Selamat Hari Pahlawan!
Siapakah pahlawan di hidup Anda?
Apakah justru Anda yang merupakan pahlawan, terutama bagi orang-orang di sekitar Anda?
Kali ini untuk menyambut Hari Pahlawan 2024, saya hendak bercerita tentang satu sosok yang menginspirasi. Yang kesuksesannya sebagai seniman, pebisnis, dan akademisi sangat patut diteladani oleh siapa saja. Terlebih oleh orang-orang di sekitarnya.
***
Pada tanggal 8 November 2024 sore hari, saya berkesempatan datang ke MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo. Bertepatan dengan ulang tahun pertamanya. Wow, terusterang fakta tersebut memberikan kejutan kecil yang menyenangkan bagi saya.
Betapa tidak? Sudah lama ingin berkunjung, tak disangka-sangka kesempatan datang melalui Kelas Heritage Malamuseum yang diadakan di situ. Kebetulan pula momentumnya ketika MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo sedang berulang tahun.
Walaupun sebetulnya saya datang dalam rangka mengikuti Kelas Heritage, bukan untuk menghadiri perayaan ulang tahun museum, tetap saja ada rasa membuncah di hati. Semacam kebanggaan sebab dapat menjadi saksi hari jadi pertamanya.
Gokilnya, perasaan bangga itu makin tebal ketika melihat tayangan dokumentasi aktivitas museum. Mengapa? Karena dalam tayangan tersebut ada satu bagian yang mendokumentasikan kunjungan Wapres ke-13 RI, yaitu Kiai Makruf Amin, pada Agustus 2024. Nah, lho. Wapres RI saja sudah berkunjung ke MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo. Kok Anda belum?
Rangkaian acara Kelas Heritage dibuka oleh pihak Komunitas Malamuseum selaku penyelenggara. Kemudian sambutan dari perwakilan MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo selaku tuan rumah. Ada dua perwakilan, yaitu Mami Kentik dan Mas Arsya.
Sambutan Mami Kentik tak panjang, tetapi amat padat. Beliau mengucapkan selamat datang kepada peserta Kelas Heritage, berharap kami bisa menikmati apa yang tersaji di museum yang dikelolanya, menginformasikan bahwa ruangan tempat kami berkegiatan berbentuk kuali terbalik, serta menuturkan bahwa Pak Timbul telah menjadi inspirasi bagi warga Kasongan. Beliau diakui sebagai warga setempat yang sukses dan membanggakan.
Dengan mata berkaca-kaca dan menahan haru, Mami Kentik bercerita mengenai peristiwa setahun silam. Tatkala itu sudah direncanakan bahwa MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo akan resmi dibuka pada tanggal 8 November, yakni pada hari ulang tahun Pak Timbul Raharjo.
Beliau pun telah menyiapkan sebuah prasasti peresmian untuk ditandatangani pada hari H. Namun, Allah Swt berkehendak lain. Rencana itu tak pernah terwujud. Pada tanggal 5 September Pak Timbul justru dipanggil pulang ke sisi-Nya tatkala menjalani perawatan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo berlokasi di Kasongan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DIY. Adapun Bapak Timbul Raharjo merupakan putra asli Kasongan yang diakui sebagai contoh sukses bagi warga setempat. Perlu diketahui, beliau adalah seorang seniman dan pebisnis yang juga berprofesi sebagai dosen. Di penghujung usia, beliau bahkan sedang menggenggam amanah sebagai Rektor ISI Yogyakarta.
Mami Kentik juga menjelaskan perihal nama museum. Mengapa "MuseumKu"? Rupanya "Ku" itu merupakan penanda bahwa museum yang bersangkutan milik pribadi. Bukan jenis museum umum yang dikelola oleh dinas terkait.
Setelah Mami Kentik tampillah Mas Arsya. Sebagai penanggung jawab marketing, Mas Arsya menyampaikan beberapa hal yang bisa dinikmati di MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo. Apa sajakah itu? Yang pertama dan utama tentu bangunan museumnya beserta koleksi di dalamnya yang mayoritas karya Pak Timbul.
MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo juga berfungsi sebagai resto dan tempat workshop gerabah. Jika Anda butuh tempat nongkrong sehabis berbelanja aneka gerabah di Desa Wisata Kasongan, museum ini menyediakan tempat singgah penawar lelah. Anda bisa menikmati minuman dan makanan di tempat yang teduh dan estetik. Berbonus tur museum jika orderan Anda memenuhi target jumlah minimal tertentu.
Yang bikin tambah menarik, Mas Arsya mengajak Pak Pitono untuk tampil live membuat gerabah. Bentuknya vas bunga (sesuai usulan peserta Kelas Heritage). Â Luar biasa, lho. Cepat sekali membuatnya. Sat set sat set, tahu-tahu bongkahan tanah lihat sudah berubah menjadi vas bunga cantik. Tinggal mengeringkan dan membakarnya.
Sembari sibuk membentuk tanah liat, Pak Pitono bercerita tentang perbedaan keramik dan gerabah. Kalau keramik butuh lebih banyak air daripada gerabah. Adapun yang sedang dia buat disebut gerabah karena cuma memakai sedikit air. Â
Kami sebagai peserta Kelas Heritage Malamuseum tidak berpraktik bikin gerabah sebab ada keterbatasan waktu. Namun, sesungguhnya MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo menyediakan paket workshop bagi yang membutuhkan.
Yang bikin sedih, kami diberitahu kalau sekarang tanah liat tidak lagi melimpah di Kasongan. Sementara produksi gerabah Kasongan terus berjalan. Jadi, bahan baku pembuat gerabah itu harus diimpor dari daerah lain.
Terlintas di pikiran saya, bagaimana kalau daerah lain itu juga kehabisan tanah liat? Mungkin solusinya cari daerah lainnya lagi. Demikian seterusnya sampai tak tersisa lagi tanah liat untuk bikin gerabah Kasongan. Entahlah.
Mungkin kalau hal itu benar-benar terjadi, kelar sudah riwayat gerabah Kasongan. Tinggal kenangan. Menjadi catatan sejarah. Menyedihkan, tetapi apa hendak dikata? Di titik inilah saya kemudian teringat perkataan Bu Ani (istri Pak Timbul) dalam rekaman video yang ditayangkan untuk kami.
Bu Ani menjelaskan bahwa MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo merupakan sebentuk dedikasi dan cinta sang suami untuk Kasongan. Pak Timbul Raharjo memang lahir, berkembang, dan berproses di Kasongan. Jadi melalui museum tersebut, beliau bermaksud mengenalkan A-Z tentang gerabah Kasongan kepada generasi muda dan generasi masa depan Kasongan. Jangan sampai mereka kehilangan jejak dengan sumber penghidupan nenek moyang mereka.
Nah! Bukankah visi Pak Timbul itu ada benang merahnya dengan kekhawatiran akan habisnya tanah liat tadi? Kalaupun tak ada lagi pengrajin gerabah di Kasongan, MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo telah mengantisipasinya. Menjadi pahlawan penyelamat generasi penerus Kasongan dari kebutaan akan profesi nenek moyangnya.
MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo adalah tempat yang menyenangkan. Unik dan artistik di semua sudutnya. Isinya pun benda-benda estetik warisan sang seniman. Yang tentunya sekaligus menginspirasi siapa saja untuk senantiasa berkarya.
Harimau mati meninggalkan belang. Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan nama. Tentu saja nama yang ditinggalkan itu bisa baik, bisa pula buruk. Tergantung bagaimana perilaku semasa hidup manusia yang bersangkutan.
Alangkah beruntung Ibu Ani Faiqoh (istri) beserta Magistyo TE Raharjo dan Wangi Bunga Raharjo (anak-anak) sebab Bapak Timbul Raharjo wafat meninggalkan nama baik. Plus segudang karya, inspirasi, dan manfaat bagi banyak orang.
Terusterang saya iri dengan mereka. Kisah cinta Bapak Timbul Raharjo dan Ibu Ani Faiqoh saja sudah bikin saya iri setengah mati. Terlebih warisan nama baik (bahkan besar) itu. Anda pasti iri juga 'kan?
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H