), menyatakan bahwa kebijaksanaan adalah anugerah ilahi yang memungkinkan kita melihat dunia dengan mata Tuhan, memahami makna peristiwa, dan bertindak sesuai kehendak-Nya.

Kebijaksanaan tercapai melalui proses berkelanjutan yang melibatkan introspeksi, empati, refleksi, dan keterbukaan terhadap kehendak Tuhan. Introspeksi adalah memahami motivasi, nilai, dan keyakinan diri. 

Empati adalah berusaha memahami dan merasakan pengalaman orang lain. Refleksi adalah merenungkan pengalaman hidup dan belajar dari kesalahan. 

Keterbukaan terhadap Tuhan berarti meminta bimbingan dan kebijaksanaan ilahi. Menurut Santo Agustinus (354-430), kebijaksanaan adalah cinta akan Tuhan yang mencari dan menemukan kebenaran.

Kebijaksanaan dan kebahagiaan saling terkait. Orang bijaksana memiliki pemahaman mendalam tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia, sehingga mampu menghadapi tantangan hidup dan menemukan kebahagiaan sejati dalam cinta, pelayanan, dan koneksi yang lebih besar. Dalai Lama dalam The Art of Happiness (2014) menyatakan bahwa kebahagiaan sejati datang dari pikiran yang damai dan penuh kasih.

Melihat dengan hati dan mengembangkan kebijaksanaan membawa kita pada pengalaman hidup yang lebih bermakna dan memuaskan. Kita menjadi lebih sadar akan kebutuhan orang lain dan termotivasi untuk bertindak membuat perbedaan positif. 

Menurut Santa Teresa dari Kalkuta (1997), dalam The Joy of Giving, kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam harta benda atau kesenangan pribadi, tetapi dalam melayani orang lain dengan cinta.

Banyak orang mencapai kebahagiaan melalui perjalanan 'melihat dengan hati'. Misalnya, Nelson Mandela, pemimpin Afrika Selatan, yang terkenal dengan perjuangannya melawan apartheid. 

Setelah dibebaskan dari penjara selama 27 tahun, dia memimpin negaranya menuju demokrasi dan rekonsiliasi. Santa Teresa, biarawati Katolik yang mendedikasikan hidupnya melayani orang miskin di Kalkuta, India. 

Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet, yang mengajarkan pentingnya perdamaian, kasih sayang, dan kebijaksanaan. Mereka menunjukkan bahwa kebijaksanaan dan kebahagiaan dapat dicapai oleh semua orang yang bersedia membuka hati dan melihat dunia dengan kasih.

Pemaparan di atas menunjukkan, melihat dengan hati adalah sebuah perjalanan yang membutuhkan komitmen dan usaha. Namun, perjalanan ini membawa kita pada kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati, yang tidak dapat ditemukan dalam hal-hal materi atau kesenangan sesaat. 

Melalui proses introspeksi, empati, refleksi, dan keterbukaan terhadap bimbingan ilahi, kita mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri kita sendiri, orang lain, dan dunia. Melihat dengan hati adalah sebuah perjalanan transformatif yang berkelanjutan. Setiap hari, kita dihadapkan pada kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan menjadi lebih bijaksana. 

Semoga kita terus membuka hati, melihat dengan mata yang penuh kasih, dan berjalan di jalan menuju kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun