Paus Yohanes Paulus II, dalam ensiklik Redemtoris Hominis (1979), menekankan pentingnya mengenali dan merespons kebutuhan dan perasaan sesama untuk meningkatkan empati dan pengertian dalam interaksi sehari-hari.
Ketiga, menerapkan kebijaksanaan dalam tindakan sehari-hari. Menurut Thomas Aquinas (1226-1274), kebijaksanaan adalah kemampuan bertindak sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman mendalam, yang berarti membuat keputusan yang baik dan bertindak dengan integritas dalam kehidupan sehari-hari.
Memperoleh Kebijaksanaan dan Kebahagiaan
Kebijaksanaan dalam konteks 'melihat dengan hati' bukan hanya tentang pengetahuan atau kecerdasan, tetapi kemampuan melihat dunia dengan kasih, memahami realitas lebih mendalam, dan bertindak selaras dengan nilai-nilai yang benar.
Paus Fransiskus, dalam Amoris Laetitia (2016), menyatakan bahwa kebijaksanaan adalah anugerah ilahi yang memungkinkan kita melihat dunia dengan mata Tuhan, memahami makna peristiwa, dan bertindak sesuai kehendak-Nya.
Kebijaksanaan tercapai melalui proses berkelanjutan yang melibatkan introspeksi, empati, refleksi, dan keterbukaan terhadap kehendak Tuhan. Introspeksi adalah memahami motivasi, nilai, dan keyakinan diri.
Empati adalah berusaha memahami dan merasakan pengalaman orang lain. Refleksi adalah merenungkan pengalaman hidup dan belajar dari kesalahan.
Keterbukaan terhadap Tuhan berarti meminta bimbingan dan kebijaksanaan ilahi. Menurut Santo Agustinus (354-430), kebijaksanaan adalah cinta akan Tuhan yang mencari dan menemukan kebenaran.
Kebijaksanaan dan kebahagiaan saling terkait. Orang bijaksana memiliki pemahaman mendalam tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia, sehingga mampu menghadapi tantangan hidup dan menemukan kebahagiaan sejati dalam cinta, pelayanan, dan koneksi yang lebih besar. Dalai Lama dalam The Art of Happiness (2014) menyatakan bahwa kebahagiaan sejati datang dari pikiran yang damai dan penuh kasih.
Melihat dengan hati dan mengembangkan kebijaksanaan membawa kita pada pengalaman hidup yang lebih bermakna dan memuaskan. Kita menjadi lebih sadar akan kebutuhan orang lain dan termotivasi untuk bertindak membuat perbedaan positif.
Menurut Santa Teresa dari Kalkuta (1997), dalam The Joy of Giving, kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam harta benda atau kesenangan pribadi, tetapi dalam melayani orang lain dengan cinta.