Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencermati Jejak Spiritual dan Sosial di Balik Penantian Ikrar Suci

6 Mei 2024   05:04 Diperbarui: 6 Mei 2024   07:27 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, pasangan dapat mempertimbangkan menyewa atau meminjam barang-barang yang diperlukan untuk pesta pernikahan, seperti gaun pengantin, dekorasi, atau peralatan audio-visual.

Kelima, menyusun anggaran yang jelas dan realistis untuk biaya pernikahan, serta membuat prioritas pengeluaran. Dengan demikian, pasangan memastikan bahwa mereka dapat mengadakan upacara pernikahan yang berkesan tanpa harus terlilit utang.

Penutup

Praktik dan waktu pembayaran mahar atau belis dapat bervariasi secara signifikan antara budaya dan masyarakat yang bersangkutan. Tidak ada aturan baku untuk semua situasi. Keputusan terkait dengan belis dan pernikahan harus berdasarkan kesepakatan dan pemahaman yang jelas antara kedua belah pihak, dan memperhatikan kebutuhan dan keinginan pasangan yang menikah. Pesta pernikahan yang mahal bukanlah syarat mutlak bagi perkawinan yang bermakna dan bahagia. Pernikahan itu mencerminkan kepribadian, nilai-nilai, dan visi pasangan yang hendak menikah. Mereka dapat merayakan cinta dan komitmen satu sama lain dengan cara yang sesuai dengan kondisi keuangan mereka.

Meskipun terdapat alasan yang menyebabkan pasangan menunda upacara pernikahan, namun perlu dipertimbangkan konsekuensi potensial dari keputusan tersebut, terutama dalam hal agama, status hukum, dan kesejahteraan anak-(anak). Pemahaman yang mendalam tentang implikasi dari setiap keputusan adalah kunci untuk mengelola situasi ini dengan bijaksana.

Tidak ada solusi permanen dalam menangani masalah penundaan upacara pernikahan. Melalui komunikasi yang terbuka, kerja sama keluarga, dan kesediaan untuk mencari solusi bersama, pasangan dapat menemukan solusi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu, pemerintah maupun institusi keagamaan tetap memainkan peran strategis dalam rangka mengatasi persoalan penundaan upacara pernikahan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun