Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sabaaar, Jodhoku Isih Dititipke Kowe

5 April 2024   23:23 Diperbarui: 5 April 2024   23:27 1829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain menjadi momentum yang membahagiakan, Lebaran rupanya juga berpotensi bikin depresi bagi sebagian orang. Ironis memang. Lebaran kok malah menjadi momok menakutkan.

Namun, apa boleh buat? Faktanya seperti itu. Terutama bagi mereka yang punya jalan hidup tak senormal orang-orang lain pada umumnya. Misalnya pasutri yang tak kunjung dikaruniai anak, kaum lajang yang awet tanpa pasangan, mahasiswa yang tak kunjung beres studinya, atau kaum freelancer yang kesulitan menjelaskan bila ditanya kerja di mana.

Bagaimana bisa begitu? Tentu bisa. Bahkan, sangat bisa. Lebaran 'kan ajang berkumpul keluarga besar. Yang tidak termasuk keluarga pun bisa ikutan berkumpul. Sudahlah. Pokoknya berkumpul, berkumpul, dan berkumpul. Disertai acara makan-makan dan saling mengobrol. Ngerumpi. Di sepanjang hari.

Pokoknya apa saja diobrolkan. Sangat menyenangkan bagi orang-orang yang ekstrovert, tapi sungguh melelahkan bagi kaum introvert seperti saya dan seorang teman sekolah (sebut saja Y). Ibaratnya, kami ikut duduk saja merasa lelah. Lebih-lebih kalau kemudian ditanya-tanya tentang kehidupan pribadi. Wah, makin melelahkan saja rasanya.

Nah. Pada satu kesempatan, Y disentil tentang kejomloannya. Yang menyentil X, salah satu teman kami juga. Yang kebetulan saat itu belum lama menikah.

"Ayo, Y. Kapan nikah? Masak mau melajang seumur hidup?"

Untuk kesekian kalinya Y mengungkit-ungkit perihal jodoh. Mungkin karena sudah terlalu lama menumpuk jengkel, X yang biasanya cengar-cengir belaka seketika menjawab gahar.

"Sabaaar. Jodhoku isih dititipke kowe (terjemahan: Jodohku masih dititipkan di kamu). Suk nek aku wis siap sakkabehane rak ya mesti bakal diserahke aku. Gusti ora sare (terjemahan: Ntar kalau aku sudah dianggap siap oleh-Nya, pasti bakal diserahkan padaku). Bhahaha!"

Tanpa ekspresi rasa bersalah, Y  menjawab sadis diakhiri ketawa jahat. Saya pun spontan tertawa tergelak-gelak. Sementara X yang rupanya agak loading, seketika misuh-misuh setelah paham isi ucapan Y.

Dasar Y memang gila. Jawabannya di luar dugaan dan bersifat tepian jurang. Siapa yang tahan untuk tidak tertawa? Walaupun pada saat yang bersamaan, seutas cemas tetap menyelinap di hati.

Saya khawatir tentang masa depan. Kalau akhirnya kejadian beneran, bagaimana? Pacar si X malah ternyata menikah dengan si Y? Bukankah perkataan adalah doa? Terlebih diucapkan di bulan baik.

Ah, sudahlah. Kok malah saya yang overthinking? Kalau hal itu sampai menjadi kenyataan dan Y digebuki oleh X, saya pilih menertawakan Y. Tak mau membelanya. Salah sendiri dia nekad menjawab secara lutjuk, manyala, dan meledaks!

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun