Mohon tunggu...
Agustinov Tampubolon
Agustinov Tampubolon Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat di Komunitas Bumi dan Youth Earth Society Medan

Kesejahteraan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Pilar Bangunan Pendidikan

8 September 2020   17:22 Diperbarui: 8 September 2020   17:34 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan masih mendapat perhatian penting sampai sekarang di negara ini. Ketidakadilan dalam pendidikan masih jelas terasa sampai saat ini, hal ini terbukti salah satunya adalah ketersedian tenaga pendidik yang ideal dalam hal ini guru masih sangat kurang. 

Jumlah guru jika dibandingkan dengan jumlah anak didik yang tersedia secara rasio tidaklah efektif. Sangat sulit sepertinya jika kita berharap dunia pendidikan ini akan segera menggapai visinya jika ketersediaan guru belum tercukupi, padahal guru merupakan salah satu pilar yang menopang sebuah bangunan yang kita sebut pendidikan. 

Jadi permasalahan yang perlu kita perhatikan saat ini adalah guru. Apakah sekarang kita akan melihat dari sisi ketersediaan jumlah atau ketersediaan dalam hal kualitas? Saya pikir tidak perlu untuk memilih kedua hal tersebut karena keduanya sebaiknya harus dipadukan.

Masyarakat senantiasa mengatakan guru adalah profesi yang amat mulia, tentu kita sepakat untuk hal itu. Ada juga yang mengatakan guru adalah pahlawan yang tidak kenal pamrih, meskipun untuk hal itu sampai saat ini saya belum memahami secara pasti, jika memang demikian sulit untuk dipercaya. Guru menjadi mulia jika dia mampu mendidik untuk menciptakan manusia yang utuh. 

Manusia yang utuh menurut saya adalah manusia yang senantiasa memiliki kebebasan, cinta, kecerdasan, kedamaian, dan kepedulian sosial. Tentunya untuk melakukan itu semua, guru haruslah memiliki nilai-nilai itu, karena akan terasa asing jika guru bahkan tidak memiliki nilai-nilai tersebut. Dimana guru harus berguru untuk memperoleh nilai-nilai itu?

Seorang guru tidak mencari dan mengumpulkan pengetahuan sebagai tujuan utamanya, namun menerjemahkan dan menanamkannya menjadi sikap moral bagi anak didiknya. Untuk hal inilah seorang guru harus memiliki kompetensi. Selain dirinya sendiri, yang menjadi pendukung untuk memperoleh kompetensi tersebut adalah negara, yang pada kesempatan ini kita sebut pemerintah. 

Tidak adil sepertinya jika kita mengatakan bahwa pemerintah tidak berperan dalam peningkatan kompetensi guru pada saat ini. Kita bahkan telah mengetahui bahwa pemerintah telah memberikan ruang untuk itu. Mulai dari memberikan ruang pelatihan dan pengembangan hingga pemberian tunjangan tambahan dalam dana sertifikasi secara finansial dalam bentuk rupiah. 

Untuk meningkatkan kompetensinya secara pribadi, saya mengajak kita untuk sepakat mengatakan bahwa kedua kontribusi yang diberikan pemerintah tersebut untuk sementara sudah cukup. Kalaupun kaum guru sepertinya masih belum setuju sepenuhnya untuk hal tersebut, namun saya pikir itu adalah hak mereka sebagai warga negara untuk berpendapat.

Tunjangan sertifikasi yang diperoleh sebagi hak cukuplah menggiurkan, yang perlu kita perhatikan untuk tujangan ini adalah peruntukan dari dana tersebut, apakah diperuntukkan untuk hal yang bersifat konsumtif atau investasi. Konsumtif yang dimaksud, apakah peruntukan dana tersebut untuk membeli harta benda secara pribadi seperti mobil, logam mulia, dan aset pribadi lainnya. 

Jika dana tersebut memang benar diperuntukkan untuk hal yang konsumtif, motif tersebut cukup salah, dan dengan alasan apapun hal tersebut sangatlah merugikan negara baik secara finansial dan moral. 

Namun jika dana tersebut diperuntukkan untuk investasi, seperti membeli buku dan biaya studi sangat tidak adil jika kita tidak  memberi apresiasi yang lebih untuk keputusan yang dilakukan oleh seorang guru, mengingat motif tersebut sangat linear dengan tujuan untuk menciptakan tenaga pendidik yang kompeten dan berkarakter.

Hal yang sangat menggiurkan memang ketika memperbincangkan tunjangan sertifikasi tersebut karena diberikan dalam bentuk rupiah, namun ada baiknya jika kita lebih fokus pada peran yang diemban guru sebagai seorang pendidik.

 Telah diutarakan sebelumnya bahwa guru adalah salah satu pilar penopang pendidikan, sebagai sebuah pilar, guru harus mengambil peran untuk menciptakan pendidikan yang berkarakter. 

Dalam bukunya Educating for Charakter, (Thomas Lickona.1991) mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah usaha sengaja untuk menolong orang agar memahami, peduli akan dan bertindak atas dasar nilai-nilai etis. Dari sini jelas sekali bahwa sebuah karakter merupakan bentuk bela rasa untuk mengerti, memahami, menolong, melaksanakan dengan semangat rela berkorban, olah hati, bela rasa, tabah hati, lemah lembut, berdisiplin dengan tidak melepaskan diri dari koridor norma yang berlaku. 

Rhenald Khasali (2007) semakin menguatkan bahwa diperlukan guru inspiratif yang akan membentuk bukan hanya satu atau sekelompok orang, tetapi ribuan orang. Satu orang yang terinspirasi menginspirasi lainnya sehingga sering terucap kalimat “Aku ingin jadi seperti dia” atau “Aku bisa lebih hebat lagi”.

Peranan guru dalam mengembangkan pendidikan sangat penting ibarat sekeping mata uang, di satu sisi sebagai pendidik dan sisi lain sebagai pengajar. Kedua peran itu dibedakan tetapi tidak pernah dipisahkan. Peran guru tidak sekedar sebagai pengajar yang bertugas hanya mencerdaskan siswa, namun guru harus mempunyai peranan sebagai pendidik untuk membentuk karakter seorang siswa dengan menanamkan nilai nilai  kepada siswa yang sesuai dengan budaya  Indonesia. 

Guru harus menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari siswa dalam mewujudkan perilaku dalam pendidikan yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa. Masyarakat sangat berharap para guru dapat menampilkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral seperti nilai kejujuran, keadilan dan mematuhi kode etik profesional agar siswa juga dapat mencontoh gurunya sehingga nilai-nilai moral itu dapat terwujud dengan sendirinya dari proses melihat dari sikap dan perilaku gurunya.

Kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah proses kegiatan interaksi guru dengan peserta didik atau siswa. Guru berfungsi memberikan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik atau siswa, sementara siswa atau peserta didik menyerap ilmu dari guru serta mengamati nilai-nilai moral yang diterapkan seorang guru sebai contoh atau model, teladan baginya. Hubungan antara guru dengan siswa atau peserta didik harus dilandasi dengan sebuah cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Siswa bukan hanya objek tetapi juga dalam kurun waktu bersamaan bisa menjadi subjek.

Ki Hajar Dewantara memberikan sebuah kias gambaran guru terhadap murid, guru harus berpikir, berperasaan, dan bersikap bagaikan petani terhadap tanaman peliharaanya, bukannya tanaman ditaklukan oleh keinginan petani. Petani menyerahkan dan mengabdikan dirinya pada kepentingan keseburan tanaman itu. 

Keseburan tanam inilah yang menjadi kepentingan petani. Petani tidak bisa mengubah sifat dan jenis tanaman menjadi jenis tanaman lain yang berbeda sifatnya. Dia hanya bisa memperbaiki dan memperindah jenis tanaman tersebut dengan berbagai usaha-usaha dalam mengelolah tanaman tersebut. 

Petani tidak bisa memaksa mempercepat hasil buah dari tanaman tersebut melainkan dia haru bersabar menunggu hasil buah tersebut. Oleh sebab itu seorang petani harus mengerti sifat dan watak serta jenis tanaman, seorang petani harus faham dengan ilmu mengasuh tanaman sehingga menghasilakan buah yang baik. Ki Hajar Dewantara juga mengatakan seorang petani tidak boleh membeda-bedakan dari mana asal pupuk bagi tanaman tersebut.

Maka seorang guru harus memeliki karakter seperti petani, tidak membeda bedakan satu sama lain, serta berusaha menciptakan siswa-siswa yang pintar dari pengetahuannya dan berkarakter dari segi sikapnya. Konsep yang diberikan Ki Hajar Dewantara yang merupakan bapak pendidikan bangsa Indonesia merupakan suatu konsep yang masih kini diterapkan dan relevan dengan budaya yang berkembang di Indonesia sehingga melahirkan sebuah generasi yang berkarakter Indonesia bukan berkarakter kebarat-baratan sebagaimana halnya yang terjadi pada masa ini.

Upaya untuk mewujudkan peradaban bangsa yang berkarakter melalui pendidikan tidak terlepas dari peran seorang guru. Guru memiliki dua tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya dan bermoral. Untuk mengwujudkan hal itu diperlukan usaha untuk mencipta guru yang kompeten dan berkarakter, karena kebesaran suatu bangsa tentunya dilihat dari kualitas sumber daya manusianya. Mereka, para gurulah yang menjadi patron paling eksensial menghasilkan sebuah generasi yang berkualitas dari segi intelektual dan emosional.
 

Agustinov Tampubolon, SE
Alumni FEB USU
Pegiat Youth Earth Society Medan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun