Mohon tunggu...
Agustinus Tamen
Agustinus Tamen Mohon Tunggu... Freelancer - Sekolah bisa tamat, tapi belajar tak pernah tamat.

Freelancer, Jurnalis & Editor

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kesetiaan di Lapak Gerian Colap

11 April 2012   04:06 Diperbarui: 18 Mei 2020   19:44 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para petani menjual langsung sayuran segar.

Sore mulai menerpa bumi. Kondisi lalu-lintas sepanjang perjalanan menggunakan mobil Toyota Kijang LSX di ruas jalan Trans Kalimantan dari Tayan, Kab.Sanggau menuju Sungai Ambawang, Kab. Kubu Raya mulai terasa ramai. Perjalanan panjang berawal dari Nanga Pinoh, Kab. Melawi dengan tujuan akhir Kota Pontianak mulai terobati begitu memasuki ruas jalan beraspal mulus. Walau masih ada sekira tiga kilometer ruas jalan yang belum beraspal halus, tapi pembangunan jalan Trans Kalimantan itu sudah layak dinikmati masyarakat Kalbar.

Mulusnya jalan yang dilalui tak membuat kami hendak cepat-cepat menyudahi perjalanan panjang. Pemandangan alam pedesaan sepanjang jalan yang dilewati seolah menghipnotis agar segera menyinggahinya. Pemandangan indah yang sulit ditemui di kota.

Memasuki kawasan Kampung Baru, Desa Tebang Benua, Kec. Tayan Hilir, kecepatan mobil dikurangi. Tujuannya agar dapat menikmati dinamika aktivitas warga dari balik kaca jendela mobil. Nampak pondok-pondok lapak penjual buah hutan dan pangan tradisional berderet di sepanjang pinggir jalan. Disebut lapak karena pondok-pondok itu merupakan tempat berjualan warga setempat. Berbagai hasil bumi dipasarkan disitu. Yang paling mencolok dijual sore itu adalah durian dan sayuran ansabi, sejenis sawi kampung.

Kami tergoda untuk singgah di salah satu deretan lapak. Tempat itu biasa disebut lapak Jembatan Gerian Colap. Ada sekira lima lapak berjejer rapi. Begitu turun dari mobil, kami disambut senyum manis Yuliana Ando, salah seorang penjaga lapak.

“Silakan Kak! Mau beli apa? Pilih-pilih jak dulu!” kata Ando kepada Maria Goreti, Senator asal Kalbar yang sore itu singgah membeli sayuran organik. Orang yang disapa pun melempar senyum pada si penjual, lalu terus sibuk memilih sayuran daun ansabi yang tertata rapi di para-para bambu menyerupai meja.

“Berapa harga daun ansabi ini satu ikat?” tanya Maria yang sehari-hari bertugas di Gedung Parlemen Senayan Jakarta itu.

“Empat ribu Kak. Kalau beli banyak bisa dikorting.” Terjadi dialog antara Ando dan Maria Goreti.

Aktivitas jual beli sayuran di lapak Gerian Colap.
Aktivitas jual beli sayuran di lapak Gerian Colap.

Sore itu, anggota DPD RI asal Kalbar bersama rombongan dalam perjalanan kembali ke Pontianak, usai memenuhi undangan perayaan Gawai Dayak ke-5 Kab. Melawi Tahun 2011 di Nanga Pinoh. Tertarik melihat deretan lapak pedagang tradisional yang memajang aneka sayuran dan buah-buahan hutan hasil sumberdaya alam pedalaman, Maria pun singgah untuk membeli dan sekedar istirahat melepas lelah.

Ketertarikan untuk singgah itu bukan cuma berasal dari daya pikat pajangan komoditas yang dijual, melainkan juga dari sosok para penjualnya yang rata-rata anak muda. Salah satunya Yuliana Ando. Perempuan asal Kampung Baru, Desa Tebang Benua, Kec. Tayan Hilir, Kab. Sanggau itu sangat ulet menekuni aktivitasnya berjualan sayur-sayuran dan buah-buahan khas pedalaman Kalimantan.

“Saya senang bekerja disini. Daripada di rumah, nganggur. Sepi di rumah. Mending kerja begini. Seratus dua ratus adalah untungnya,” kata Yuliana Ando.

Sambil melayani para pembeli, Yuliana Ando menuturkan bahwa dirinya bisa juga bekerja menoreh karet di kebun. Sehari-hari ia terbiasa menoreh. Namun bila “musim buah” tiba, terutama durian dan sayuran ladang, dirinya fokus bekerja di lapak Gerian Colap.

“Dari dulu saya sudah bekerja disini. Sudah sekitar dua atau tiga bulanan lah. Yang kemarin bulan empat kan sudah selesai. Abis tu langkau (berselang – Red.) satu bulan, sambung lagi,” papar Yuliana Ando dalam dialeg setempat.

Biasanya bahan sayuran dan buah-buahan yang dijual didapatkan dengan cara membeli dari petani setempat. Lalu dijual kembali dengan selisih harga sedikit lebih mahal dari harga belinya. Untungnya tipis, cuma sekitar seribu atau dua ribu rupiah.

Ando memisalkan, sayuran sawi kampung dibeli dari petani seharga Rp 4 ribu, lalu dijual lagi seharga Rp 5 ribu. Namun harga bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi laku atau tidaknya sayuran itu nantinya. Jika pagi hari, sayuran yang dibeli dari petani seharga Rp 4 ribu, bisa dijual seharga Rp 15 ribu per dua ikat. Kalau ada yang menawar, tetap bisa dijual dengan harga miring.

“Tadi siang sih, masih pagi kan…, dua lima belas jualnya. Karna udah sore kan sayang. Kalo orang minta kurang kan… bisa kurang. Kalo orang beli banyak kan lain lagi harganya. Yang penting laku dijual,” kata Ando.

Ando telah menamatkan sekolah di SMK Cahaya Harapan Tayan, Kab. Sanggau. Setamat SMK dia bekerja di koperasi selama 3 tahun, tapi kemudian berhenti. Lalu mencoba melamar di credit union atau CU – lembaga koperasi kredit – di Batang Tarang, namun keberuntungan belum berpihak kepadanya. Ia belum bisa diterima bekerja di lembaga CU.

Selama musim buah atau musim sayuran ladang, Ando bekerja di lapak Gerian Colap dengan menjual berbagai bahan pangan khas daerah setempat. Kecuali kalau bahan yang dijual sudah semakin berkurang, maka dia mencari alternatif pekerjaan lain. Misalnya menoreh karet. Sementara kedua orang tuanya tetap bekerja di ladang.

Ando sangat menyukai pekerjaan berdagang. Mengasyikkan karena bisa bertemu dengan banyak orang. Apalagi ia sudah punya banyak pelanggan. Bisa dipastikan, para pelanggan akan berbelanja di lapaknya pada kesempatan lain.

Selain buah durian dan sayuran sawi, lapaknya biasa juga menyediakan sayuran rebung, kulat atau jamur, pakis, tempoyak, lempok atau dodol durian, air minum mineral dan berbagai jenis buah-buahan hutan.

Ia tak sendirian berjualan disitu. Teman-temannya yang ikut berjualan antara lain Nadi, Endang, Menggak dan Jupil.

Para petani menjual langsung sayuran segar.
Para petani menjual langsung sayuran segar.

Wajah ceria dan keramahan para penjual buah-sayuran itu seakan menghipnotis setiap orang untuk singgah di lapak Gerian Colap. Suasana sore itu semakin semarak dengan kedatangan sejumlah petani yang mengantar sayurannya ke Gerian Colap. Mereka khusus memasok hasil bumi untuk dijual di lapak Gerian Colap. Tak jarang juga langsung menjualnya kepada para pembeli yang menginginkan sayuran segar.

Arus lalu-lintas di sekitarnya pun menjadi ramai. Tak terasa malam temaram mulai tiba. Tapi semakin larut semakin ramai saja aktivitas jual-beli di lapak Gerian Colap. Di sepanjang deretan lapak, sudah berderet motor dan mobil para pelanggan yang hendak berbelanja atau sekedar beristirahat. (suganemat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun