Indonesia, saat ini sedang mengalami proses perubahan yang sangat pesat. Dari perkembangan ekonomi, pembangunan, sumber daya manusia, bahkan politik yang dewasa ini kian panas untuk diikuti. Perkembangan dunia teknologi informasi, tentunya berpengaruh cukup signifikan dalam perubahan yang terjadi, dimana pers merupakan salah satu unsur yang terkandung dalam dunia tersebut.
Saat ini, informasi seakan telah menjadi sebuah kebutuhan dasar di kalangan masyarakat. Banyaknya media yang saat ini sudah tersedia dan dapat dijangkau dengan mudah, telah menjadikan "Informasi" sebagai salah satu hal penting yang harus dikonsumsi. Sehingga "Pers" saat ini telah bertransformasi menjadi produsen sekaligus distributor informasi yang harus selalu Update untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
Salah satu tantangan terbesar bagi dunia pers, khususnya di Indonesia saat ini, adalah persaingan dengan dunia sosial media. Banyaknya berita dan informasi yang mudah disebar melalui media sosial yang tak ter-filter, membuat dunia pers harus lebih banyak berbenah dan meningkatkan kualitas informasinya. Dalam hal ini Pers dituntut untuk lebih aktif dalam memberikan penjelaskan ataupun konfirmasi dari banyaknya isu yang tersebar di media sosial.
Sayangnya, alih-alih berusaha memberikan penjelasan atau konfirmasi terhadap suatu isu, pers justru kerap kali mengangkat suatu berita atau informasi yang belum di verifikasi kebenarannya. Hal tersebut lah yang terkadang menurunkan sendiri kualitasnya. Prinsip dasar What, When, Where, Who dan How yang seharusnya menjadi dasar utama seorang jurnalis dalam mengumpulkan informasi, terkadang terabaikan.
Konsep dari Hukum Besi jurnalistik dimana kalangan Pers harusnya memberitakan suatu informasi secara berimbang melalui cover both side, pun seakan sudah mulai diabaikan.
Dalam perkembangan dunia politik, tak jarang, sebuah informasi yang merupakan produk pers tekadang justru condong pada salah satu pihak atau kalangan dalam membela ataupun mengkritisi suatu permasalahan. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena beberapa lembaga pers yang saat ini bermunculan, merupakan lembaga yang memang dibentuk oleh masing-masing kubu politik, atau salah satu kubu politik telah mengakuisisi suatu lembaga pers tertentu.
Dampaknya, pers seakan lebih aktif menjadi penyebar isu tentang politik praktis yang terjadi, ketimbang memberikan pemahaman politik kepada masyarakat. Independensi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh kalangan pers, telah kalah dengan arus kepentingan salah satu kubu politik yang punya pengaruh terhadap suatu lembaga pers.
Lalu, masih kah pers menjadi pilar ke empat dalam demokrasi?
Mungkin, bisa dikatakan pers masih terus berusaha mempertahankan eksistensinya sebagai pilar ke empat. Namun, jika pada perkembangannya kalangan pers tidak melakukan evaluasi terhadap perubahan yang terjadi, bisa jadi pers akan mulai kehilangan fungsi sebagai pilar keempat. Justru fungsi pers akan berubah, dimana ia akan dimanfaatkan oleh berbagai kepentingan sebagai suatu senjata yang digunakan untuk menyerang ideologi, baik yang berpengaruh terhadap dunia politik maupun kebangsaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H