Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada Serentak 2024 dan Saya Lagi-Lagi Tak Mencoblos Gubernur

27 November 2024   22:39 Diperbarui: 27 November 2024   23:00 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ke TPS 12 (Dokpri Agustina)

Tibalah saatnya hari H pelaksanaan Pilkada serentak 2024. Tepat pada tanggal 27 November 2024. Hari ini. Saya pun tadi pagi dengan bimbang melangkah ke TPS.

Pokoknya begitulah, ya. Bimbang tak bimbang yang penting terus melangkah. Alhamdulillah faktanya saya betul-betul datang ke TPS. Tentu tak sekadar datang, tetapi datang sebagai pemilih yang baik dan benar. Dalam arti, saya datang dengan membawa surat undangan resmi dan sesuai waktu yang ditentukan.

Di undangan yang saya terima tertulis pukul 10.00 WIB-11.00 WIB. Jadi, saya patuhi jadwal tersebut. Tidak datang sebelum pukul 10.00 WIB. Tidak pula di atas pukul 11.00 WIB.

Tertib adalah kunci. Meskipun panitia tetap menerima jikalau calon pemilih tidak tertib waktu datangnya, saya memilih tertib. Kiranya hal itu bisa sedikit membantu kelancaran pekerjaan para panitia. Minimal sebagai tanda berterima kasih karena mereka bersedia menjadi panitia. Coba bayangkan bila tak ada yang mau menjadi panitia pemungutan suara dalam pilpres dan pilkada.

Saya sungguh berterima kasih dengan adanya penentuan waktu seperti itu. Sungguh berfaedah. Berhasil menghilangkan tumpukan antrean calon pemilih. Sekaligus menghindari adanya "jam kosong" (ketiadaan antrean karena orang-orang punya waktu favorit untuk mencoblos).

Sangat berbeda dengan pilpres tempo hari, pada pilkada hari ini saya tak perlu mengantre sama sekali. Begitu tiba di TPS disambut petugas yang cek-ricek surat undangan saya dengan daftar nama pemilih yang tertempel di papan informasi.

Setelah dinyatakan oke, surat undangan diserahkan ke meja pertama. Saya diminta duduk mengantre. Baru 2 menit duduk ternyata sudah dipanggil. Saya pun ke meja petugas yang memberikan kartu suara. Sesudahnya langsung ke bilik suara. Mencoblos, memasukkan kartu suara yang telah dicoblos, mencelupkan jari tangan ke tinta, dan pulang.

Berhubung tinggal di wilayah istimewa dan memang merupakan warga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), cuma satu kartu yang saya terima. Kartu suara yang warna biru. Hanya untuk memilih walikota. Dengan demikian, saya beserta seluruh warga DIY tak perlu pusing memilih dan memilah calon gubernur. Memang istimewa 'kan?

Kiranya itulah kelebihan dan "kelebihan" kami dibandingkan warga provinsi lain. Setia pada keberlanjutan tiada tara. Hehe ...

Kembali pada perkara kebimbangan yang saya rasakan, yang saya sebutkan pada awal tulisan tadi. Apa yang bikin saya bimbang? Karena saya belum bisa memutuskan hendak memilih paslon nomor berapa. Terusterang saya kurang percaya pada janji-janji ketiga paslon yang ada. Terlalu bombastis dan kurang realistis kalau menurut saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun