Hal yang sangat menggiurkan memang ketika memperbincangkan tunjangan sertifikasi tersebut karena diberikan dalam bentuk rupiah, namun ada baiknya jika kita lebih fokus pada peran yang diemban guru sebagai seorang pendidik.
Telah diutarakan sebelumnya bahwa guru adalah salah satu pilar penopang pendidikan, sebagai sebuah pilar, guru harus mengambil peran untuk menciptakan pendidikan yang berkarakter.
Dalam bukunya Educating for Charakter, (Thomas Lickona.1991) mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah usaha sengaja untuk menolong orang agar memahami, peduli akan dan bertindak atas dasar nilai-nilai etis. Dari sini jelas sekali bahwa sebuah karakter merupakan bentuk bela rasa untuk mengerti, memahami, menolong, melaksanakan dengan semangat rela berkorban, olah hati, bela rasa, tabah hati, lemah lembut, berdisiplin dengan tidak melepaskan diri dari koridor norma yang berlaku.
Rhenald Khasali (2007) semakin menguatkan bahwa diperlukan guru inspiratif yang akan membentuk bukan hanya satu atau sekelompok orang, tetapi ribuan orang. Satu orang yang terinspirasi menginspirasi lainnya sehingga sering terucap kalimat “Aku ingin jadi seperti dia” atau “Aku bisa lebih hebat lagi”.
Peranan guru dalam mengembangkan pendidikan sangat penting ibarat sekeping mata uang, di satu sisi sebagai pendidik dan sisi lain sebagai pengajar. Kedua peran itu dibedakan tetapi tidak pernah dipisahkan. Peran guru tidak sekedar sebagai pengajar yang bertugas hanya mencerdaskan siswa, namun guru harus mempunyai peranan sebagai pendidik untuk membentuk karakter seorang siswa dengan menanamkan nilai nilai kepada siswa yang sesuai dengan budaya Indonesia.
Guru harus menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari siswa dalam mewujudkan perilaku dalam pendidikan yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa. Masyarakat sangat berharap para guru dapat menampilkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral seperti nilai kejujuran, keadilan dan mematuhi kode etik profesional agar siswa juga dapat mencontoh gurunya sehingga nilai-nilai moral itu dapat terwujud dengan sendirinya dari proses melihat dari sikap dan perilaku gurunya.
Kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah proses kegiatan interaksi guru dengan peserta didik atau siswa. Guru berfungsi memberikan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik atau siswa, sementara siswa atau peserta didik menyerap ilmu dari guru serta mengamati nilai-nilai moral yang diterapkan seorang guru sebai contoh atau model, teladan baginya. Hubungan antara guru dengan siswa atau peserta didik harus dilandasi dengan sebuah cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Siswa bukan hanya objek tetapi juga dalam kurun waktu bersamaan bisa menjadi subjek.
Ki Hajar Dewantara memberikan sebuah kias gambaran guru terhadap murid, guru harus berpikir, berperasaan, dan bersikap bagaikan petani terhadap tanaman peliharaanya, bukannya tanaman ditaklukan oleh keinginan petani. Petani menyerahkan dan mengabdikan dirinya pada kepentingan keseburan tanaman itu.
Keseburan tanam inilah yang menjadi kepentingan petani. Petani tidak bisa mengubah sifat dan jenis tanaman menjadi jenis tanaman lain yang berbeda sifatnya. Dia hanya bisa memperbaiki dan memperindah jenis tanaman tersebut dengan berbagai usaha-usaha dalam mengelolah tanaman tersebut.
Petani tidak bisa memaksa mempercepat hasil buah dari tanaman tersebut melainkan dia haru bersabar menunggu hasil buah tersebut. Oleh sebab itu seorang petani harus mengerti sifat dan watak serta jenis tanaman, seorang petani harus faham dengan ilmu mengasuh tanaman sehingga menghasilakan buah yang baik. Ki Hajar Dewantara juga mengatakan seorang petani tidak boleh membeda-bedakan dari mana asal pupuk bagi tanaman tersebut.
Maka seorang guru harus memeliki karakter seperti petani, tidak membeda bedakan satu sama lain, serta berusaha menciptakan siswa-siswa yang pintar dari pengetahuannya dan berkarakter dari segi sikapnya. Konsep yang diberikan Ki Hajar Dewantara yang merupakan bapak pendidikan bangsa Indonesia merupakan suatu konsep yang masih kini diterapkan dan relevan dengan budaya yang berkembang di Indonesia sehingga melahirkan sebuah generasi yang berkarakter Indonesia bukan berkarakter kebarat-baratan sebagaimana halnya yang terjadi pada masa ini.