Tampaknya bermaksud baik. Berniat memperkokoh bangunan candi dengan menambahkan bahan modern. Akan tetapi, rupanya hal itu justru menghancurkan batu candi yang asli tatkala ada gempa besar melanda DIY.
Namun, baiklah. Semua memang harus terjadi. Sebagai benda Cagar Budaya yang bersifat fisik, bangunan candi lambat-laun bisa mengalami kerusakan. Sebesar apa pun upaya untuk mempertahankan kekokohan bangunan candi, potensi punah tetap ada. Jangan lupa. Candi buatan manusia. Bukan ciptaan Tuhan.
Adapun potensi punah bisa berasal dari cuaca, alam, bahkan manusia sendiri. Jadi terlepas dari sengaja atau tidak, fakta menunjukkan bahwa manusia bisa menjadi ancaman bagi eksistensi candi. Sementara mestinya manusialah yang memelihara kelestarian Cagar Budaya, termasuk candi.
Itulah sebabnya kegelisahan Ibu Endah dari Dinas Kebudayaan Sleman terhadap kelestarian candi-candi, terkhusus yang ada di wilayah Sleman, sangat dapat dipahami. Apa boleh buat? Jangankan bicara tentang kelestarian yang ujungnya mengajak khalayak untuk peduli. Sekadar membuat khalayak berkunjung ke candi pun tak mudah.
Harus diakui bahwa wisata candi merupakan wisata minat khusus. Sekolah-sekolah memang banyak yang mengajak para siswa untuk berwisata ke candi. Dalam sekali kunjungan bisa ratusan siswa yang ikut. Yang bisa jadi, cuma satu atau malah tak ada sama sekali yang sungguh-sungguh menikmati kunjungan tersebut.
Tak perlu naif. Mereka ke candi sebab ikut rombongan sekolah. Bukan atas inisiatif pribadi 'kan? Itu pun destinasinya selalu candi yang besar-besar. Salah satunya Candi Prambanan yang termasuk ke dalam wilayah Sleman.
Apa hendak dikata kalau kenyataannya candi itu lagi-candi itu lagi yang dikunjungi? Maka perlu dicari terobosan supaya candi-candi kecil di Sleman juga ramai dikunjungi wisatawan.
Tentu saja langkah pertamanya adalah memperkenalkan candi-candi itu kepada khalayak. Tanpa diperkenalkan, mustahil publik awam tahu keberadaan Cagar Budaya tersebut. Kalau di mana-mana adanya baliho Candi Prambanan, mana mungkin orang-orang tahu kalau ada Candi Sari dan Candi Kalasan di dekatnya?
Saya kira langkah Dinas Kebudayaan Sleman menyelenggarakan Kunjung Cagar Budaya sudah tepat. Terlebih yang diajak merupakan kalangan pekerja kreatif. Misalnya yang satu rombongan dengan saya adalah putra-putri batik, pelaku UMKM batik, dan narablog (blogger).
Selama kunjungan ke Candi Sari dan Candi Kalasan, putra-putri batik dan pelaku UMKM batik diberi waktu khusus untuk membuat sketsa batik. Mereka dipersilakan mengambil inspirasi dari relief-relief yang menghiasi kedua candi tersebut.
Perlu diketahui, Candi Sari dan Candi Kalasan adalah candi Buddha tertua di Sleman. Keduanya kaya relief yang unik dan menarik. Nah! Poin inilah yang menyebabkan keduanya terpilih sebagai destinasi kami. Sesuai dengan tujuan dan tipe peserta rombongan.