Alih-alih menyuruh anak agar fokus belajar, saya lebih memilih untuk mengingatkannya supaya tidak kosong pikiran. Tentu saya tidak berlebihan. Sikap tersebut saya ambil berdasarkan pengalaman pribadi. Daripada kenapa-kenapa, bukankah lebih baik melakukan upaya pencegahan?
Toilet-toilet di tempat anak saya bersekolah lumayan bersih. Ada petugas kebersihan yang mengurus. Walaupun membersihkannya tak sesering petugas kebersihan toilet di mal atau bioskop, cukup memadailah hasilnya.
Menurut saya, yang bertanggung jawab atas kebersihan dan kenyamanan toilet sekolah adalah seluruh komponen yang ada di sekolah. Mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, pengelola sekolah hingga petugas kebersihan. Namun, petugas kebersihan adalah ujung tombak tercapainya toilet sekolah yang bersih dan nyaman.
Oleh sebab itu, petugas kebersihan tidak boleh bermalas-malasan untuk cek ricek kondisi toilet. Saya pernah membaca bahwa idealnya toilet sekolah dibersihkan tiap 3 kali penggunaan.
Kalau keidealan itu ditaati, betapa bersih toilet sekolahnya. Anda jangan berpikir bahwa itu terlalu sering sehingga merepotkan. Semua 'kan bisa diatur sesuai dengan situasi dan kondisi.
Tatkala musim penghujan yang notabene memicu orang lebih sering buang air kecil, bisa jadi memang bakalan merepotkan. Maka alangkah lebih baik jika siswa-siswa, terutama yang sudah duduk di bangku sekolah lanjutan pertama dan menengah atas/kejuruan, juga dilibatkan untuk menjaga kebersihan toilet. Saat melaksanakan jadwal piket harian tidak hanya membersihkan ruang kelas, tetapi sekalian mengontrol keadaan toilet yang mereka pakai.
Bagaimana halnya dengan sekolah yang tidak punya tradisi jadwal piket bersih-bersih untuk para siswanya? Lebih baik diadakan, dong. Ini bukan semata-mata perkara bersih-bersih yang notabene dapat dituntaskan petugas kebersihan sekolah. Ini juga tentang mendidik siswa dalam hal tanggung jawab akan kebersihan diri dan lingkungan.
Terusterang topik pilihan Kompasiana kali ini membuat saya teringat pada Program Ruang Kelas Beradab yang dilaksanakan oleh Kang Dedi Mulyadi (KDM), mantan Bupati Purwakarta yang kini menjadi gubernur terpilih Provinsi Jawa Barat. Program tersebut digulirkan sejak tahun 2014 dan dituntaskan sebelum KDM habis masa jabatan sebagai bupati.
Program Ruang Kelas Beradab diwujudkan dengan penyediaan fasilitas kebersihan berupa kamar mandi dan wastafel di tiap kelas. Tujuan utama program tersebut adalah mengajak anak-anak belajar disiplin akan pentingnya kebersihan sejak dini. Meliputi kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. Bukan sekadar untuk memberikan kenyamanan selama kegiatan belajar-mengajar.
Program Ruang Kelas Beradab lahir dari keprihatinan atas minimnya jumlah toilet di sekolah-sekolah. KDM berkata, "Kami ingin sekolah menjadi pusat peradaban, yaitu peradaban tatacara hidup yang sehat dan baik. Namun, bagaimana mungkin kita mengajarkan peradaban jika jumlah toilet terbatas. Siswa mau kencing saja mesti mengantre. Kalau tak tahan akhirnya lari ke bawah pohon."
Saya angkat topi untuk kinerja KDM dalam Program Ruang Kelas Beradab itu. Walaupun berdasarkan beberapa referensi yang saya baca, idealnya ada pembedaan toilet antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Sementara dalam sebuah kelas yang heterogen, terdiri atas siswa perempuan dan laki-laki, jika kamar mandi (toilet) cuma satu berarti toiletnya tidak dipisah.