Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Meluasnya Prevalensi "Orang Dalam" dan Solusinya dalam Konteks Perekrutan

27 April 2024   07:52 Diperbarui: 27 April 2024   07:54 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Praktik "orang dalam" juga dapat mempersempit kesempatan bagi individu yang berpotensi namun tidak memiliki jaringan yang kuat, misalnya karena keterbatasan akses. Ketika keputusan perekrutan didasarkan pada hubungan personal daripada kualifikasi dan keahlian, individu yang berpotensi namun tidak memiliki jaringan yang kuat mungkin tidak diberi kesempatan untuk membuktikan diri. Hal ini dapat menghambat perkembangan karier mereka dan mengurangi mobilitas sosial.

Praktik ini juga dapat menciptakan lingkungan kerja yang kurang bervariasi dan inovatif karena kurangnya keragaman perspektif. Selain itu, jika perusahaan terus-menerus merekrut dari dalam jaringan yang sudah ada, mereka cenderung memperkuat budaya nepotisme yang ada, tanpa mempertimbangkan kebutuhan untuk berkembang sesuai dengan perubahan dalam lingkungan bisnis atau industri.

Solusi dan Rekomendasi Mengatasi Praktik "Orang Dalam"

Saran atau rekomendasi yang efektif untuk mengatasi praktik "orang dalam" dalam proses perekrutan, di antaranya mendorong transparansi dan membangun infrastruktur yang mendukung keterbukaan dan aksesibilitas.

Mendorong transparansi dapat membantu memastikan bahwa keputusan perekrutan didasarkan pada kualifikasi dan keahlian yang sesuai, bukan hubungan personal atau jaringan. Misalnya, menetapkan standar dan kriteria yang jelas dalam pemilihan karyawan. Memastikan bahwa lowongan pekerjaan dipublikasikan secara luas, dan dapat diakses oleh semua individu yang memenuhi kriteria kualifikasi yang dibutuhkan. Menggunakan metode seleksi yang objektif, seperti wawancara terstruktur dan penilaian keterampilan, untuk mengevaluasi calon karyawan.

Membangun infrastruktur yang mendukung keterbukaan dan aksesibilitas dalam pasar kerja dapat membantu mengurangi kesenjangan akses dan memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing. Misalnya, memberikan pelatihan dan pendidikan yang memungkinkan individu mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing dalam pasar kerja yang kompetitif. Membangun jaringan dan sumber daya yang tersedia untuk semua individu, termasuk akses ke informasi tentang peluang karier dan dukungan dalam pengembangan keterampilan. Meningkatkan aksesibilitas melalui infrastruktur digital, seperti platform pencarian kerja online, yang memungkinkan individu untuk mencari dan melamar pekerjaan dengan mudah.

Praktik "orang dalam" dalam proses perekrutan telah menjadi semakin umum dalam pasar kerja modern. Namun, fenomena ini memiliki dampak negatif yang signifikan pada keadilan, keragaman, dan inovasi dalam lingkungan kerja. Selain itu, praktik ini menyebabkan individu yang lebih kompeten dapat terpinggirkan, dan terbatasnya individu yang tidak memiliki jaringan. Selain itu, praktik "orang dalam" juga dapat menghambat inovasi dan kreativitas di tempat kerja dengan memperkuat budaya nepotisme yang sudah ada.

Dalam mengatasi praktik yang negatif ini, perlu adanya transparansi dalam proses perekrutan dan membangun infrastruktur yang mendukung keterbukaan dan aksesibilitas dalam pasar kerja. Hal ini akan mengurangi prevalensi praktik "orang dalam" yang merugikan proses perekrutan. Dengan demikian, dapat dibangun pasar kerja yang lebih adil, inklusif, dan berpeluang bagi semua individu untuk meraih kesuksesan dalam karier mereka. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun