Perlu diketahui, batas kesanggupan membaca buku dipengaruhi 2 hal. Pertama, ketersediaan waktu untuk membaca buku (yang kalau tidak serius diadakan serasa tidak akan pernah ada sebab ditelan kesibukan sehari-hari). Kedua, tingkat kemampuan berkonsentrasi.
Prinsipnya, ngemil baca itu seperti orang makan camilan. Makan camilan itu 'kan dalam kondisi rileks. Santai. Happy. Berlainan nuansa dengan makan besar. Jadi harapannya, seperti itu pula kondisi batiniah kita saat membaca.
Jangan lupa. Membaca itu berat. Membaca bukanlah sekadar kegiatan mencermati deretan kalimat. Kalau cuma mengeja kata dan kalimat, itu bukanlah membaca. Kalaupun memaksa ingin disebut membaca, kategorinya membaca kosong. Membaca yang tidak melibatkan pikiran.
Adapun the real membaca adalah sebuah interaksi dan dialog. Kita tak cuma membaca yang tersurat dalam teks buku, tetapi sekaligus menangkap makna yang disiratkan oleh teks tersebut. Pun, kita membandingkan informasi yang terkandung dalam buku yang sedang kita baca dengan informasi yang sebelumnya tersimpan di memori otak kita. Tentu bukan untuk menghakimi benar atau salah, melainkan untuk mendialogkannya.
Kita bisa setuju atau tidak setuju dengan apa yang disampaikan buku. Namun, kita punya argumentasi atas kesetujuan/ketidaksetujuan itu. Yang selanjutnya kita bisa mengambil kesimpulan dari dialog teks tersebut.
Begitulah faktanya. Membaca secara benar memang tak gampang. Butuh konsentrasi tinggi. Melibatkan pikiran, bahkan perasaan. Ada proses mengingat, mencerna isi teks bacaan, dan menyimpulkan. Yang pastinya perlu energi tertentu untuk melakukannya.
Oleh karena itu, kita mesti bahagia saat membaca buku. Wajib menciptakan keriangan tersendiri dalam aktivitas tersebut supaya tidak tertidur atau terjebak zoning out.
Jika sedemikian sibuk sehingga maksimal cuma punya 15 menit untuk membaca buku, silakan ngemil baca saja. Bahkan saat punya waktu melimpah ruah untuk membaca buku, tetap lakukan ngemil baca andai kata kemampuan konsentrasi Anda berdurasi pendek.
Lebih baik sedikit demi sedikit, pelan-pelan saja dalam mengunyah bacaan, tetapi bisa memahami seluruh isi buku yang kita baca. Ketimbang di permukaan terlihat sat-set, tetapi sesungguhnya kebat kliwat dan kerap zoning out, yang ujungnya kita malah tak tahu apa isi buku yang telah kita baca.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H