Tentu masih ada yang jauh-jauh dari pusat Kota Yogyakarta. Misalnya Museum Gumuk Pasir, Museum Pleret, Museum Gunungapi Merapi, Museum Ullen Sentalu, dan Museum Wayang Beber Sekartaji.
Terbukti memang banyak 'kan? Yang saya tuliskan di atas itu baru sebagian. Pun, cuma museum-museum yang terangkum dalam Barahmus (Badan Musyawarah Museum) DIY. Jika ditambah museum-museum di luar Barahmus DIY, tentu jumlahnya kian banyak.
Harus diakui bahwa terlepas dari sederet kekurangannya, Yogyakarta memang istimewa. Adapun jumlah museum yang melimpah ruah merupakan salah satu poin yang membuat Yogyakarta layak dilabeli istimewa.
Sampai di sini saya teringat sesuatu. Jangan-jangan sebab kaya museum ini pula, Yogyakarta cenderung syahdu dan romantis? Museum itu 'kan penyimpan kisah-kisah sejarah. Pencatat masa lalu. Perangkum kenangan. Sementara kenangan acap kali bikin orang terbawa perasaan alias baper. Hmm. Entahlah kebenarannya bagaimana? Yang jelas banyak orang yang terhipnotis kerinduan pada Yogyakarta 'kan? Hehe ...
Oke. Mari balik ke Paspor Museum. Mungkin Anda bertanya-tanya, "Kegunaannya apa?"
Tentu saja sesuai dengan namanya, paspor itu untuk mengunjungi museum-museum yang ada di seantero Yogyakarta. Terkhusus museum-museum yang tercantum di dalam paspor tersebut. Yang sebagian besar di antaranya telah saya sebutkan tadi.
Cara memakainya begini. Misalnya saya berkunjung ke Museum Negeri Sonobudoyo. Di situ saya mesti meminta stempel kepada petugas yang berjaga. Tentu stempel dibubuhkan di halaman yang sesuai.
Jika kemudian singgah di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, saya pun bisa meminta stempel di halaman yang sesuai.
Demikian seterusnya. Jika telah lebih dari sepuluh stempel, yang berarti telah berkunjung ke minimal sepuluh museum, konon bakal memperoleh sesuatu yang menarik dari Dinas Kebudayaan DIY. Akan tetapi, sejujurnya tidak jelas bagi saya perihal tatacara mengklaim sesuatu yang menarik itu.Â
Seingat saya, saat acara "Jumpa Sahabat Museum" memang tidak dijelaskan. Eh? Atau jangan-jangan saya yang kurang fokus menyimak? Entahlah.
Kalau bagi saya, yang terpenting bukanlah paspor dan stempelnya. Itu sekadar penyemangat. Atau, sekadar menjadi peranti untuk pamer-pamer kepada teman yang tak memilikinya. Haha!