Nanti siang diajak Mbak Hesti makan empal gentong. Bisa? Setengah satu.
Demikian chatt WA dari Bu Ria, sang Ketua Posyandu di kampung kami.
Seketika saya bersorak dalam hati. Pucuk dicinta ulam tiba. Sungguh Allah Maha Pengertian. Tanpa hujan tanpa angin kok tiba-tiba ada yang mau mentraktir jenis makanan yang sedang saya idam-idamkan.
Chatt WA Bu Ria segera saya balas. Siyap, siyap.
Bu Ria pun membalas lagi. Nanti kita boncengan. Punya helm 'kan?
Tangkas saya balas lagi. Pasti. Saya punya helm walaupun gak punya motor dan gak bisa motoran.
Singkat cerita, pada sebuah siang yang sedikit mendung kami berangkat makan siang berombongan. Konvoi. Pesertanya dua sepeda motor dan satu mobil. Banyak juga. Saya pikir cuma bertiga.
Sudah pasti saya duduk manis diboncengkan Bu Ria. Waspada sekaligus berusaha menikmati aksinya berzigzag di jalanan Yogyakarta yang sedang padat lancar. Syukurlah kami tiba di warung empal gentong setengah jam kemudian dengan selamat.
Sebuah warung yang besar di tepi persawahan. Lahan parkirnya juga luas. Mungkin lebih tepat disebut mini resto berbentuk aula joglo tanpa dinding.
O, ya. Nama yang tersemat memang Warung Empal Gentong. Namun, menu yang dijual bermacam-macam. Selain empal gentong sebagai menu utama dijual pula selat solo, ayam katsu, tempe mendoan, pisang goreng aneka topping, dan beberapa macam minuman.