Mari membaca Nathan Tjoe-A-On sebelum menyaksikannya bertanding bersama Timnas Garuda!
Jelang tidur semalam, saya mendadak teringat Nathan Tjoe-A-On. Iya, benar. Nathan Tjoe-A-On yang pesepakbola diaspora itu. Yang tempo hari dalam gelaran Piala Asia 2024 di Qatar, sumbangsihnya bagi Timnas Garuda U-23 terbilang besar. Yang kemudian popularitasnya naik secara drastis. Terutama setelah perjalanan heroiknya bolak-balik Qatar-Belanda-Qatar yang tanpa jeda, demi kembali memperkuat Timnas Garuda U-23 di babak perempat final. Tak ayal lagi. Jiwa nasionalis Nathan Tjoe-A-On dianggap sangat tinggi oleh warganet pendukungnya.
Seiring dengan peningkatan popularitas tersebut, jumlah follower Instagram Nathan Tjoe-A-On bertambah. Pertambahannya pun ugal-ugalan. Sangat pesat. Terakhir saya tengok telah mencapai 2,1 juta follower.
Nathan Tjoe-A-On kaget. Swansea City, klub sepakbola tempatnya berkarier, juga kaget. Bagaimana bisa? Sementara Nathan bahkan belum pernah menjadi pemain senior di klub tersebut.
Masyarakat Inggris juga ikut terheran-heran. Tak habis pikir karena kepopuleran Nathan Tjoe-A-On jauh di atas Charlie Patino, rekan satu timnya di Swansea City yang merupakan pinjaman dari Arsenal.
O la la! Tampaknya mereka lupa atau malah tidak tahu jumlah penduduk Indonesia, yang totalnya lebih dari 270 juta jiwa. Jumlah segitu belum seberapa. Saya bahkan yakin, jumlah tersebut bakalan bertambah banyak kalau the real penggila sepakbola Indonesia ramai-ramai menjadi follower juga.
Terusterang saya curiga, jangan-jangan saat ini mayoritas follower Nathan Tjoe-A-On adalah orang-orang yang FOMO sepakbola Indonesia. Yang baru punya perhatian kepada Timnas Garuda gara-gara keberadaan para pesepakbola diaspora dan naturalisasi, yang memang good looking untuk standar orang Indonesia.
It's okay. Tak ada yang salah dengan hal itu. Lagi pula, faktanya Nathan Tjoe-A-On memang setampan dan (tampak) sekalem itu di luar lapangan. Sama sekali tidak mengejutkan kalau kemudian banyak yang jatuh hati kepadanya. Justru saya terkejut ketika menyimak wawancara Nathan (dalam bahasa Inggris) dengan reporter entah media mana, yang kebetulan melintas di linimasa saya.
Tatkala itu Nathan ditanya mengenai Lambang Negara. Dia menjawab, "Iya, iya. Saya tahu, saya pernah melihatnya di akun Timnas. Itu seperti rajawali?" Jawabannya kemudian diluruskan oleh si penanya, "Itu garuda."
Saat ditanya siapa Presiden RI pertama, Nathan menjawab, "Saya tidak tahu, tapi saya tahu presiden sekarang Mr. Joko Widodo." Kemudian si penanya memberitahukan jawaban yang benar, "Presiden Soekarno." Nathan pun merespons, "O, ya, saya tahu nama itu. Dari pelajaran sejarah di sekolah, dulu, tapi saya tidak tahu kalau dia presiden pertama."
Satu lagi yang bikin terkejut adalah ketika dia ditanya, "Tahu Hari Kemerdekaan Indonesia?" Nathan menjawab, "O, saya tidak tahu tanggalnya, tapi tahu kalau tahun '45, Agustus." Si penanya lagi-lagi memberitahukan jawaban benarnya, "Tanggal 17."
Sudah habiskah keterkejutan saya? Rupanya belum. Ternyata masih ada satu hal yang bikin lebih terkejut. Penyebabnya tak hanya Nathan, tetapi si orang yang menanyainya juga. Hal itu terjadi saat Nathan diminta menyebutkan 3 kota di Indonesia. Dengan mantap Nathan menjawab, "Bali, Semarang, Jakarta." Si penanya membenarkan.
Seketika saya mengomel sendiri, "Lho, lho? Gimana, sih? Bali 'kan pulau? Bukan kota. Kok enggak dikoreksi?" Ternyata si penanya yang orang Indonesia asli dan tinggal di Indonesia pun tidak paham kalau Bali itu pulau. Kalau paham, tentu secara spontan dia akan mengoreksi jawaban Nathan.
Mohon jangan berkomentar bahwa ini merupakan hal sepele. Karena kalau tidak dikoreksi, bukankah kesempatan Nathan untuk tahu jawaban yang benar menjadi terbuang? Harapan saya, Nathan segera ketemu orang yang bisa meluruskan bahwa Bali bukan nama kota.
Mungkin menurut Anda pikiran saya terlampau mengada-ada. Namun, jangan lupa. Nathan Tjoe-A-On telah menjadi idola bagi banyak orang. Sebagian besarnya adalah kawula muda. Gen Z. Jadi, dia berpotensi menjadi role mode. Nah. Bayangkan alangkah dahsyat dampaknya, jika Nathan tahu banyak tentang Indonesia. Kemungkinan besar para penggemarnya akan mengikuti. Ikut belajar lebih banyak tentang Indonesia.
Selepas menyimak wawancara itu saya tersadar akan sesuatu. Jangan-jangan Jordi Amat, Sandy Walsh, Shayne Pattynama, Justin Hubner, Rafael Struick, Jay Idzes, Thom Haye, dan Ragnar Oratmangoen juga begitu? Selain kemampuan berbahasa Indonesia yang sangat minimalis, jangan-jangan minimalis pula pengetahuan mereka tentang Indonesia.
Jika dugaan itu salah karena faktanya mereka telah tahu banyak tentang Indonesia, tentu saya amat gembira. Jika dugaan itu benar, tentu saya khawatir dan berharap PSSI tak lupa memberikan asupan keindonesian kepada mereka. Misalnya saat rehat usai latihan atau saat sesi diskusi. Melalui cara apa sajalah. Yang terpenting para pesepakbola diaspora dan naturalisasi itu menjadi lebih Indonesia. Minimal dalam waktu dekat ini, bisa hafal lagu "Indonesia Raya" sekaligus tahu siapa penciptanya. Amat aneh kalau pemain timnas suatu negara tidak dapat menyanyikan lagu kebangsaannya sendiri.
Saya pikir harapan tersebut sama sekali tidak berlebihan. Mengingat mereka telah menjelma jadi idola banyak orang dari Sabang hingga Merauke, termasuk orang-orang Indonesia yang berdomisili di luar negeri. Lagipula yang terpenting, mereka telah menjadi WNI. Masak iya seorang WNI yang berprofesi sebagai atlet profesional dan kerap tampil di pertandingan internasional, tidak kunjung hafal lagu kebangsaan sendiri?
Mari kembali pada ledakan pertambahan follower Nathan Tjoe-A-On di Instagramnya. Tempo hari saat mengetahui fakta tersebut, saya sempat cemas. Adapun kecemasan itu muncul berdasarkan hasil pengamatan di Tiktok dan Instagram. Saya lihat makin banyak VT dan postingan foto bareng Nathan. Lokasi berfotonya di mana-mana. Termasuk di depan pintu kamar hotelnya, tatkala Nathan baru saja bangun tidur.
Apa yang saya cemaskan? Tak lain dan tak bukan, kelakuan para fans nekad (yang biasanya kaum FOMO) bakalan mengganggu privasi sang pesepakbola. Di satu sisi hal itu bisa dimaklumi sebagai sebentuk konsekuensi dari kepopuleran. Akan tetapi, berhubung pesepakbola merupakan atlet dan bukan artis, tentu kesiapan mentalnya dalam menghadapi kepopuleran berbeda. Lama-kelamaan Nathan bisa merasa terganggu. Akibat terburuknya, hal itu kemudian berpengaruh pada performanya di lapangan.
Saya yakin bahwa sebagian pendukung Timnas Garuda punya kecemasan serupa. Tentu harapan kami sama, yaitu Nathan tak terpengaruh sama sekali oleh "gangguan" tersebut. Namun, agaknya harapan kami kurang terpenuhi. Beberapa hari lalu Nathan justru memberikan kode kalau dia merasa amat terganggu. Dia bikin story yang mengisyaratkan kalau tidak suka dirinya didokumentasikan sembarangan. Dia tidak mau ada paparazzi lagi. Bahkan secara bersamaan, Rafael Struick dan Justin Hubner bikin story serupa. Tampak sekali kalau mereka sedang mendukung Nathan.
Sempat pula saya baca berita, ayah Nathan sampai menonaktifkan akun Instagramnya. Hal itu dilakukan demi lebih menjaga privasi keluarganya. O la la! Rupanya warganet kepo hingga ke keluarga juga. Jelaslah kalau Nathan dan keluarganya menjadi terganggu.
Sungguh meresahkan. Terlebih bukan hanya Nathan yang mengalami. Beberapa pesepakbola diaspora dan naturalisasi lainnya juga menjadi target uberan. 'Kan gawat kalau penggawa Timnas Garuda terganggu oleh ulah pendukungnya sendiri. Oleh karena itu, saya amat setuju kalau pengamanan para pemain Timnas Garuda diperketat. Diatur sedemikian rupa agar khalayak umum tidak bisa seenaknya mencegat mereka, apalagi sampai datang dan menunggui di depan pintu kamar hotel tempat mereka menginap. Tujuannya tentu supaya energi mereka tidak perlu terbuang untuk hal-hal di luar urusan sepakbola. Yang ujungnya bisa merugikan Timnas Garuda.
Intinya begini, deh. Mengidolakan Nathan Tjoe-A-On dan kawan-kawannya secara gila-gilaan boleh-boleh saja. Mendukung mati-matian supaya mereka melambungkan prestasi sepakbola Indonesia, bahkan wajib hukumnya. Akan tetapi, kita sebagai fans harus mampu menjaga sikap. Jangan sampai ekspresi rasa suka kita justru mengganggu sang pesepakbola idola. Oke?
Demikian lanturan pikiran saya gara-gara terpantik ingatan kepada Nathan Tjoe-A-On. Apa boleh buat? Pesona Nathan memang secandu itu. Buktinya dari sekian banyak anggota Timnas Garuda, cuma dia yang bisa menggerakkan saya untuk menuntaskan tulisan ini.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI