Merangsek ke area lain namun masih di kawasan Pusat Perbelanjaan Kapuas Besar, di jalan Sultan Muhammad, nampak ribuan kendaran sepeda motor dan berbagai jenis mobil diparkir memenuhi sepanjang kiri-kanan bahu jalan. Tak banyak yang berubah dari kawasan perdagangan ini. Para pedagang dan konsumen sibuk lalu-lalang melakukan kegiatan ekonomi mereka. Selaras dengan aktivitas yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Dulu, di sini lah, di kawasan Kapuas Besar ini nadi perekonomian Kota Pontianak, bahkan Provinsi Kalbar pada umumnya digerakkan. Kala itu, Pontianak dikenal dengan nama Khuntien.
Pusat perbelanjaan Kapuas Besar, seperti juga Kapuas Indah kala itu bisa dikatakan sebagai megamal-nya orang Pontianak. Termasuk juga bagi warga dari hulu Sungai Landak, Sungai Kapuas, serta beberapa anak sungai lainnya seperti: Ambawang, Samih, Kubu Padi, dan Retok. Berbagai kebutuhan ada di pasar rakyat ini, mulai sembako, pakaian, peralatan petani-nelayan dan sebagainya. Hanya saja, Kapuas Besar masih seperti dulu. Tak ada penataan yang berarti. Masih becek dan kumuh.
Kesibukan warga tak hanya terlihat di pusat perbelanjaan Kapuas Besar, melainkan juga hingga pelabuhan Senghie. Di penghujung ruas jalan Sultan Muhammad, tak jauh dari persimpangan dengan jalan Pangsuma. Senghie adalah nama pelabuhan sungai yang masih berada dalam kawasan Kapuas Besar. Letaknya berada di pinggiran Sungai Kapuas, persis berhadapan dengan deretan sejumlah bangunan tua. Antara lain komplek Yayasan Kuning Agung. Tak jelas apa makna kata “Senghie” yang berasal dari kosakata Tionghoa itu.
Kesibukan warga terlihat jelas di kawasan pelabuhan Senghie. Sejumlah pekerja kapal dan pelabuhan duduk-duduk sambil menikmati secangkir kopi di warung-warung sekitar pelabuhan. Ada juga yang sibuk dengan aktivitas bongkar muat barang di kapal-kapal yang sedang sandar. Sejumlah kapal motor, exspres dan cargo pun sibuk melayani bongkar muat dan transportasi rakyat dari dan ke daerah perhuluan melalui pelabuhan Senghie. Nampak juga speedboat dan perahu sampan yang lalu-lalang melayani transportasi masyarakat Pontianak dan sekitarnya.
Pemandangan indah di tengah Sungai Kapuas berupa kapal-kapal motor yang lalu-lalang merupakan faktor pemikat bagi wisata domestik Kalbar, khususnya Pontianak. Belum lagi bila bertepatan dengan aksi kreatif dan menarik sejumlah warga yang memfungsikan pelataran pelabuhan Senghie untuk tempat pemancingan udang dan ikan. Pasti kita bisa menikmati pemandangan seperti itu dari tepian Sungai Kapuas hingga sore dan malam hari.
Meski begitu, tak cukup rasanya jika jalan-jalan bernostalgia di kota tua ini belum sampai di bangunan tua persis di depan pelabuhan Senghie. Sebuah bangunan berarsitektur khas bangunan tua yang terbuat dari kayu belian atau ulin berdiri kokoh dengan dua tiang penyangga utama berada di tengah-tengah bangunan. Gedung yang didirikan Ng Kim Thang pada tahun 1925 dan masih bertahan hingga sekarang itu adalah gedung Yayasan Kuning Agung. Yayasan ini bergerak di bidang sosial khususnya di bidang pemakaman.
Sayangnya, pemerintah daerah kerapkali memandang kawasan dan bangunan-bangunan tua seperti ini sebagai beban APBD semata. Sehingga tak pernah mencoba melirik keberadaan cagar budaya yang ada sebagai peluang mengembangkan potensi pariwisata daerah.
(Wid/Agus/WB 7 Th. 2012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H