Suatu malam, Mahmudin, si pemuda desa bergaya kota, baru saja selesai berkeliling desa menjalankan tugasnya yang pada malam itu mendapat jatah ronda bersama temannya, Nurudin. Sesampainya di Pos Ronda, Mahmudin melihat Nurudin yang sedang duduk serius sambil sesekali membetulkan peci hitamnya.
"Nur, Nurudin. Sedang apa kah dirimu?" celuk Mahmudin.
"Ini Mud, aku masih baca Koran." Sahut Nurudin.
"Nah, begitu. Kamu harus banyak-banyak baca Koran. Jangan cuma belajar ngaji dan belajar kitab. Jadi, selain tau agama kamu juga tau perkembangan berita di masyarakat." Tambah Mahmudin.
"Iya, Mud." jawab Nurudin, singkat.
Mahmudin, yang baru saja tiba di pos ronda merapatkan duduknya disamping Nurudin yang sedang membaca Koran.
"Baca berita apa toh Nur, kok kelihatan serius banget?" tanya Mahmudin Penasaran.
"Ini lho, Mud, berita tentang pemilu 2019" Nurudin kembali menyahuti pertanyaan Mahmudin.
"Alah, orang kecil seperti kita, tak penting memikirkan hal-hal seperti itu." Kata Mahmudin, sedikit menggerutu, lalu agak melonggarkan jarak duduknya dengan Nurudin.
"Iya, Mud." Kembali Nurudin menanggapi perkataan Mahmudin dengan singkat.
"Nur.. Nur... Katanya santri. Tapi ada orang ngajak bicara kok acuh tak acuh seperti itu." Gerutu Mahmudin, dengan suara agak diperkeras.
"Mud.. Mud... kamu itu remeh sekali menilai orang." Kata Nurudin, merasa agak tak terima si Mahmudin meremehkan pendidikan santrinya.
"Lho, kenyataannya, dari tadi aku ngajak kamu ngobrol, kamu malah sibuk sendiri dengan koranmu itu."
"Mud.. Mud... Kamu kan tadi bilang, apa yang sedang aku baca tidak penting untuk orang kecil. Kalau kamu merasa sebagai orang kecil, dan beranggapan hal-hal tentang pemerintahan itu tidak penting, yasudah. Aku kan sedang membaca dan memahami. Karena menurutku apa yang aku baca adalah hal yang penting."
"Sok pinter kamu Nur... " celetuk Mahmudin, sambil tertawa nyengir. "Berarti kamu merasa lebih besar dari saya? Begitu?"
"Mud.. Mud... Kamu ini, gampang sekali mengambil kesimpulan. Kalau aku sedang membaca, aku memang agak konsentrasi dengan apa yang kubaca, bacaanku belum rampung, nanti malah kalau aku meladenimu, aku lupa tadi baca sampai mana." Jelas Nurudin. "Jadi, jangan kamu cepat menilaiku acuh dan meremehkan pendidikan santriku, hanya karena aku tak terlalu menanggapi omonganmu."
"Guyon, Nur. Serius banget kamu... "
"Lah, kamu sendiri, dari tadi kemana aja? Kok jam segini baru datang?" Tanya Nurudin, yang kali ini balik mengintrogasi Mahmudin.
"Keliling kampung dulu, Nur." Jawab Mahmudin.
"Alah, alasanmu keliling kampung. Paling-paling kamu baru mantau ke rumah wati. Cewek pujaanmu itu... Kamu khawatir toh, si wati itu di apelin orang? Makanya, kamu pantau terus rumahnya."
"Lho, Nur ... Katanya, jangan cepat menilai orang? Katanya, jangan mudah mengambil kesimpulan? ...? Piye toh???"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI