Hingga menulis artikel ini saya belum melihat hasil karya putra-putri batik dan pelaku UMKM batik. Namun berdasarkan paparan ide yang dipresentasikan di penghujung acara Kunjungan Cagar Budaya, motif batik yang dihasilkan pasti keren. Semoga betulan keren dan ada yang berani punya ide out of the box.
Sungguh. Saya antusias untuk melihat hasil karya mereka. Mengapa? Sebab karya-karya tersebut merupakan upaya untuk memperpanjang usia Cagar Budaya. Dalam hal ini mengawetkan Candi Sari dan Candi Kalasan dalam ingatan publik. Kiranya ini sebentuk antisipasi jikalau suatu hari nanti candi-candi tersebut secara fisik sudah makin tak berbentuk.
Jika karya yang terinspirasi oleh relief-relief Candi Sari dan Candi Kalasan menjadi produk komersial yang sesuai dengan selera zaman, tentu bakalan dipakai khalayak luas. Terlebih kalau secara fungsional dapat dipakai untuk keseharian. Plus harga jualnya terjangkau.
Jadi, selaras dengan apa yang disasar kegiatan Kunjung Cagar Budaya yang kami ikuti. Perlu diketahui, penyelenggaraan Kunjung Cagar Budaya oleh Disbud Sleman bertujuan memberikan informasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan peran penting Cagar Budaya dalam rangka penguatan ketahanan budaya dan identitas bangsa.
Syarat harga terjangkau itu patut digarisbawahi. Sebab produk eksklusif yang berharga mahal, bakalan sangat terbatas konsumennya. Boleh saja ada versi batik tulis yang mahal, tetapi imbangilah dengan memproduksi batik cap yang berharga lebih murah.
Sampai di sini saya teringat kerudung dan pin yang dikenakan edukator kami, yaitu Mbak Sinta dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X. Kerudungnya bermotif lukisan Kerajaan Majapahit. Adapun pinnya mirip dengan pin yang saya peroleh dari Disbud Sleman beberapa tahun silam.
Kerudung dan pin Mbak Sinta serta tempelan kulkas dan pin saya adalah contoh produk komersial yang dapat dipakai sehari-hari. Tetap mengandung kampanye Cagar Budaya, tetapi fungsional. Harganya pun tidak mahal.
Kalau kreatif, sebetulnya ada banyak cara untuk mengawetkan Cagar Budaya. Selain contoh yang telah tersampaikan di atas, bisa pula diabadikan melalui lukisan di botol minum, kotak bekal anak TK, dan lain-lain. Melalui tulisan pun bisa.
Seorang teman yang saya kenal dari aktivitas Jogja Walking Tour by Komunitas Malamuseum pernah menerbitkan novel yang berlatar belakang candi, padahal sebelumnya dia tak pernah kepikiran untuk menjadi novelis. Bukankah ini sebuah bukti bahwa Cagar Budaya berpotensi memantik inspirasi untuk berkarya?
Saya pikir bekerja sama dengan PSS Sleman juga menarik. Sleman itu gudang candi. Fakta tersebut tentu membanggakan dan bisa menguntungkan secara ekonomis.